93. Piala Oscar

855 175 126
                                    

Kangen yaaa???????? Siapa nih yang udah nunggu??

.
.
.

(JEFFRY POV)

“Wohooooooo!!!!” Di atas jetski, di tengah lautan aku berteriak, melepaskan sementara rutinitas yang tak ada habisnya di luar sana. Kunikmati setiap cipratan air laut, dan sepoian angin yang menyapa kulitku. Benar-benar hari yang indah, sampai aku merasa jika seisi dunia ini hanya milikku dan wanita yang berdiri di tepi, sedang menungguku. Agak disayangkan Bira tak ikut naik jetski bersamaku karena dia sedikit mabuk akibat perjalanan kemarin dari Malang ke Kepulauan Riau, tepatnya di Pulau Pangkil, sebuah pulau pribadi yang menyewakan resort dengan suasana tropikal yang menawan. Dari jauh-jauh hari, aku sudah menyewa tempat ini, bahkan sebelum Ayahku menyarankanku agar mengajak Bira berlibur berdua. Alasanku memilih tempat ini karena aku menyukai laut, permainan air, dan Bira. Iya, Bira. Aku menyukainya sampai tak rela jika orang lain melihatnya hanya mengenakan bikini seperti sekarang, jadi aku sengaja memilih pulau pribadi ini, supaya aku saja yang bisa melihatnya. Tidak terbayang bagaimana jika Bira pergi ke pantai yang ramai orang, dan mengenakan pakaian seterbuka ini. Mata lelaki di luar sana pasti puas dibuatnya.

Kuarahkan jetsiku kembali ke tepi, lalu turun dan menghampiri Bira. Tanpa aba-aba, kusatukan kedua bibir kami dan merengkuh pinggangnya. Kuharap, waktukan berhenti, membiarkanku dan Bira bersatu dalam waktu yang lama. “Mas.” Bira mendorong dadaku pelan. “Jangan lama-lama, masih mual nih. Aku mabok laut.”

“Mabok laut atau hamil?”

Bira merotasikan bola matanya. “Gak secepat itu lah.”

“Wah ada kesempatan lagi dong buat aku.”

“Maunya.”

Aku menunjukkan deretan gigiku. “Katanya mabok laut, gak enak badan, terus kenapa bikinian gini Yang? Pake baju panjang aja dulu.”

“Sengaja, mau ngegoda kamu,” sahut Bira. “Karena aku tau kamu gak bakal berani ngapa-ngapain aku kalau aku sakit.”

Aku tercengang mendengarnya. Istriku ada-ada saja. “Sue banget kamu. Yaudah yuk, kita istirahat dulu aja. Kalau kamu udah enakan, kita main lagi nanti.” Aku dan Bira kembali ke penginapan. Dalam perjalanan, kami melihat beberapa orang yang sepertinya pegawai resort, sedang menata sesuatu di tepi pantai. Mulai dari meja, kursi, dan hiasan lainnya.

“Kayaknya mau ada acara ya Mas?” tanya Bira.

Aku mengedikkan bahu. “Mungkin, ayo cepet masuk, nanti mereka liat kamu gak bajuan.”

Bira mencubit pipiku. “Duh senengnya di posesifin suami.” Sampai di resort, aku langsung mandi, sementara Bira duduk-duduk santai di dekat jendela yang langsung menghadap ke laut. Dia sudah mengganti pakaiannya dengan kaos oversize. “Mas, aku mau telepon Ibu deh, kangen sama Al,” kata Bira.

“Ya telepon aja Yang,” balasku dari dalam kamar mandi, namun masih bisa melihat dan mendengar Bira dengan jelas, mengingat kamar mandinya hanya berupa kaca transparan. Dan tentu saja, Bira juga bisa melihatku.

“Tunggu kamu kelar mandi, takutnya Ibu liat kamu syok nanti.”

Aku tergelak karena ucapan Bira. “Bisa-bisanya kamu kepikiran.” Selesai mandi, kuhampiri Bira yang sekarang berpindah ke kasur. Berbaring di sampingnya sambil menunggu seksama panggilan telepon di angkat oleh Ibu.

“Kok gak di angkat-angkat ya?” gumam Bira.

“Lagi gak megang hp kali Moy.”

Tak putus asa, Bira mencoba kembali menelepon Ibu, tapi hasilnya masih sama, tidak diangkat. “Ah Ibu ke mana coba? Padahal sebelum kita berangkat liburan aku udah minta Ibu buat gak naruh hp jauh-jauh supaya gampang hubunginnya. Kalau udah gini 'kan jadi susah, aku kangen sama Al,” keluhnya.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang