28. Tidur Bersama?

169 11 2
                                    

"Aww sakit om!!" pekik Devi kesakitan begitu Alby mengoleskan salep luka di pipinya.

"Inilah akibatnya jika kau berkelahi seperti itu. Kau ini laki-laki atau perempuan?! Mana boleh kau memukul temanmu seperti itu?!!" marah Alby sembari terus mengobati memar di pipi Devi.

"Jessica yang memukulku terlebih dahulu om! Jika dia tidak memukulku mana mungkin aku memukulnya lebih dulu? Aku ini cinta damai om! Aku hanya membela diri, lagipula bukankah om Alby sendiri yang mengijinkan aku berkelahi dengan Jessica? Om Alby sudah tua ya mangkanya lupa?" balas Devi berani.

Alby yang mengobati luka Devi pun langsung menghentikan kegiatannya begitu mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan Devi. Alby sangat tersinggung jika itu menyangkut usianya.

"Jangan membawa-bawa masalah tua! Lagipula kenapa kau tidak bisa membedakan mana bercandaan mana tidak? Aku berkata seperti itu bukan berarti aku mengijinkanmu untuk berkelahi. Kau itu perempuan, perempuan tidak boleh berkelahi seperti itu!" nasehat Alby.

"Jadi menurut om Alby aku harus diam saja saat Jessica dan teman-temannya merundungku? Aku ini hanya membela diri om! Jessica menampar pipiku lebih dulu dan aku hanya membalas perbuatannya om. Om pikir ditampar Jessica tidak sakit?! Kenapa om Alby malah memarahiku?!!" marah Devi dengan dada naik turun penuh amarah. Bahkan kedua mata Devi ikut berkaca-kaca karena saking kesalnya.

Alby yang melihat Devi seperti itu pun menghela nafasnya pelan dan kembali melanjutkan mengobati luka Devi. Alby tahu ia salah karena memarahi Devi. Devi hanya membela dirinya karena dirundung oleh Jessica dan teman-temannya. Lagipula ini juga salahnya karena berbicara seolah mengijinkan Devi berkelahi dengan Jessica. Mulai besok Alby akan berhati-hati dengan ucapannya.

"Jangan menyentuhku!" tepis Devi saat Alby hendak mengoleskan salep ke pipinya.

"Lukanya tidak akan sembuh jika tidak diobati," ujar Alby menahan marah.

"Biar saja! Memangnya apa peduli om Alby padaku? Om Alby kan hanya melaksanakan amanat dari kakakku saja tidak lebih, jadi om Alby berhenti saja berpura-pura peduli padaku," ujar Devi.

"Aku tidak pura-pura. Aku benar-benar peduli padamu terlepas itu amanat dari Sean atau bukan. Aku peduli padamu mangkanya aku menasehatimu," tutur Alby.

"Menasehati apanya? Om Alby kan sedari tadi hanya memarahiku. Pagi tadi membela Rea sekarang membela Jessica. Aku ini memang tidak ada benarnya di mata om Alby."

"Baiklah aku salah. Aku minta maaf," ujar Alby.

Devi hanya diam saja tanpa menjawab permintaan maaf Devi. Bahkan gadis itu tidak mau menatap kearah Alby.

"Kau tahu kau salah kan om?" cicit Devi.

"Iya aku tahu."

"Lalu kenapa tetap memarahiku?"

"Aku hanya menasehatimu. Tapi sudahlah kita lupakan saja masalah ini, untuk kali ini aku akan memaklumimu. Aku tidak mau kau berkelahi lagi nanti, bila besok Jessica kembali merundungmu kau bilang saja pada gurumu atau kalau kau tidak mau, bilang saja padaku. Aku akan membuatnya jera," ujar Alby.

*****

"Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti putriku!!" marah seorang pria paruh baya yang tengah menatap dua orang di hadapannya dengan penuh amarah.

"Aku tidak akan menyakitinya jika kau menyerahkan bisnis dan istrimu padaku!"

"Kau gila!! Mana mungkin aku menyerahkan itu semua?!!!"

Dor!!

Devi yang bersembunyi di dalam almari pun melihat dengan jelas bagaimana ayahnya meregang nyawa begitu pistol itu menembaknya. Devi yang mengintip dari celah pintu almari pun langsung membekap mulutnya menahan tangisnya agar suaranya tidak terdengar dan keberadaannya tidak diketahui. Devi tidak dapat melihat dengan jelas siapa pria paruh baya tersebut karena posisi Devi membelakanginya.

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang