28. Mas Jeffry?

1.3K 243 118
                                    

Wii double udpate nih.

Sebelumnya asem minta maaf ya kalau ada salah salah kata, karena besok udah mau lebaran hehehe. Minal aidzin walfaidzin semuaa!!! Mohon maaf lahir dan batin, jangan lupa besok makan ketupat😭👍
.
.
.

Siang ini aku dan Aru akan pergi ke rumah Mbak Bianca. Sudah jelas untuk apa, mencari Mas Jeffry. Aru pikir Mbak Bianca mungkin tahu sesuatu mengenai kepergian Mas Jeffry yang mendadak, jadi dia menyarankan untuk pergi ke sana. Awalnya hanya Aru yang akan pergi ke rumah Mbak Bianca, tapi aku ngotot ingin ikut bersamanya. Hasilnya Aru tidak bisa menolak keinginanku. Dengan motor Aru, kami sampai di rumah Mbak Bianca lebih cepat. Sesampainya di sana, kedatanganku dan Aru disambut baik oleh Mbak Bianca. “Duduk dulu Bir, biar aku buatin minum,” kata Mbak Bianca mempersilahkanku duduk. Tapi aku menggeleng, menolak penawarannya.

“Kedatangan aku ke sini bukan untuk leha-leha Mbak.” Aku melirik Aru, paham lelaki itu mengangguk.

“Mama tau soal perginya Papa?” tanya Aru.

“Papa pergi?” Mbak Bianca bertanya balik.

“Iya. Papa pergi dan ngasih rumahnya buat aku. Mama beneran gak tau?” tanya Aru lagi.

Mbak Bianca menggeleng. “Mama gak tau.”

“Tapi bukannya kemarin sore Mbak sempet teleponan sama Mas Jeffry? Bahas soal warisan?” tanyaku. Teringat dengan kejadian kemarin sore, saat Mas Jeffry menjauh dariku untuk mengangkat panggilan dari Mbak Bianca. “Mbak yakin gak ada hubungannya sama soal itu?”

“Iya kemarin kita sempet teleponan. Betul bahas soal warisan.” Mbak Bianca menghela napasnya. “Aku tau Aru pergi dari rumah dan buka bengkel sendiri. Aku marah banget sama Jeffry waktu tau soal itu. Aku bilang sama dia, Aru gak pantes untuk buka bengkel. Dia punya hak untuk dapet lebih dari itu. Contohnya rumah yang Jeffry tempati. Apa mungkin Jeffry pergi gara-gara aku singgung soal warisan?”

“Jadi maksudnya Papa pergi gara-gara aku lagi?” Aru mengacak rambutnya. “Harusnya Mama gak usah perduliin aku dengan bilang ke Papa kalau aku pantes untuk dapet yang lebih. Aku kok yang bikin keputusan sendiri untuk buka bengkel. Kalau kayak gini 'kan jadi makin rumit.”

“Mama kayak gini juga karena kamu. Kamu satu-satunya anak Mama Ru, mana ada orang tua yang rela liat anaknya kerja serabutan kayak gitu sedang Papa sama Mama kamu itu masih mampu?” ujar Mbak Bianca. “Udahlah gak usah mikirin Papa kamu lagi, yang penting sekarang kamu udah bisa hidup dengan layak. Dan lagi bukannya malah bagus kalau Papa kamu pergi? Kamu dan Bira bisa hidup bareng. Kalian bisa menikah.”

“Ma!” Aru membentak. “Bukan waktunya ngomongin soal aku dan Bira. Papa pergi, aku harus cari dia.”

“Terus kalau Papa udah balik kamu mau apa? Mau liat dia balikan sama Bira? Jangan bohongin diri kamu sendiri Ru. Kamu mencintai Bira, ini kesempatan kalian untuk bisa hidup bareng. Utamain dulu kebahagiaan kamu, gak usah mikirin orang lain.” kata Mbak Bianca yang membuatku tidak habis pikir.

“Mbak, omongan Mbak itu gak pantes di ucapin di saat begini. Aku lagi panik, nyari Mas Jeffry ke sana ke mari, tapi Mbak dengan entengnya bilang kalau aku sama Aru punya kesempatan bagus untuk hidup bareng. Denger ya Mbak, secinta apapun Aru sama aku, aku gak akan pernah bisa bersatu sama dia. Aru berhak dapet perempuan yang jauh lebih baik, bukan bekasan kayak aku. Aku pamit Mbak, kalau Mbak dapet kabar soal Mas Jeffry tolong kasih tau aku.” Aku lalu pergi, keluar dari rumah Mbak Bianca. Aku berniat untuk mencari Mas Jeffry sendiri. Aku menghentikan taksi yang kebetulan lewat di depan rumah Mbak Bianca. Belum sempat masuk ke dalam taksi, sebuah tangan menahan pergerakanku. Dia Aru. “Lepasin gue Ru,” pintaku.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang