62. Akhir dari Dendam

146 13 4
                                    

Alby duduk di samping tubuh Devi yang sekarang sedang terbaring lemah di ranjang dengan tatapan sendu. Ada rasa penyesalan di dalam dadanya begitu melihat Ganendra berhasil melukai Devi. Jika saja ia membawa Devi ke rumah sakit mungkin Ganendra tidak akan menemukan Devi dan berakhir melukainya.

Namun sekarang nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada gunanya Alby menyesal sekarang.

Alby menghela nafasnya sejenak. Ia ingat kata terakhir Devi yang gadis itu ucapkan sebelum kehilangan kesadarannya. Devi berkata ia ingat semuanya.

Apa maksud perkataannya? Apa Devi sudah mendapatkan kembali ingatannya?

"By."

Panggilan Renata membuat Alby tersadar dari lamunannya.

"Ada seseorang yang ingin menemui Devi."

"Siapa?" tanya Alby bingung.

"Sekretaris Sean."

"Sekretaris Sean? Sejak kapan Sean memiliki seorang sekretaris?"

Renata mengangkat kedua bahunya tidak tahu karena ia sendiri juga bingung sejak kapan Sean memiliki seorang sekretaris.

"Kau sudah mau pulang?" tanya Alby.

"Belum, hanya saja aku ingin pergi ke kafe sebelah untuk beli es krim, ada apa? Aku bisa membatalkan niatku kalau kau mau."

"Bisa jaga Devi sebentar selagi aku pergi menemui sekretaris Sean? Kurasa aku tidak bisa meninggalkannya sendirian." Alby tidak mungkin meninggalkan Devi sendirian apalagi di rumah sakit ini ada Raden yang sewaktu-waktu bisa mencelakai Devi.

"Oke, pergilah. Aku akan menjaganya disini."

Renata menyanggupi permintaan Alby. Ia pun duduk di samping Devi dan menjaganya sampai Alby kembali. Belum ada satu menit Renata duduk, seorang suster memberitahu Renata jika ada pasien yang dalam kondisi darurat. Dengan segera Renata pun segera pergi dan meninggalkan Devi sendiri.

*****

Seorang pria berpakaian serba hitam dan masker hitamnya lengkap dengan topinya tengah berjalan memasuki rumah sakit. Di dalam saku jaket hitamnya terdapat suntik yang berisi cairan racun jenis Arsenik untuk membunuh targetnya kali ini.

Tanpa ragu sedikitpun, pria tersebut segera masuk ke dalam ruang inap Devi. Ia melihat gadis itu masih tertidur nyenyak dan tampak damai.

Rupanya ia belum siuman.

Dengan langkah pelan, pria tersebut berjalan mengelilingi brankar dan berhenti tepat di samping Devi.

Ditatapnya wajah damai Devi dengan dalam lalu pandangannya lari kearah perut Devi yang terluka. Ia akui saat ini ia memiliki perasaan pada Devi. Itulah kenapa selama ini ia tidak melakukan pembunuhan Devi dengan benar.

Untuk seperkian detik ia mulai ragu untuk menyuntikkan cairan tersebut ke tubuh sang gadis, namun ia buru-buru melenyapkan perasaan tak kasat mata tersebut dan kembali mengingat betapa kejamnya ayah Devi pada keluarganya.

Raden merogoh saku jaketnya dan mengambil suntik tersebut. Ia harus cepat sebelum seseorang memergoki aksinya.

Selama ini Raden memilih cara paling cepat untuk membunuh Devi agar gadis tersebut tidak terlalu merasakan sakit dalam waktu yang lama. Itulah mengapa ia marah saat mengetahui Ganendra membunuh Devi dengan cara melukainya sedangkan ia hanya menggunakan seekor siput yang racunnya bahkan tidak terasa sakit di tubuh namun mematikan manusia dalam waktu kurang dari sepuluh menit.

Ketika Raden hendak menyuntikkan cairan dalam infus Devi, tiba-tiba saja ia merasa seseorang tengah menarik ujung jaketnya membuat Raden terperanjat kaget.

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang