95. Bonus

1.1K 165 70
                                    

Cepet bener udah dikasih bonus chapter aja, harusnya nunggu satu tahunan dulu ya wkwkwkwk
.
.
.

“Yang, mau minum!”

“Yang, mau sate.”

“Yang bikinin aku es buah, gak boleh beli ya...”

“Aku mau bakso tapi gak mau yang daging sapi.”

“Es dawet enak kayaknya.”

“Beliin aku sushi tei dong sayang.” Aku menghela napas berat mendengar permintaan Bira barusan. Belum sempat es dawet yang dia minta sebelumnya terminum, Bira sudah meminta menu baru lagi. Wanita yang duduk bersandar ke kepala ranjang itu tersenyum sambil mengedipkan matanya, berusaha merayuku agar mengabulkan keinginannya. “Boleh ya?” tanyanya.

Aku memaksakan senyum, lalu mengangguk. “Iya, boleh. Selagi nunggu aku beli, kamu minum dulu dawetnya.” Kuhampiri Bira sambil membawa segelas dawet yang kubeli dengan penuh perjuangan karena harus mencari ke sana ke mari untuk menemukannya, mengingat Bira meminta minuman tersebut di jam sepuluh malam, di mana tidak banyak orang yang masih berdagang pada pukul itu, terutama es dawet. Kukecup kening Bira singkat sebelum akhirnya keluar lagi dan membeli sushi. Sekitar pukul sebelas malam dengan membawa pesanan Bira, aku pulang ke rumah. Kutemukan istriku sudah berpindah ke ruang keluarga. Dia duduk berselonjor kaki di sofa, matanya fokus pada siaran televisi, dan tangannya bergerak mengusap perut buncitnya. Menggemaskan. “Nih pesanannya nyonya,” kataku seraya memberikan sushinya pada Bira.

“Asiik!” Bira membuka bungkusannya dan mulai menyantap makanannya lahap. “Mau juga gak Mas?”

“Boleh emangnya?” tanyaku.

Bira mengangguk tak keberatan. Dia menarik tanganku agar duduk di sebelahnya, lalu menyuapiku. “Enak 'kan?” tanya Bira.

“Enak dong, soalnya disuapin kamu.” Kucubit pipi tembam Bira gemas. Kemudian beralih pada perutnya dan mengusapnya. “Adek mau apalagi? Bilang sekarang, biar Papa beliin sekalian. Mumpung Papa belum bobo nih,” kataku mengajak calon adiknya Aru dan Al berbicara. Benar calon adik, Bira kini sedang mengandung anak ketiga kami, kandungannya sudah memasuki bulan ke tujuh. Dan semua permintaan macam-macamnya tadi, bukan percuma, melainkan dia sedang mengidam. Aku sangat bersyukur karena diberikan kepercayaan kembali untuk dititipkan seorang anak. Bukan hal mudah bagiku juga Bira mendapatkan anak ketiga ini, butuh dua tahun penantian jika dihitung dari masa liburan kami ke Malang dan Riau dua tahun lalu.

Setiap hari Bira selalu mencoba testpeck karena sangat mengharapkan kehadiran seorang anak lagi, tapi hasil yang dia dapatkan selalu berujung kekecewaan. Bira juga sempat stress memikirkan dirinya yang tak kunjung hamil. Padahal aku meyakinkannya, jika belum rezekinya bagi kami diberikan anggota keluarga tambahan. Sampai akhirnya tujuh bulan yang lalu, ketika Bira sedang menemani Al bertanding baseball, dia mendadak pingsan dan dilarikan ke rumah sakit. Ternyata setelah diperiksa, Bira dinyatakan sedang mengandung tiga minggu. Rencana-Nya memang tidak ada yang tahu, dulu kami diberikan Al dengan mudah sebelum kami siap dan tanpa merencanakannya, tetapi saat kami benar-benar mengharapkan, butuh waktu untuk mendapatkannya. Namun aku dan Bira yakin, pasti ada hikmahnya dibalik setiap kejadian.

“Adek gak mau apa-apa lagi, makasih ya Pa udah mau direpotin sama Mamoy dan adek,” ujar Bira.

Aku tersenyum. “Sama-sama sayang.”

Wajah Bira berubah sendu. “Maaf ya Mas.”

Aku mengerutkan kening. “Lho minta maaf kenapa?”

“Dari pulang kerja tadi kamu gak istirahat gara-gara ngabulin permintaan aku yang macem-macem. Kamu pasti capek.”

Aku menggeleng. “Gak, aku gak apa-apa. Capek sih dikit, cuma lebih banyak senengnya. Dulu waktu kamu hamil Al, aku gak ada di sisi kamu, gak bisa nemenin masa ngidamnya kamu, jadi pas ada kesempatan ini, aku merasa bersyukur dan gak mau nyia-nyiain. Kamu kalau ngidam apa-apa, bilang aja ya, aku bakal kasih selagi masuk akal.” Di kehamilan pertama Bira, aku tidak bisa menjalankan tugasku sebagai suami yang baik, aku justru meninggalkannya kala dia mengandung Al, maka dari itu sekarang saat Bira menginginkan banyak hal, aku tidak bisa memarahinya walau lelah, aku berusaha memenuhi tanggung jawabku dan memberikan perhatian yang sebelumnya tidak pernah Bira dapatkan selagi mengandung Al.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang