Alby menggendong Devi menuju luar rumah sakit karena jika terjadi perdebatan atau apapun itu, Alby tidak ingin terdengar dan mengganggu pasien lain.
Selama dalam gendongan Alby, Devi terus saja meronta-ronta minta diturunkan dan tentu saja hal itu membuat mereka menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitar, tapi Alby tidak perduli. Alby tetap melanjutkan langkahnya keluar dari rumah sakit dan mencari tempat yang sedikit sepi.
"Om turunkan aku!!"
"Turunkan aku!!!"
"Om Alby turunkan aku!!"
"Om aku malu!!"
"Jika kau malu maka diamlah!" bentak Alby hilang kesabaran.
Alhasil, Devi pun mengunci mulutnya rapat-rapat dan membiarkan Alby membawanya ke manapun Alby mau.
Alby membawa Devi ke taman yang masih berada di area rumah sakit. Di sana tidak terlalu ramai karena hari sudah petang mungkin orang-orang memilih untuk pulang atau masuk kedalam menunggui sanak saudara mereka yang sakit. Alby pun menurunkan Devi dari gendongannya.
Devi menundukkan wajahnya merasa bersalah. Devi tahu jika ia salah dan seharusnya dia tidak menyetujui rencana Arin, tapi di sisi lain Devi juga ingin bertemu dengan Raden. Sebelumnya Devi bimbang antara menuruti rencana Arin atau tidak karena jujur saja ia juga takut ketahuan orang lain apalagi Alby, tapi karena ia begitu merindukan Raden pada akhirnya ia pun melakukannya walaupun pada akhirnya ia ketahuan Alby juga dan berakhir ia digendong dibawa keluar dari rumah sakit.
"Kau tahu tidak apa yang baru saja kau lakukan?" tanya Alby dingin.
"Aku tahu," lirih Devi sembari memainkan kedua tangannya.
"Lalu?"
"Aku minta maaf om. Aku salah, tidak seharusnya aku pura-pura sakit seperti itu," ujar Devi menundukkan kepalanya.
"Kau tahu itu salah kan? Lalu kenapa kau mau melakukannya?" tanya Alby menahan emosinya.
"Aku merindukan kak Raden. Aku ingin bertemu dengannya," jujur Devi pelan.
"Hanya karena rindu?" tanya Alby tidak percaya.
Devi menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Kau tahu tidak apa akibat dari perbuatan bodoh yang baru saja kau lakukan hanya karena alasan rindumu itu?!!! Apa kau pikir rumah sakit adalah tempat bermain-main untukmu?!! Coba bayangkan bagaimana jika tiba-tiba ada pasien dalam keadaan darurat saat itu sedangkan kau juga dengar sendiri dokter residen sedang rapat dan hanya ada dua orang dokter koas yang berjaga di IGD, daripada menyelamatkanmu yang hanya berpura-pura sakit bukankah lebih baik mereka menyelamatkan pasien yang benar-benar sakit?!! Kau menghambat pekerjaan mereka!!" ujar Alby marah.
"Ta..tapi tadi tidak ada pasien yang dalam kondisi darurat om," cicit Devi.
"Ya, jadi bersyukurlah untuk itu dan aku hanya memintamu untuk mengandaikan saja bagaimana jika hal itu terjadi. Tidak, anak kecil sepertimu memang tidak dapat berpikiran jauh dan berandai-andai seperti itu."
"Kau hanya dapat menciptakan sebuah masalah sebagai ajang menyalurkan egomu. Kau lebih mementingkan rasa rindu sialanmu itu daripada keselamatan pasien lain!! Kau tahu tidak berapa juta orang di luar sana yang ingin memiliki tubuh sehat dan tidak berpenyakitan?!! Mereka yang berjuang melawan penyakitnya mati-matian agar bisa sembuh sedangkan kau yang sangat sehat tanpa satu penyakit apapun malah berpura-pura sakit? Apa menurutmu itu masuk akal? Kau ingin mempermainkan kami para dokter?!!" lanjut Alby berapi-api.
Devi sudah tidak kuasa menahan tangisnya. Apa yang dikatakan Alby memang benar, diluar sana banyak sekali orang yang ingin sehat seperti dirinya namun kenapa ia yang sehat malah berpura-pura sakit hanya karena sebuah rindu? Devi akui alasannya memang tidak masuk akal bahkan terkesan menjijikkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Alby Pujaan Hati
AcakAlby yang seorang dokter bedah digestif pun harus menjadi orangtua asuh sementara untuk Devi yang seorang gadis SMA manja berjiwa balita atas permintaan sahabatnya yang tengah sakit Angiosarcoma hati. Tidak hanya berhadapan dengan kenakalan dan kera...