98. Bonus 4

920 160 106
                                    

Siang, walau cuma bonus jangan lupa komennya ya!
.
.
.

Hal yang Bira kurang sukai semenjak menikah adalah pergi ke acara pernikahan orang lain tanpa membawa Jeffry, seperti sekarang ini. Menghadiri sebuah acara pernikahan tanpa ditemani siapapun agak membosankan bagi Bira, dia tidak punya teman mengobrol, dan sedikit iri melihat para tamu undangan yang datang membawa pasangan masing-masing dan mengenakan baju couple. Tidak hanya itu, Bira juga bosan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang yang mengenalnya tentang alasan kenapa Jeffry tidak ikut bersamanya. Pada awalnya, lelaki berlesung pipi itu akan menemani Bira ke acara pernikahan teman istrinya, namun Jeffry mendapat panggilan mendadak soal pekerjaan yang mengharuskannya pergi ke luar kota hari ini. Alhasil Bira datang sendirian. Untungnya tak berselang lama, Gladis juga hadir di acara pernikahan tersebut.

Kini keduanya sedang mengobrol di salah satu meja sambil menikmati makanan yang di sediakan. “Ini acara nikahan mewah bener ya Bir, souvenirnya aja emas. Untung gue dateng, sayang banget kalau sampe kelewatan,” ujar Gladis.

Bira tertawa. “Mantennya aja bos batu bara. Nanti kalau lo nikah, souvenirnya berlian aja gimana?”

Gladis berdecih. “Makan nih berlian.” Gladis menyumpal mulut Bira dengan macaroon. “Lo tau keputusan gue Bir, hal yang lo bilang tadi gak mungkin terjadi.”

Bira mengunyah macaroonnya lebih dulu sebelum berucap. “Iya tau, kali aja berubah.”

“Gak akan.”

“Hei Bir, Dis, udah lama kita gak ketemu,” sapa seorang wanita yang merupakan teman kampus Gladis dan Bira sebelum dia dikeluarkan dari kampus dulu. Raut wajah Bira berubah menjadi lebih dingin, dia ingat jika wanita ini salah satu orang yang pernah mengatakan tidak-tidak mengenai Al di sosial media bertahun-tahun lalu. Kejadiannya sudah sangat lama, tapi Bira tidak bisa melupakannya. Dia juga yang berkomentar di media sosial Jeffry dan menuduh keluarga Baruna yang bukan-bukan.

“Aura ya?” tanya Gladis.

Aura mengangguk. “Kok lo lupa sama gue sih?”

Gladis menunjukkan cengirannya. Padahal dalam hati dia sudah jengkel, sama seperti Bira. “Penampilan lo berubah soalnya, bibirnya jadi lebih gede hehe.”

“Haha operasi. Hidung gue juga lho baru,” kata Aura.

“Oh iya iya,” respon Gladis. Dalam hati dia mendumel, gak nanya sih.

“Bir?” panggil Aura.

Bira yang sejak tadi membuang muka, akhirnya melihat ke Aura. “Kenapa?” tanya Bira.

“Gimana kabar lo? Kita udah lama banget gak ketemu. Soalnya waktu itu lo—”

“Dikeluarin,” sela Bira cepat. “Baik sih gue.”

Aura mengangguk paham. “Anak lo udah empat ya?”

“Hm.”

“Gak pusing apa Bir ngurus anak segitu banyaknya? Udah kayak anak kucing. Untung aja suami gue gak pernah nuntut anak. Jadi gue masih bisa jalan sana sini tanpa direpotin anak. Harusnya lo punya suami yang pikirannya kayak suami gue.”

Bira terkekeh mendengar ucapan Aura. “Punya banyak anak itu gak bikin gue pusing sih, gue malah have fun ya, soalnya suami gue selalu ada di sisi gue, dia juga bayar art buat bantu-bantu gue. Dan untuk suami lo yang gak pernah nuntut itu, mungkin dia sadar diri belum mampu buat menghidupi anak-anaknya, beda sama suami gue yang mampu bahkan buat menghidupi sepuluh anak lagi.”

“Maksud lo suami gue miskin gitu? Heh, lo tau gak sekaya apa suami gue? Dia punya saham di mana-mana tau?!” tanya Aura kesal.

“Bolot ya lo? Gue bilang mungkin belum mampu, bukan miskin. Gue tau suami lo kaya, tapi menghidupi anak-anak itu bukan cuma soal uang, tapi kasih sayang juga.”

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang