47. Jawaban Bira

1.3K 227 135
                                    

Waw udah part 47 aja nih

DOUBLE UPDATE!!!
.
.
.

“Kamu beneran gak mau kasih tau Jeffry siapa orang yang udah ngomongin kamu dan anak kamu?” tanya Ayah Mas Jeffry yang duduk di sofa depanku. Ini pertama kalinya bagiku bertemu dengan Om Robi. Sebelumnya aku hanya mendengar tentangnya dari Aru atau Mas Jeffry sendiri. Ternyata Om Robi memiliki wajah yang mirip dengan putranya, meski sudah berumur, tapi Om Robi masih terlihat gagah.

“Iya Ra, kamu gak mau ngasih tau aku?” timpal Mas Jeffry yang duduk di sebelahku. Kami bertiga sekarang sedang berkumpul di ruangan Mas Jeffry. Dia dan Om Robi terus menanyakan hal yang sama sejak tadi setelah mendengar laporanku mengenai orang-orang yang membicarakan Al. Dan jawabanku juga selalu sama, aku tidak akan memberitahu mereka siapa orang-orang itu. Seharusnya sejak awal aku tak bilang pada Mas Jeffry tentang masalah ini. Tapi tadi aku terlalu emosional hingga tak bisa menahan diri untuk tidak menceritakannya. Al, anakku dikatakan sebagai anak haram oleh beberapa pegawai restoran di sini, bagaimana aku tidak kesal? Bermula saat aku tak sengaja menabrak salah satu juru masak perempuan di dapur dan menumpahkan sepanci sayur yang sedang dibawanya, dia jadi membicarakanku dengan beberapa temannya di toilet, saat itu aku sedang membersihkan pakaianku dibalik bilik toilet. Tak berselang lama aku mendengar beberapa orang masuk ke dalam dan mulai membicarakanku. Awalnya aku biasa saja, tidak terlalu memperdulikannya, tapi saat mereka menyinggung soal Al, aku menjadi sangat kesal.

Halah, paling Pak Jeffry itu cuma manfaatin cewek yang tadi. Liat aja, udah hamil gede tapi gue belum pernah denger tuh kabar pernikahannya.

Bener, kasian tuh anaknya jadi anak haram yang gak akan dapet pengakuan dari Pak Jeffry.

Gue sih kalau jadi anaknya bakal malu banget pas gede. Hasil diluar nikah coba.

Betul, kasian juga dia gak bakal dapet warisan dari Pak Jeffry.

Aku membuka pintu toilet dengan keras, membuat tiga juru masak yang tadi asik membicarakanku sontak membelalakkan mata karena kaget. Aku memandangi ketiganya dengan tajam sebelum akhirnya keluar dari dalam sana tanpa berbicara apa-apa. Sebetulnya bisa saja aku membalas ucapan mereka, tapi aku tidak ingin membuat gaduh, apalagi kondisi restoran sedang ramai dan katanya Mas Jeffry sedang menemui tamu penting. Aku hanya tak ingin memperumit keadaan, itu juga yang membuatku mengambil keputusan untuk tidak memberitahu Mas Jeffry siapa saja mereka. Selain itu, aku rasa terlalu berlebihan jika Mas Jeffry sampai memecat pegawainya hanya karena diriku dan Al.

“Kalau aku kasih tau, kamu bakal pecat mereka Mas,” kataku

“Terus kenapa? Mereka udah ngomongin kamu sama Al,” balas Mas Jeffry.

“Sebenernya kalau ngomongin itu wajar, tapi tadi aku ngerasa kesel aja. Udah ya Mas, kita anggap masalah ini udah kelar. Aku juga udah gak apa-apa.” Walau sebenarnya masih kesal jika mengingat ucapan mereka yang sudah membicarakan Al.

“Bira.” Om Robi memanggilku, lantas aku menoleh padanya. “Udah berapa bulan?” tanya Om Robi, pandangannya jatuh pada perutku.

“Tujuh bulan Om,” balasku.

“Orang tuamu tau kabar kamu sekarang?” tanya Om Robi lagi.

Aku menggeleng pelan. “Aku udah putus kontak sama mereka sejak tujuh bulan lalu.” Aku benar-benar tidak tahu bagaimana kabar Ibu, Ayah, dan Mairin sejak aku meninggalkan rumah. Tak ada dari mereka yang mencariku, begitupun aku yang tak pernah lagi kembali ke sana. Aku takut, jika aku memaksa kembali, akan ada penolakan yang lebih keras dari Ayah.

DUA BARUNA [END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang