Setelah menjemput Renata di rumahnya, mereka pun segera bergegas menuju bandara untuk mengantarkan kepergian Renata. Selama perjalanan, Devi dan Renata asyik bercanda dan bersenda gurau sedangkan Alby hanya sibuk menyetir tanpa mau menanggapi kedua wanita yang duduk di jok belakang itu. Kini Alby merasa seperti sopir pribadi mereka berdua saja.
Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, mereka pun tiba di bandara. Aby segera membantu Renata membawa koper dan barang-barangnya sedangkan Devi sibuk dengan ponselnya. Ya, kini ia sibuk berkirim pesan dengan Raden.
Raden : Hari ini ada waktu tidak? Aku ingin mengajakmu membeli es krim di kafe kemarin
Devi : Ada kak! Jam berapa?
Raden : Pukul 09.00, beritahu aku alamatmu biar aku menjemputmu
Devi : Tidak perlu kak, kita bertemu di kafe saja ya ;)
"Simpan dulu ponselmu dan bantu aku angkat kardus ini," tegur Alby yang membuat Devi menghentikan aktifitasnya.
"Tidak apa-apa biar aku saja," ujar Renata mengambil alih kardus yang dibawa Alby namun Alby menolaknya.
"Kau sudah membawa dua di tanganmu," ujar Alby. "Bawa ini dan pindahkan ke trolly," perintah Alby pada Devi.
Devi pun melakukan apa yang Alby perintahkan padanya. Setelah semua barang di pindahkan ke atas trolly, Alby pun segera mendorong trolly tersebut memasuki bandara dengan Devi dan Renata yang mengekor di belakangnya.
"Jika Alby macam-macam padamu, hubungi saja aku. Ini nomor ponselku," ujar Renata sembari memberikan secarik kertas berisi nomor pribadinya pada Devi.
"Siap kak! Kurasa aku akan sering menghubungimu," ujar Devi dengan nada dramatis.
"Aku tahu, kau harus kuat ya saat tinggal berdua dengan Alby. Sifat menyebalkannya sudah mendarah daging sejak lahir," bisik Renata yang masih dapat di dengar oleh Alby.
Brak!
Sontak Renata dan Devi langsung terjengkit kaget begitu salah satu kardus yang berada di trolly sengaja dijatuhkan oleh Alby dan menimbulkan bunyi nyaring.
"Aku tidak sengaja," ujar Alby santai dan kembali melanjutkan langkahnya.
"Kak jangan mengata-ngatainya lagi, nanti bisa-bisa semua barangmu dibanting oleh om Alby," bisik Devi yang membuat Alby menyunggingkan smirknya.
Brak!
"Argh!" pekik Devi kesakitan begitu ia menabrak punggung Alby yang tiba-tiba berhenti di depannya.
"Kau itu kebiasaan kalau jalan tidak pernah melihat depan," tegur Alby sembari berkacak pinggang.
"Kau jangan begitu!" tegur Renata pada Alby sembari memukul dada Alby. "Sakit ya?" tanya Renata pada Devi. Bahkan Renata mengelus pelan dahi Devi dan meniup-niupnya pelan.
"Sudah waktunya pergi, cepat sebelum kau ketinggalan pesawat," ujar Alby mengingatkan.
"Iya-iya," jawab Renata.
Renata pun berpamitan kepada Devi dan bahkan mereka berpelukan lama. Alby melihat keduanya saling berbisik tapi Alby tidak terlalu perduli tentang hal itu. Mungkin yang mereka bisikkan tidak terlalu jauh dari menggunjingkannya.
"Aku pergi dulu, jaga Devi baik-baik dan jangan terlalu sering memarahinya," pamit Renata.
"Hubungi aku jika kau sudah sampai di sana dan jangan lupa kabarkan apapun padaku semuanya. Kau paham maksutku kan?" tanya Alby mengabaikan pesan Renata.
"Aku tahu, baiklah aku pergi dulu. Dev, kakak pergi dulu ya!" pamit Renata yang dibalas lambaian tangan oleh Devi.
"Jangan lupa pesanku ya kak!" balas Devi. Renata pun membalasnya dengan acungan jari jempolnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Alby Pujaan Hati
DiversosAlby yang seorang dokter bedah digestif pun harus menjadi orangtua asuh sementara untuk Devi yang seorang gadis SMA manja berjiwa balita atas permintaan sahabatnya yang tengah sakit Angiosarcoma hati. Tidak hanya berhadapan dengan kenakalan dan kera...