36. Es Krim

187 11 2
                                    

Alby menggendong Devi keluar dari rumah sakit dan berjalan menuju taman yang terletak tidak jauh dari rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Devi hanya diam saja tanpa mengeluarkan suara sepatah pun. Gadis itu hanya mengamati sekitarnya tanpa minat dan bahkan kini ia memejamkan matanya karena rasa kantuk mulai menyerangnya.

Alby melirik ke belakang untuk melihat Devi sekilas. Apa ini ketakutan Sean jika Devi mengingat kejadian mengerikan itu? Devi hanya mengingat sebagian kecil kejadian itu tapi efeknya sampai seperti itu. Jujur saja Alby juga merutuki kebodohannya akan keputusan sepihaknya. Tidak seharusnya ia menyetujui saran Raka. Bukankah seharusnya ia menurut saja pada Sean? Sean kan yang paling mengerti tentang keadaan Devi bukan Raka. Sial! Kenapa dalam keadaan seperti itu ia malah menjadi bodoh?! Lihat saja tadi bagaimana ketakutannya Devi begitu memasuki ruangan untuk melakukan EEG, dia benar-benar ketakutan hingga tubuhnya bergetar.

"Om," panggil Devi pelan.

"Hm?"

"Mau es krim," ujar Devi.

"Es krim?"

"Iya. Kemarin kita tidak jadi beli es krim om dan aku mau beli sekarang," rengek Devi.

"Baiklah, ayo kita beli es krim."

Devi pun tersenyum senang begitu Alby menuruti keinginannya. Alby pun segera melangkahkan kakinya menuju kafe yang dulu didatangi Raden dan juga Devi untuk membeli es krim.

"Om Alby capek tidak menggendongku seperti ini?" tanya Devi sembari memajukan kepalanya ke sisi samping wajah Alby.

"Capek. Kau kan berat," canda Alby.

"Aku tidak berat om! Om Alby saja yang lemah!" protes Devi tidak terima sembari memukul pundak Alby pelan.

"Baiklah aku yang lemah," ujar Alby sembari tertawa kecil.

Setidaknya Alby merasa lega Devi sudah baik-baik saja dan bahkan tingkah Devi sudah kembali seperti semula.

"Selamat datang," ujar pelayan begitu Alby dan Devi memasuki kafe tersebut.

"Duduk disana om!" tunjuk Devi pada sebuah meja.

Alby pun melangkahkan kakinya pergi ke meja yang Devi maksud dan mendudukkan Devi di sana.

"Aku mau es krim coklat dan vanila ya om?"

"Terserah kau saja," jawab Alby.

"Om Alby mau apa?" tanya Devi.

"Aku tidak mau."

Devi pun segera memesan es krim sesuai dengan keinginannya pada pelayan.

"Kau sangat suka es krim ya?" tanya Alby pada Devi.

"Iya om. Dulu ayah dan kak Sean selalu membawakanku es krim ketika pulang ke rumah dan itu hampir setiap hari. Oh iya aku pernah kemari bersama kak Raden dan aku juga memesan dua," ucap Devi sembari mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya ke hadapan Alby.

"Jangan terlalu banyak makan es krim," tegur Alby.

"Memangnya kenapa om?"

"Kebanyakan makan es krim dapat meningkatkan resiko penyakit jantung, obesitas, membekukan otak, memicu rasa malas dan kerusakan gigi. Ayah dan ibuku melarangku makan es krim sejak dulu," jelas Alby.

"Wah aku jadi kasian padamu om. Selama ini om Alby ternyata belum pernah merasakan manisnya es krim dan rasa dingin yang nikmat di dalam mulut," ujar Devi dramatis.

"Lagipula aku tidak tertarik sama sekali pada es krim," ujar Alby tenang.

Tidak lama kemudian, es krim pesanan Devi tiba. Devi pun segera melahab es krimnya dan Alby hanya mengamatinya sembari tersenyum tipis.

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang