Keesokan harinya seperti biasa Alby mengantar Devi pergi ke sekolah. Kaki Devi sudah sembuh meskipun masih terasa sedikit nyeri tapi Devi dapat mengatasinya.
Sepanjang perjalanan, Devi sedang sibuk belajar dan Alby menyetir dengan tenang. Inilah suasana yang disukai oleh Alby, suasana yang sangat tenang dan damai tanpa suara Devi yang membuatnya darah tinggi. Namun Alby selalu menahan amarahnya dan mencoba memahami Devi, apa yang sebenarnya gadis SMA berjiwa bayi itu inginkan. Devi tipe orang yang tidak bisa dibentak ataupun dikasari tapi sifatnya benar-benar ingin sekali dihakimi.
Lampu merah menyala dan Alby pun menghentikan mobilnya. Sesekali ia menoleh kearah Devi yang sedang sibuk belajar. Pada saat Alby memfokuskan pandangannya kearah jalan, Alby tidak sengaja melihat gadis yang ditemuinya di bawah kolong jembatan sedang berjalan di trotoar.
"Dev," panggil Alby sembari mulai menjalankan mobilnya.
"Hm?"
"Bukankah itu temanmu?" tanya Alby sembari menunjuk ke arah gadis SMA yang mengenakan seragam yang sama dengan milik Devi.
"Bukan. Aku membencinya, aku tidak mau berteman dengannya," jawab Devi melihat sekilas kearah Rea dan setelahnya ia kembali fokus ke buku pelajarannya.
Tanpa diduga, Alby menghentikan mobilnya. Devi yang hendak melayangkan protes pun harus ia urungkan karena Alby sudah terlebih dahulu keluar dari mobil dan berjalan menghampiri Rea.
Entah apa yang dibicarakan keduanya namun yang pasti Alby membawa Rea masuk ke dalam mobilnya. Devi yang melihat hal itu pun langsung melayangkan tatapan tidak sukanya pada Rea.
"Kenapa om membawanya kemari?!!" protes Devi tidak terima.
"Memangnya kenapa? Bukankah kalian satu sekolah? Kita kan satu tujuan jadi apa salahnya membantu teman?" ujar Alby ringan.
"Tapi aku menolak om!! Aku tidak mau!!" tolak Devi. "Kau juga!! Kenapa kau mau diajak om Alby berangkat ke sekolah bersama?!! Memangnya kau tidak tahu kalau aku membencimu?! Harusnya kau menolak bukannya malah ikut-"
"Sudahlah kenapa kau terus cerewet sepanjang hari? Rea itu temanmu kan, kau tidak boleh begitu padanya," tegur Alby.
"Tidak boleh apanya? Dia saja boleh mengata-ngataiku di depan Jessica masa aku tidak boleh mengatainya juga?"
"Lebih baik saya turun disini saja kak," ujar Rea pada akhirnya karena ia tidak ingin Devi semakin tambah marah.
"Ya benar, lebih baik kau turun saja!" timpal Devi.
"Jangan perdulikan perkataan Devi. Ini sudah siang dan sebentar lagi kau akan telat jika berangkat sekolah dengan jalan kaki," ujar Alby.
"Kalau begitu biar aku saja yang turun jika om Alby tidak membiarkannya turun!" ancam Devi.
"Silahkan," ujar Alby sembari hendak menepikan mobilnya.
"Om!!!" marah Devi.
"Kenapa? Katamu kau ingin keluar dari mobil? Aku hanya menurutimu, kenapa jadi marah padaku? Sudahlah daripada kau sibuk marah-marah lebih baik lanjutkan saja belajarmu," ujar Alby.
Devi pun menatap kesal kearah Rea sebelum akhirnya ia kembali berkutat dengan buku pelajarannya.
"Om aku ingin bercerita," ujar Devi tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku pelajarannya.
"Hm?"
"Apa yang om Alby katakan memang benar. Sekarang aku menjadi target bully Jessica dan teman-temannya dan itu berkat seseorang yang ditolong tapi tidak tahu terimakasih dan malah mengataiku," sindir Devi pada Rea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Alby Pujaan Hati
RandomAlby yang seorang dokter bedah digestif pun harus menjadi orangtua asuh sementara untuk Devi yang seorang gadis SMA manja berjiwa balita atas permintaan sahabatnya yang tengah sakit Angiosarcoma hati. Tidak hanya berhadapan dengan kenakalan dan kera...