SIANGGG!!!
.
.
.Aku memejamkan mata begitu tubuhku terendam dengan air hangat. Bau harum minyak esensial yang kutuang ke dalam bathtub bercampur dengan lilin aromaterapi yang kunyalakan, sehingga menciptakan aroma lembut yang membuat diriku merasa lebih tenang. Beruntung aku sudah melewati minggu pertama melahirkan dan luka bekas operasiku mulai mengering. Jadi aku bisa menenangkan diriku dengan cara berendam seperti ini. Mengapa aku perlu menenangkan diri? Karena beberapa menit yang lalu emosiku sempat meledak-ledak. Aku rasa jika aku tidak menenangkan diri, masalah yang baru akan datang menghampiriku. Padahal masalah-masalah yang sebelumnya saja belum selesai kutangani. Sungguh, hari ini rasanya kepalaku mau pecah. Mengetahui banyaknya berita miring mengenai keluargaku, membuatku banyak menangis, ditambah sikap yang Ayah tunjukkan padaku tadi. Aku mengusap pipiku sendiri, di mana Ayah melayangkan tamparannya padaku. Rasa sakitnya aku masih ingat. Perih, dan panas. Namun dibanding itu, rasa sakit yang tertoreh di hatiku jauh lebih menyakitkan.
“Ra.” Mataku terbuka. Mas Jeffry sudah berdiri di hadapanku. Lelaki itu kemudian duduk di pinggiran bathup, tangannya mengusap pundakku. “Jangan lama-lama,” peringatnya.
Aku tersenyum tipis. Aku tahu, dari mata Mas Jeffry banyak yang ingin dia bicarakan padaku. “Ngomong aja Mas, gak apa-apa,” kataku.
“Makasih,” ucapnya.
“Untuk?”
“Selalu membela aku di depan Ayah. Kamu bahkan kena tamparan Ayah gara-gara aku.”
Aku menggeleng. Kuraih tangan Mas Jeffry yang semula di pundakku. “Aku bukannya membela, aku cuma mengungkapkan apa yang aku rasain selama ini. Di rumah aku gak pernah bisa mengeskpresikan diri aku sendiri. Tapi semenjak kenal kamu, aku bisa jadi diri aku sendiri tanpa perlu khawatir kamu bakal marah atau kecewa, karena kamu paham aku Mas, kamu bisa menerima aku.” Mataku memanas, aku ingin menangis. Tapi aku tidak akan melakukannya lagi, sudah cukup air mata untuk hari ini.
“Pembelaan atau bukan, tapi kamu sangat memuliakan aku sebagai suami kamu. Makasih banyak sayang.” Mas Jeffry menunduk, dia menyatukan kedua bibir kami. Bersyukur sekali aku bisa bertemu lelaki sepertinya yang bisa menerima kekuranganku. Bersama Mas Jeffry, aku bisa bebas menunjukkan sisi diriku. Tidak seperti saat di rumah orang tuaku, aku hanya dipaksa melakukan apa yang Ayah mau. Mas Jeffry melepaskan pautannya setelah beberapa menit. Dia memandangiku, kini tangannya beralih mengusap pipiku. “Jangan pikirin soal Ayah dan berita miring yang lagi menimpa keluarga kita ya, biar aku yang urus. Kamu cukup duduk tenang aja di rumah, rawat Aru dan Al. Paham?” tanya Mas Jeffry.
Aku mengangguk. Sepertinya itu memang pilihan yang terbaik untuk aku dan keluargaku. Mas Jeffry tersenyum karena jawabanku. “Yaudah sekarang keluar yuk dari bathup, jangan terlalu lama,” ajaknya.
“Bangunin,” pintaku. Mas Jeffry membantuku berdiri. Senyumannya semakin lebar ketika melihat tubuhku. Tapi cepat-cepat aku menutupi bagian perutku menggunakan tangan. “Cepetan kamu ambilin bathrobe aku di pintu.” Mas Jeffry lantas mengambil bathrobeku, aku berbalik memunggungi suamiku saat memakai bathrobe. Aku merasa malu menunjukkan bagian perutku pada Mas Jeffry. Luka bekas operasi membuat perutku tidak semulus sebelum melahirkan.
“Kenapa munggungin aku gitu?” tanya Mas Jeffry.
“Malu, perut aku belum balik mulus kayak dulu,” sahutku. Mas Jeffry tiba-tiba saja membalik tubuhku menghadapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DUA BARUNA [END✔]
Fanfiction[17+][bukan BL]Kabira, dikenalkan pada Aru oleh orang tuanya dengan maksud akan dijodohkan. Namun gadis yang akrab disapa Bira itu jatuh hati pada Papa dari Aru, dia adalah Jeffry. "Jangan pindah hati ke Baruna lain, kamu cuma milik aku."