65. Cemburu (2)

158 14 3
                                    

Devi tidak henti-hentinya memukul-mukul ranjangnya dengan kesal. Bagaimana tidak, Alby benar-benar pergi ke acara ulangtahun Jessica meskipun Devi sudah melarangnya dan memberinya ancaman.

Devi jadi berpikir sebenarnya kesepakatan apa yang tengah dilakukan Alby dengan direktur menyebalkan itu?

Masa iya kesepakatan perjodohan om Alby dengan tante Laudya? Ah tidak mungkin!

Devi kembali memukul ranjangnya berulang kali hingga tanpa sengaja tangannya mengenai luka operasinya.

"Argh!! Sakit!!" pekik Devi mengaduh kesakitan.

Dielusnya pelan perutnya yang masih dalam balutan perban dengan pelan, berharap rasa sakit itu berkurang.

Tok! Tok!

Ceklek!

Devi langsung berhenti mengelus perutnya dan berusaha bersikap biasa saja meskipun rasa nyeri di perutnya belum juga reda.

"Hai, apa kabar? Maaf aku belum sempat menjengukmu sejak kau siuman," sapa Renata berjalan kearah Devi.

"Tidak apa-apa kak. Aku tahu kakak pasti sangat sibuk," jawab Devi pengertian.

"Baiklah, kalau begitu aku akan mengganti perban di perutmu dulu. Apakah rasanya masih sakit?" tanya Renata sembari menyiapkan alat-alatnya.

"Tidak," bohong Devi. Entah kenapa sejak kejadian ia pernah diculik dan hampir kehilangan organ tubuhnya membuat Devi sangat takut pada dokter lain meskipun itu Renata sekalipun dan Devi tidak berani berkata jujur meskipun perutnya terasa nyeri karena pukulan tidak sengaja yang mengenai perutnya tadi.

"Serius tidak sakit? Perutmu sedikit berdarah dan beberapa jahitan terlepas," ujar Renata bingung sembari menatap kearah Devi yang kini menggigit bibir bawahnya seperti menahan sakit.

"Tidak sakit kak," cicit Devi pelan.

"Baiklah, aku akan memperbaikinya. Kau tidak melakukan aktifitas berat kan? Dan perutmu tidak mendapat tekanan atau pukulan kan?"

"Tidak," jawab Devi.

Renata pun mulai mengobati dan mengganti perban pada perut Devi. Devi mencengkeram sprei kasurnya kuat-kuat untuk menahan rasa sakit yang dirasakannya. Keringat mulai membasahi dahinya dan bayangan masa lalunya perlahan berputar kembali memenuhi kepalanya.

"Kalau sakit katakan sakit. Tidak apa-apa," ujar Renata lembut. Devi hanya diam bergeming tanpa mau menjawab perkataan Renata karena ia sibuk menghilangkan bayangan kelam itu dari kepalanya.

"Sudah selesai." Renata segera membereskan peralatannya dan kini menatap kearah Devi yang tampak berkeringat dan pucat.

"Dev kau tidak apa-apa?" tanya Renata khawatir.

"Aku baik-baik saja. Sungguh, kak Renata tidak perlu mengkhawatirkan aku," jawab Devi disertai senyumannya. Devi tidak mungkin menceritakan apa yang ia alami pada Renata.

Renata menghela nafasnya pelan kemudian menggenggam tangan kiri Devi dan menatapnya tulus.

"Dev, jika ada hal yang ingin kau katakan ataupun kau butuh teman untuk bercerita, kapanpun aku siap. Meskipun aku tidak menikah dengan kakakmu, tapi kau tetap adikku. Katakan apa saja yang ada di dalam pikiran yang mengganggumu. Aku akan membantumu," ujar Renata lembut.

Devi tampak terharu begitu melihat sisi lain Renata yang belum ia jumpai. Renata sekarang tampak jauh lebih dewasa dibanding dulu yang sifatnya sebelas dua belas dengannya.

"Kak, kakak tahu tidak kesepakatan apa yang dibuat om Alby dengan direktur?" tanya Devi pada akhirnya.

"Kesepakatan?" bingung Renata.

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang