"Di mana Devi?" tanya Alby begitu ia tiba.
"Devi sedang tidur," jawab Ishwari.
Alby segera menuju kamar Devi. Alby membuka pintu dan berjalan ke arah ranjang dengan amat pelan. Takut jika suara langkah kakinya membangunkan Devi yang tengah tertidur pulas.
Alby sudah tahu keadaan Devi. Pagi-pagi ibunya sudah menghubunginya dan bertanya di mana keberadaan Devi. Hal itu langsung membuat Alby panik. Untung saja saat itu Alby sudah berada di tengah jalan untuk menyusul Devi ke rumah orang tuanya sehingga ia bisa sampai rumah dengan segera. Ya, begitu selesai operasi Alby langsung pergi menyusul Devi.
Alby juga tahu jika Devi baru saja terjatuh dari sepeda dari ayahnya. Ayahnya sudah menjelaskan dengan detail keadaan Devi padanya. Trauma begitu melihat darah pasti masih menghantuinya.
Alby mengamati Devi yang tengah tertidur pulas. Masih tercetak jelas air mata di pipi Devi yang mulai mengering.
Perlahan tangan Alby membelai lembut rambut Devi dan mencium keningnya lama.
Alby yang merasakan pergerakan dari Devi pun segera mengalihkan perhatiannya penuh pada Devi.
"Maaf aku membuatmu terbangun," ujar Alby lembut.
Devi hanya diam sembari menatap Aly sendu.
"Masih ingin tidur lagi tidak?" tanya Alby. Devi hanya menggelengkan kepalanya pelan sebagai jawaban.
"Bagaimana lukamu? Apakah sudah diobati?"
Lagi-lagi Devi hanya terdiam dan hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Alby pun ikut berbaring di sisi Devi dan membawa Devi ke dalam pelukannya.
"Kenapa tidak minta tolong Asep untuk memboncengmu saja? Bukankah kau ijin padaku untuk naik kuda? Kenapa jadi bersepeda?"
Mendengar pertanyaan Alby membuat kedua mata Devi berkaca-kaca dan hal itu tidak luput dari pandangan Alby.
"Oh baiklah-baiklah aku minta maaf, aku tidak akan memarahimu. Jangan menangis, aku tidak akan bertanya lagi," ucap Alby cepat sembari mempererat pelukannya.
"Aku tidak akan memarahi Devi lagi. Lagipula sepeda Asep kan hanya rodanya saja yang lepas, besok biar kubelikan lagi Asep sepeda yang baru. Yang penting kau baik-baik saja sudah cukup untukku," lanjut Alby.
"Om," panggil Devi pelan.
"Hm?"
"Aku mau melakukan psikoterapi."
Alby menatap Devi dalam. Sepertinya Devi sudah berada di ambang batasnya, mengingat dulu ia menolak permintaan Alby untuk melakukan psikoterapi.
"Kau pasti menderita," iba Alby. "Apa kali ini ada ingatan lain yang kau ingat?"
Devi terkejut begitu mendengar pertanyaan Alby, namun ia berhasil menutupi keterkejutannya. Apa Alby tahu tentang rumah tua itu?
"Tidak ada," dusta Devi.
"Baiklah. Setelah nanti kita kembali ke kota, aku akan carikan psikiater terbaik untukmu," ujar Alby.
Devi pun memeluk Alby dengan erat dan menganggukkan kepalanya menyetujui ide Alby.
"Kau tahu kan tujuan dari psikoterapi ini untuk kebaikanmu sendiri? Sudah saatnya kau melepas semua masa lalumu. Tidak perlu dihapuskan, kau cukup berdamai dengan itu semua dan menjalani kehidupan dengan tenang tanpa terbayang-bayang masa lalumu lagi. Kau sudah cukup menderita, sekarang saatnya kau bahagia," tutur Alby.
"Apa aku berhak bahagia?" cicit Devi.
Alby melepaskan pelukannya dan menatap Devi lembut. Tangan kirinya ia letakkan di atas kepala Devi sembari membelainya lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Alby Pujaan Hati
RandomAlby yang seorang dokter bedah digestif pun harus menjadi orangtua asuh sementara untuk Devi yang seorang gadis SMA manja berjiwa balita atas permintaan sahabatnya yang tengah sakit Angiosarcoma hati. Tidak hanya berhadapan dengan kenakalan dan kera...