39. Obrolan Malam

1.4K 248 105
                                    

SELAMAT MALAM!

DOUBLE UPDATE NICH!
.
.
.

Sungguh, jika bukan karena sosok Sukma itu, aku tidak akan pernah mengizinkan Mas Jeffry tidur di kamarku. Sialnya aku bukan wanita pemberani, aku cenderung takut dengan hal-hal yang berbau mistis atau mahluk tak kasat mata. Alhasil malam ini aku membiarkan Mas Jeffry untuk tidur satu kamar bersamaku, hanya satu kamar, bukan kasur. Karena aku tetap pada pendirianku, tidak akan membiarkan Mas Jeffry naik ke kasur dan tidur dalam satu ranjang yang sama seperti yang lelaki itu sarankan. Aku tahu saran yang diberikan Mas Jeffry sebelumnya hanyalah akal-akalan dirinya agar bisa tidur sambil memelukku. Dasar duda kegatelan.

Sebelum tidur, aku melakukan ritual yang biasa aku lakukan setiap malam yaitu, membersihkan wajah agar tidak timbul jerawat dan menggunakan beberapa skincare yang aman digunakan untuk ibu hamil. “Kalau skincare kamu habis, bilang ya Moy,” ujar Mas Jeffry yang sedang berbaring di kasur lantai yang sengaja dia ambil dari gudang siang tadi untuk digunakan sebagai alas tidur. Sudah kubilang, aku tidak akan membiarkan Mas Jeffry naik ke atas ranjangku dan tidur tepat di sampingku. Aku tak menyahuti ucapan Mas Jeffry dan melanjutkan aktifitasku. Setelah selesai memakai rangkaian skincare, aku naik ke atas ranjang, mengambil posisi berbaring miring. Resiko ibu hamil, terbatas dalam mengambil posisi tidur. Terlentang tidak bisa, tengkurap apalagi.

“Moy, kamu mau langsung bobo?” tanya Mas Jeffry. Kurasakan tangannya menyentuh lenganku.

“Gak usah pegang-pegang,” kataku seraya membalik tubuhku menghadapnya. Dari ranjangku, aku hanya bisa melihat kepala Mas Jeffry yang menyembul.

Mas Jeffry mendengkus. “Pelit banget.”

“Eh Mas, aku ngebiarin kamu bobo di sini aja karena terpaksa ya supaya si Sukma Sukma itu gak dateng lagi. Jadi awas kalau kamu macem-macem.”

“Awas doang 'kan?” tanyanya. Aku menatapnya tajam. “Ih galak banget,” kata Mas Jeffry.

“Tapi Mas.” Aku merubah posisiku menjadi duduk bersandar di kepala ranjang. “Sejak kapan Sukma tinggal di rumah kosong yang depan itu?” Aku penasaran dengan sosok Sukma walau sebenarnya aku sendiri takut membicarakannya. Aku pernah dengar, jika kita membicarakan makhluk halus, maka makhluk itu akan datang. Tapi kan sekarang ada Mas Jeffry, jadi aku tidak terlalu takut.

“Gak tau, aku bukan orang kelurahan yang data warga,” kata Mas Jeffry. Aku memukul bahunya.

“Serius ih!” omelku.

Mas Jeffry terkekeh. “Beneran gak tau sayang. Pertama kali aku liat Sukma itu waktu Bianca hamil Aru. Aku inget banget, pas itu aku mau masuk kamar habis nonton bola, pintu kamar baru aku buka dikit, dan aku liat Sukma lagi duduk di samping ranjang sambil ngelus perut Bianca. Aku syok, besoknya cerita ke almarhum Mama, dan Mama langsung panggil orang pinter gitu buat ngusir Sukma. Satu minggu, dua minggu, sampai Aru lahir Sukma gak pernah muncul lagi. Tapi pas umur Aru dua tahunan, yang ngasuhnya sama Mbok Arum suka cerita ke aku kalau Aru suka ngobrol sendiri tiap jam dua pagi. Pertamanya aku gak mikir yang aneh-aneh, anak kecil kan kadang punya imajinasi sendiri. Sampai akhirnya di satu malam waktu Aru demam tinggi dan nangis gak berhenti, aku liat Sukma lagi meluk Aru.”

Bulu kudukku meremang mendengar cerita Mas Jeffry. Aku ingin menyuruh lelaki itu berhenti bercerita, tapi di sisi lain aku sangat penasaran akan kelanjutannya. “T-terus?” tanyaku.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang