25. Mulai Tertarik?

140 11 2
                                    

Keesokan harinya Alby mengantar Devi ke sekolah sama seperti sebelumnya. Bahkan Alby juga menawarkan sebuah kursi roda untuk Devi namun gadis itu menolaknya dengan alasan dia tidak lumpuh dan hanya sedikit pincang saja.
Mau tidak mau Alby pun menuruti ucapan Devi yang mana jika ia tidak menurutinya bisa dipastikan akan terjadi perdebatan tanpa ujung dan Alby tidak ingin pagi harinya emosinya sudah terkuras habis.

"Om," panggil Devi begitu mereka sudah sampai di depan sekolahnya.

"Hm."

"Kurasa aku benar-benar sakit," ujar Devi sembari mengedip-ngedipkan kedua matanya untuk merayu Alby.

"Jangan banyak alasan, cepat pergi sana. Sebentar lagi bel masuk berbunyi, tentu kau tidak ingin menerima hukuman dengan kaki pincang seperti itu kan?" tanya Alby yang membuat Devi mengerucutkan bibirnya kesal.

Devi pun membuka pintu mobil dan segera keluar. Bukan apa-apa sebetulnya, hanya saja Devi malas jika nanti Jessica mengganggunya seperti yang dikatakan Alby kemarin karena untuk saat ini kakinya masih terasa sedikit sakit jadi jika hal itu terjadi Devi tidak bisa melawannya dengan maksimal.

"Om," panggil Devi sembari mengetok kaca jendela mobil.

"Ada apa?" tanya Alby sembari menurunkan kaca mobilnya.

"Kau tidak berniat menggendongku sampai ke dalam kelas? Kakiku sakit untuk jalan sejauh itu," keluh Devi.

"Bukankah aku tadi sudah menyarankanmu memakai kursi roda? Itulah akibatnya jika kau tidak menuruti perkataanku. Sekarang kau jalan sendiri saja ke kelasmu atau jika kau beruntung mintalah Gara untuk menggendongmu. Bukankah kau bilang Gara adalah laki-laki sejati?"

Alby ingin memberi pelajaran terhadap Devi apa akibatnya jika ia tidak menuruti perkataan Alby. Memangnya apa salahnya menuruti perkataan Alby untuk sekali saja?

Dengan kesal, Devi pun segera beranjak dan berjalan dengan sedikit tertatih-tatih menuju ke kelasnya. Hari ini ia datang sedikit lebih siang dari biasanya dan Devi yakin Arin dan Gara pasti sudah berada di kelasnya jadi ia tidak bisa meminta bantuan Gara untuk sekedar memapahnya.

Namun bagaimanapun juga melihat Devi yang sedikit kesulitan berjalan membuat Alby tidak tega. Ia pun menurunkan egonya dan berjalan menyusul Devi lalu berjongkok di depan Devi yang membuat gadis itu sedikit terkejut.

"Cepat naik. Jika kau berjalan lambat seperti siput seperti itu kau pasti akan terlambat," ujar Alby.

Devi pun memukul kencang bahu Alby yang membuat Alby mengaduh kesakitan sembari menolehkan pandangannya ke belakang.

"Kenapa memukulku?" tanya Alby tidak terima, namun begitu melihat kedua mata Devi yang berkaca-kaca pun ia menjadi terenyuh.

"Ada apa?" tanya Alby lembut.

"Aku kesal padamu om!! Kau benar-benar menyebalkan!! Aku ingin memukulmu! Aku tidak ingin masuk sekolah tapi kau memaksaku, aku berjalan kesakitan tapi kau baru datang ingin menggendongku! Kenapa kau tidak melakukannya sedari tadi?! Kakiku rasanya seperti mau lepas huaaaa," ujar Devi sembari menangis keras.

Alby pun bangkit berdiri dan segera menghapus air mata Devi sebelum orang-orang di sekitarnya berpikiran yang macam-macam terhadapnya.

"Baiklah aku minta maaf. Sudah jangan menangis lagi. Aku akui aku salah," ujar Alby sembari menghapus air mata Devi.

"Jangan menangis, kau tidak ingin Jessica melihatmu lemah seperti ini kan?" tanya Alby yang membuat Devi menganggukkan kepalanya.

"Kalau begitu jangan menangis lagi, aku akan mengantarmu sampai ke kelas. Ayo naiklah," ujar Alby.

Devi pun segera naik ke punggung Alby dan Alby pun segera berjalan ke arah pos security dan meminta ijin kepada security untuk mengantar Devi sampai ke kelas dengan alasan kaki Devi yang masih sakit.

Setelah mendapat ijin, Alby pun segera melanjutkan langkahnya menuju ke kelas Devi.

"Dimana kelasmu?" tanya Alby lembut.

"Ke sana," tunjuk Devi sembari menempelkan dagunya pada bahu Alby.

Devi merasa nyaman dalam gendongan Alby dan tanpa sadar ia pun mengeratkan tangannya pada leher Alby. Alby yang merasakan tangan Devi mengerat pun hanya tersenyum.

Begitu tiba di kelasnya, Alby pun segera menuju bangku Devi dan mendudukkan Devi disana. Banyak teman-teman sekelas Devi yang menatap takjub dengan ketampanan Alby. Jangankan teman-teman Alby, Devi pun juga takjub begitu menyadari ternyata selama ini ia tinggal dengan pria tampan seperti Alby. Astaga selama ini ia kemana saja?

"Apa yang kau lihat?" tegur Alby begitu Devi memandangnya tanpa berkedip.

"Kau tampan sekali om," jujur Devi seraya tersenyum.

"Kau jelek sekali," balas Alby yang membuat ekspresi wajah Devi langsung berubah.

"Aku tidak jelek om!!" protes Devi sembari menatap Alby dengan kesal.

"Cepat belajar sebentar lagi bel masuk berbunyi. Ingat, kerjakan soal yang mudah terlebih dahulu. Aku pergi bekerja dulu, nanti aku akan minta Ryan menjemputmu," pamit Alby.

"Siapa Ryan?" tanya Devi bingung.

"Teman sejawatku. Hari ini aku ada jadwal operasi hingga malam hari jadi aku tidak ada waktu untuk menjemputmu dan aku juga tidak mungkin membiarkanmu pulang naik bis," jawab Alby.

"Kenapa tidak minta tolong kak Raden saja yang menjemputku?" rengek Devi.

"Dia pasti sedang sibuk lagipula aku tidak terlalu mengenalnya. Sudahlah aku pergi dulu."

Setelahnya, Alby pun keluar dari ruang kelas Devi. Begitu Alby keluar, teman-teman perempuan Devi langsung menyerbu Devi untuk menanyakan siapa pria tampan yang baru saja menggendongnya ke kelas.

"Dev siapa pria tampan tadi?"

"Apa dia kakakmu?"

"Wah aku tidak menyangka kau memiliki kakak setampan itu, tolong kenalkan padaku!!"

"Iya benar!"

Devi pun malas menanggapinya dan untung saja Arin dan Gara langsung mengusir mereka semua.

"Cepat kembali ke tempat duduk kalian masing-masing sebentar lagi bel akan berbunyi!!" teriak Gara.

"Ada apa dengan kakimu? Kenapa kau sampai digendong om Alby sampai kelas?" tanya Arin.

"Kakiku terkilir," jawab Devi sembari tersenyum lebar.

"Ini bukan akal-akalanmu saja kan?" tanya Gara curiga.

"Untuk apa aku seperti itu! Kakiku benar-benar terkilir dan rasanya sangat sakit tahu! Untuk apa aku melukai diriku sendiri," kesal Devi.

"Iya-iya aku percaya padamu. Tapi ngomong-ngomong kau tidak ada rasa sedikitpun terhadap om Alby? Dia sangat tampan, perhatian dan sangat baik kepadamu. Kau tidak takut lama-lama kau akan jatuh cinta padanya?" tanya Arin serius yang diangguki oleh Gara.

"Tentu saja tidak! Pemikiran macam apa itu. Aku akui aku memang mengagumi ketampanannya tapi jika dipikir-pikir itu adalah hal yang tidak mungkin. Om Alby sangat menyebalkan dan aku tidak menyukainya. Lagipula om Alby sudah menjadi milik dokter Renata dan aku juga sudah berjanji pada dokter Renata untuk menjadikannya wanita satu-satunya untuk om Alby," jelas Devi.

"Halah gaya bicaramu seperti orang dewasa saja," cibir Gara.

"Lebih baik kalian segera duduk di bangku kalian masing-masing sekarang sebelum guru datang," ujar Devi pada akhirnya dan memilih tidak menanggapi perkataan Gara.

Setelah kedua sahabatnya kembali ke tempat duduknya, Devi pun diam termenung. Benarkah ia mulai menyukai om Alby? Tapi itu tidak mungkin! Mungkin saja ia hanya mengagumi ketampanan Alby saja dan perlakuan baik Alby padanya itu karena Alby menganggapnya sebagai adik perempuannya saja tidak lebih.

Devi meyakinkan dirinya sendiri jika orang disukainya adalah Raden bukan Alby. Ah jarang bertemu dengan Raden membuat Devi sedikit meragukan perasaannya dan mulai sekarang Devi akan membuat rencana agar ia bisa bertemu Raden sesering mungkin agar perasaannya pada Raden semakin tajam.

*****

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang