34. Potong Rambut

1.6K 265 110
                                    

Hei maap nunggu, asem habis ada tes ini itu anu. Pusying pokoknya🤢
.
.
.

Aku menghela napas dalam melihat Mas Jeffry yang sudah berdiri di dekat mobil sedang menunggu kedatanganku. Hari ini dia akan menemaniku untuk pertama kalinya memeriksakan kandungan. Sebenarnya aku tidak mau ditemani olehnya, aku masih sanggup untuk pergi sendiri menggunakan taksi atau angkutan umum lainnya, tapi karena sejak kemarin dia sudah memaksaku bahkan Aru ikut-ikutan memaksaku, aku tidak bisa menolaknya dan terpaksa mengizinkan Mas Jeffry menemaniku pergi ke bidan. Saat sampai di dekat mobil, Mas Jeffry dengan sigap membukakan pintu mobil depan untukku. Tapi aku mengacuhkannya dengan membuka pintu mobil bagian belakang dan duduk di sana, aku tidak ingin duduk di sampingnya.

“Gak mau di depan aja Ra?” tanya Mas Jeffry.

Aku menggeleng sebagai jawaban. Kulihat dia menghela napas panjang. Masa bodo, aku tidak perduli jika dia marah atau tidak jadi mengantarkanku pergi ke bidan, itu justru bagus untukku agar aku tidak menghabiskan waktu bersamanya. Tak lama kemudian kami berdua berangkat. Di sepanjang jalan, Mas Jeffry mencoba mengajakku mengobrol. Tapi aku tidak terlalu meresponnya, hanya menjawab ya atau tidak saja. Terkesan tidak sopan memang, apalagi Mas Jeffry jauh lebih tua dariku, namun rasa kesalku terhadapnya tidak bisa dibendung.

“Kamu digaji berapa Ra sama temen-temennya Aru?” tanya Mas Jeffry.

“Privasi,” sahutku tanpa mengalihkan pandangan dari jendela.

“Sejak kapan kamu punya privasi sama aku?” tanya Mas Jeffry lagi.

“Sejak aku sadar kalau kamu cuma manfaatin aku doang,” balasku.

“Ra—”

“Bisa gak fokus nyetir aja? Aku lagi males jawab,” selaku cepat.

“Maaf,” ucap Mas Jeffry. Dia melirikku dari kaca spion, pandangan kami sempat bertemu sebentar sebelum aku melihat ke arah lain lagi. Aku mengerutkan kening kala mobil Mas Jeffry melewati jalan yang tidak biasa aku lewati setiap pergi ke bidan langgananku.

“Kamu mau bawa aku ke mana?” tanyaku. “Tadi sebelum berangkat udah aku kasih tau 'kan lokasinya? Kenapa lewat sini?” tanyaku beruntun.

“Aku mau bawa kamu ke rs yang dikelola sama Ayahku. Aku udah minta dokter obgyn terbaik di sana buat ngurus kamu dan anak kita sampai melahirkan nanti,” ujar Mas Jeffry.

“Mas—”

“Gak perlu protes. Ini demi kebaikan kamu dan anak kita juga.” Mas Jeffry menyela, membuatku mendengkus pelan. Sial, aku selalu dikalahkan olehnya. “Kamu udah tau jenis kelamin calon anak kita?” tanya Mas Jeffry.

“Belum.”

“Kenapa? Bukannya kita bisa liat jenis kelamin anak dari usia kandungan empat bulan ke atas ya?”

“Ish banyak tanya,” sebalku.

“Maaf,” ucapnya lagi. “Tapi aku penasaran sayang. Kenapa kamu gak tau jenis kelamin anak kita sampai sekarang?”

“Aku tabok ya manggil sayang sayang terus. Gak ada yang ngizinin kamu manggil aku begitu!”

“Iya iya. Jadi kenapa kamu gak tau jenis kelamin anak kita?”

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang