22. Ayahable

1.4K 241 122
                                    

SIANG!!! KOMENNYA JANGAN LUPA!!
.
.
.

“Mas! Bukain pintu dong. Aku nanggung banget nih, masih satu paragraf lagi.” Aku berteriak, meminta Mas Jeffry yang kebetulan sedang di luar kamar untuk membukakan si tamu pintu. Tanggung untukku beranjak turun dari kasur karena sedang mengejarkan tugas kuliah. Mengenai Mas Jeffry, dia memang belum pulang ke rumahnya, sudah dua hari dirinya berada di rumah orang tuaku dan menemaniku. Besok pagi dia baru pulang ke rumahnya karena besok adalah hari kepulangan Ayah dan Ibu dari Semarang. Selama meningap di rumahku, jelas Mas Jeffry tidur di kamarku. Aku sudah memintanya untuk tidur di kamar tamu, tetapi lelaki itu menolaknya dengan alasan takut hantu. Cuih, alasan klasik. Padahal dia sendiri yang bilang kalau kehadirannya di sini untuk menemaniku agar tidak takut hantu. Nyatanya dia sendiri yang takut.

Tak berselang lama, Mas Jeffry masuk ke dalam kamar dengan wajah yang sedikit panik. “Kenapa? Ada siapa di luar?” tanyaku.

“Mairin,” balasnya.

Mataku terbuka lebar. Tidak mengharapkan kedatangan Mairin kemari. Apalagi Mas Jeffry yang membukakannya pintu tanpa mengenakan pakaian atas. Bukannya kami habis berbuat yang tidak-tidak, aku juga baru tahu jika kebiasaan Mas Jeffry di rumah adalah melepaskan kaosnya dan lebih menyukai shirtless. “Kan udah aku bilang, kalau di rumah pakai baju Mas! Sana pakai baju, aku mau nyamperin Mairin,” sewotku. Aku buru-buru turun, berlari menghampiri Mairin yang ternyata datang bersama Mas Andra dan Aga. “Lo ngapain Rin ke sini?” tanyaku ketika sudah berdiri di hadapan Mairin.

“Gila lo ya! Itu bukannya Pak Jeffry yang kliennya Ayah? Ngapain dia di sini? Mana gak pake baju,” tanya Mairin, menyelipkan kata makian di awal.

“Kamu habis ngapain Ra?” tanya Mas Andra yang sedang menggendong Aga yang tertidur.

Aku menggaruk kepalaku. “Ngapain lagi? Kalian juga pasti tau,” balasku.

Mairin menghela napasnya. “Lo punya hubungan sama dia?” tanyanya.

“Iya. Udah sih lo pergi sana, gak usah ikut campur,” kataku.

“Gak ikut campur gimana? Lo adek gue bodoh! Udah berapa kali lo diajak begituan sama Pak Jeffry?” tanya Mairin. “Lo punya otak gak sih Ra? Lo udah gede, harusnya bisa mikir. Gak usah buat yang aneh-aneh padahal lo tau sifat Ayah gimana.”

“Lo gak usah maki gue dong. Biar gue yang tanggung jawab kalau ketauan Ayah. Lagian lo pikir gue gak tau? Sebelum lo nikah sama Mas Andra juga kalian pernah begituan 'kan? Gue gak bilang aja sama Ayah, coba kalau gue bilang? Habis lo. Sekarang gini aja, kita urus urusan masing-masing. Pura-pura kalau lo dan Mas Andra gak liat soal ini. Selesai,” finalku.

“Selesai selesai mata lo empat belas,” maki Mairin. “Awas ya, kalau lo minta tolong gue kalau sampai ketauan Ayah. Gue gak akan bantu.”

“Gak akan. Emang selama ini gue pernah minta tolong ke lo kalau gue lagi susah? Lo doang yang sering minta tolong ke gue. Gue mana pernah?” balasku.

“Rin, sekarang udah dulu bahas soal ini. Kita harus pergi.” Mas Andra berujar.

Mairin melihatku. “Gue sama Andra ada acara hari ini. Lo tolong jagain Aga, nanti malem gue jemput.”

“Lah kok gitu? Gue lagi nugas. Gak bisa,” tolakku.

“Lo mau gue laporin Ayah?” ancam Mairin.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang