93. Tertembak

38 2 1
                                    

Devi mengerjap-ngerjapkan kedua matanya mencoba mengenali di mana ia berada sekarang. Kepalanya terasa berat dan berdenyut, mungkin karena efek benturan dan pukulan di kepalanya yang dilakukan pria itu.

Devi pun mengedarkan pandangannya ke segala penjuru arah. Tidak ada siapapun di sana, hanya ada suara tetesan air dari langit-langit yang bocor dan ruangan yang terasa lembab. Tumbuhan liar terlihat menjalar hampir menutupi tembok bangunan membuat ruangan menjadi sedikit mencekam.

Devi mencoba bangkit berdiri namun ia tidak bisa. Kedua tangan dan kakinya terikat kuat. Alhasil Devi hanya menunduk dalam sembari menangis.

Devi mengkhawatirkan keadaan Gara dan Arin. Apakah mereka baik-baik saja setelah terluka parah seperti itu? Bagaimana jika tidak ada yang menolong mereka?

Semakin lama tangisan Devi semakin terdengar, namun Devi berusaha menghentikan tangisnya dan menahan suaranya agar terdengar oleh pria yang menculiknya.

Sebenarnya apa yang diinginkan kedua pria tersebut hingga mereka berani menculik Devi. Tapi satu hal yang Devi yakin, ini pasti ada hubungannya dengan Bima. Ya, satu-satunya orang yang ingin membunuhnya adalah Bima Anggara.

"Sudah bangun?" tanya seseorang yang Devi kenal.

Devi membulatkan kedua matanya melihat siapa yang datang dan seseorang tersebut langsung mematahkan spekulasi Devi jika Bima-lah pelaku penculikan ini.

"Tante Laudya," lirih Devi menatap tidak percaya pada Laudya.

"Aku benci panggilan itu," ujar Laudya dingin.

Belum sempat Devi meminta maaf, Laudya sudah lebih dulu menjambak rambut Devi dengan kuat hingga Devi meringis kesakitan.

Argh!!!

"Kalau saja kau tidak hadir dalam hidup Alby mungkin sekarang kau masih bisa bermain bersama kedua temanmu yang sekarang sedang sekarat karenamu," desis Laudya tepat di telinga Devi.

"Karenaku?" cicit Devi.

"Tentu saja. Teman-temanmu berusaha menyelamatkanmu makanya mereka terluka. Mereka menyia-nyiakan nyawa berharga mereka demi gadis egois sepertimu!"

Devi hanya diam menangis sembari menahan sakit akibat tarikan kuat Laudya pada rambutnya.

"Alby milikku, kenapa kau merebutnya?!! Tidak bisakah kau pergi dari kehidupan Alby? Bukankah kau menyukai Raden? Kenapa tidak bersama Raden saja?!"

"Tante dengarkan aku-"

Plak!!

"Diam, mendengar suaramu membuatku semakin ingin membunuhmu. Ah sial harusnya si tua Bima segera ke mari untuk membunuhmu," gerutu Laudya sembari melepaskan jambakannya pada Devi dan berjalan menjauh dari Devi. Laudya tampak menghubungi seseorang dan Devi yakin seseorang itu adalah Bima.

"Jadi dendam itu masih ada ya?" lirih Devi tersenyum kecut.

Devi pun kembali menangis mengingat hidupnya tidak akan lama lagi. Sebentar lagi ia pasti akan mati di tangan Bima.

"Dev," panggil seseorang yang membuat Devi langsung menolehkan pandangannya ke sumber suara.

"Om Alby," lirih Devi sembari menangis.

Alby segera masuk ke dalam celah jendela dan berjalan mendekat ke arah Devi.

"Kau tidak apa-apa kan?" tanya Alby berlutut di depan Devi yang kini masih menangis. Melihat kondisi Devi yang seperti ini membuat emosi Alby hampir mencapai batasnya. Apalagi begitu Alby melihat luka di sudut bibir Devi benar-benar membuat Alby berang. Laudya memang keterlaluan!!

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang