41. Hari Keberangkatan

113 13 6
                                    

Alby menatap Devi yang terduduk di kursi penumpang sembari menghela nafasnya pelan. Kini Alby sedang dalam perjalanan mengantar Devi ke bandara. Devi masih sama seperti dua hari sebelumnya. Ia tampak pendiam, lesu dan muram membuat Alby sangat khawatir.

"Jangan sedih. Kakakmu tidak akan senang melihat kau bersedih seperti itu. Kau tahu, kami para dokter biasanya bercanda pada pasien yang mengalami penyakit parah seperti tumor, kanker yang berada di stadium akhir. Kami memperlakukan mereka semua sama seperti orang sehat pada umumnya agar mereka tidak terpikirkan tentang penyakit berbahaya mereka yang sewaktu-waktu dapat merenggut nyawanya," ujar Alby membuka pembicaraan.

Devi yang mendengar perkataan Alby pun menolehkan kepalanya menatap Alby sembari memeluk boneka Totonya dengan erat.

"Mereka yang sakit tidak ingin diperlakukan layaknya orang sakit. Mereka ingin menikmati masa-masa hidupnya dengan bahagia tanpa beban dari panyakit. Hal itu juga sama seperti kakakmu Dev. Coba bayangkan apa yang akan dirasakan kakakmu begitu melihat dirimu yang sekarang? Kau yang sekarang tampak pendiam tidak seperti biasanya. Apa menurutmu ini adalah hal yang diinginkan kakakmu? Tentu saja bukan! Kakakmu ingin kau tetap ceria seperti biasanya dan terlihat sangat bahagia. Itulah alasan mengapa kakakmu merahasiakan penyakitnya darimu. Kakakmu menyembunyikan hal ini bukan karena menganggapmu sebagai anak kecil, melainkan ia tidak ingin melihatmu sedih dan muram seperti ini. Ayolah, kau harus tunjukkan pada kakakmu kalau kau gadis yang kuat, cobaan seperti apapun tidak akan mampu membuatmu tumbang agar Sean tidak menyesal karena membiarkanmu mengetahui penyakitnya," tutur Alby.

"Om Alby benar, kalau begitu aku akan mencoba bersikap seperti biasa om," ujar Devi sembari tersenyum kearah Alby.

Alby yang mendengarnya pun membalas senyuman Devi sembari mengusap puncak kepala Devi pelan.

"Aku tahu bisa melakukannya."

"Tentu saja. Aku ini keturunan wonder woman lho om," timpal Devi membanggakan diri.

"Aku percaya, tapi apakah kau yakin kau akan berangkat sendiri tanpa ditemani Laudya?" tanya Alby ragu. Selain itu ia juga tidak tega Devi berangkat ke Singapura sendirian. Alby takut terjadi apa-apa di jalan.

"Aku yakin. Aku tidak mau berurusan dengan Jessica jika tante Laudya menemaniku ke Singapura."

"Memangnya kenapa? Jessica mulai mengganggumu lagi?" tanya Alby.

"Tidak. Aku hanya mengantisipasinya saja," dusta Devi. Devi tidak mungkin mengatakan pada Alby jika kemarin Jessica berbicara kasar padanya dan mengganggunya. Devi merasa sudah dewasa sekarang dan ia akan belajar mengatasi masalahnya sendiri tanpa melibatkan Alby.

Ting!

Devi merogoh ponselnya dari dalam tas dan menemukan notifikasi pesan dari Raden. Tanpa menunggu lama, Devi segera membaca pesan dari Raden tersebut.

Kau ingat janjiku beberapa hari yang lalu kan? Aku akan membelikanmu es krim. Bisakah kita bertemu sekarang di kafe biasa? Aku ingin memberimu sesuatu

Devi menghela nafasnya pelan sebelum mengetikkan balasan pesan untuk Raden.

Maaf lain kali saja ya kak, aku sedang dalam perjalanan ke bandara. Aku akan pergi ke Singapura beberapa hari. Kita pergi jika aku sudah kembali ya;)

"Siapa?" tanya Alby.

"Kak Raden. Dia mengajakku bertemu di kafe hari ini," jawab Devi.

"Lalu kau jawab apa?"

"Aku jawab aku tidak bisa karena akan pergi ke Singapura."

"Bagus, kau pintar. Untuk saat ini fokus saja menghabiskan waktumu bersama kakakmu dan jangan perdulikan Raden dulu," nasehat Alby yang diangguki oleh Devi.

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang