46. Jeffry Pov

1.3K 239 93
                                    

PAGI!!!! JANGAN LUPA VOMENTNYA, ASEM MAKSA!
.
.
.

Akhir-akhir ini aku sering sekali tersenyum, alasannya karena aku merasa senang akan hubunganku dan Bira yang mulai membaik meski aku belum mendapatkan kepastian darinya. Tapi tak apa, mendapati Bira yang tak pernah menolak lagi ketika aku memberikan perhatian padanya, cukup membuatku merasa senang. Tidak terbayang jika nantinya Bira memberikan jawaban dan jawaban itu sesuai dengan ekspetasiku. Pasti rasanya akan luar biasa sekali.

“Mas?” Aku yang sedang bercermin memastikan penampilanku seperti yang biasa aku lakukan sebelum berangkat bekerja, lantas menoleh ke arah pintu ketika suara Bira memanggilku. Kepala wanita itu menyembul dari sela pintu.

“Masuk aja,” kataku. Bira masuk ke dalam kamarku. Aku tersenyum, kupeluk dirinya begitu berdiri di hadapanku tanpa meminta izin lebih dulu. “Kenapa Moy?” tanyaku tanpa melepaskan pelukan itu. Bira semakin nyaman dipeluk semenjak hamil besar seperti ini.

“Aku mau ikut kamu kerja boleh?” tanya Bira. Keningku berkerut, kulepaskan pelukan kami dan menatap Bira heran. Tidak biasanya dia ingin ikut bekerja denganku.
“Aku bosen aja di rumah, Aru ke bengkel, kamu ke restoran, aku juga udah dilarang kerja sama kamu,” kata Bira seolah paham arti tatapanku.

“Beneran mau ikut?” tanyaku memastikan.

Bira mengangguk. “Mau. Kamu ke restoran 'kan?”

“Iya, tapi aku juga mau ke studio MNTV, pulangnya ke rumah Ayah. Gak apa-apa?”

“Gak apa-apa, aku bisa nunggu di mobil nanti,” balas Bira.

Aku mengusap kepala Bira. “Yaudah ayo, aku malah seneng kamu ikut. Kerjanya jadi tambah semangat. Tapi jangan lupa bawa vitamin kamu, nanti di jalan kita mampir ke minimarket dulu beli cemilan biar kamu gak kelaperan.”

“Makasih Mas!” Bira kelihatan senang saat aku memberikannya izin. Aku bisa memahami keinginan Bira, dia pasti merasa jenuh karena beberapa minggu belakangan ini waktunya lebih banyak dihabiskan di rumah, itupun hanya bersama Mbok Arum karena aku dan Aru sibuk bekerja. Tapi ada Gladis yang sesekali datang menemani Bira. Aku akhirnya membawa Bira ke restoran hari ini, ketika sampai di sana, dia langsung kuminta untuk duduk menunggu di ruanganku dengan cemilan yang sebelumnya sudah kubelikan dalam perjalanan ke restoran sementara diriku akan berkeliling, mengontrol restoran. “Mas mau ke mana?” tanya Bira sebelum aku keluar dari ruangan.

“Aku mau liat-liat dapur. Kemarin dapet laporan juga kalau ada beberapa peralatan yang mulai rusak.”

“Ikut,” pinta Bira.

“Gak usah, kamu tunggu sini aja.”

“Aaaa mau ikut,” rengek Bira. Oke, aku baru menyadari jika sikap Bira hari ini aneh. Dia lebih manja dari biasanya dan mengikutiku kemanapun aku pergi. Tapi aku tidak terlalu heran, karena aku pernah membaca jurnal jika mood ibu hamil mudah berubah-ubah. Aku malah bersyukur jika Bira bersikap begini terus ke depannya, aku jadi bisa lebih banyak menghabiskan waktu dengannya. “Mas, ikut ya?” pintanya lagi.

Aku tersenyum. “Iya boleh.” Aku mengajak Bira ke dapur restoran. Dia kelihatan kagum dengan kondisi dapur yang sibuk. “Kamu belum kenal sama kepala chef di sini 'kan? Biar aku kenalin sini.” Aku menggandeng tangan Bira, menghampiri chef Andreas yang kupercaya sebagai pemimpin dapur di restoranku.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang