23. Devi Marah

137 10 2
                                    

"Lepaskan aku!!"

Gara pun menghentikan langkahnya dan melepaskan cekalannya pada Rea, begitupun juga Devi dan Arin yang juga ikut menghentikan langkahnya.

Devi menatap malas ke arah Rea.

"Kenapa? Mau mengataiku lagi?" tanya Devi.

"Dev!" tegur Gara.

Rea tidak mengatakan hal apapun, ia hanya menundukkan kepalanya dan bergeming.

"Jangan ikut campur urusanku lagi," ujar Rea sebelum pada akhirnya ia berlari meninggalkan Devi, Arin dan juga Gara. Berbeda dengan Devi dan Arin, Gara menatap kepergian Rea dengan penuh arti. Gara menyadari ada sesuatu yang berbeda dari Rea dan Gara percaya apa yang diucapkan Rea adalah sesuatu yang bertentangan dengan isi hati gadis itu sendiri.

"Wah dia benar-benar membuatku marah," ujar Devi sembari mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahnya.

"Lain kali jangan bertindak gegabah dulu, kita selidiki dulu apa masalahnya. Jika sudah begini aku yakin target selanjutnya Jessica bukan lagi Rea, tapi kau sendiri Dev," tegur Gara.

"Kau memarahiku?" tanya Devi tersinggung.

"Aku tidak memarahimu, aku hanya menasehatimu," koreksi Gara.

"Bagaimana mungkin aku hanya diam saja begitu melihat ada kejahatan di depan mataku? Jika kau jadi Rea kau pasti juga memerlukan pertolongan orang lain kan?" tanya Devi.

"Tapi Rea tidak membutuhkan bantuanmu," ujar Arin mengingatkan.

"Ah kau benar, hampir saja aku lupa. Si Rea menyebalkan itu memang tidak tahu terimakasih! Pokoknya aku tidak akan mau berteman dan membantunya lagi!!" kesal Devi sembari menghentak-hentakkan kakinya kesal.

"Sudahlah, lebih baik kita segera pergi ke kafe. Waktu belajar kita sudah tersita banyak karena hal tadi, sekarang waktunya kita belajar," ajak Gara.

"Kau belajar sendiri saja. Aku mau pulang," ujar Devi sembari tangannya melambai kearah taksi yang kebetulan lewat di depannya.

"Kau tidak belajar?" tanya Gara.

"Tidak! Kau belajar berdua saja dengan Arin. Suasana hatiku sedang tidak baik," teriak Devi sembari memasuki taksi tersebut.

"Gara sepertinya aku juga tidak ingin pergi belajar," ujar Arin begitu melihat Devi sudah pergi.

"Aku tidak menerima penolakan. Ayo cepat pergi sebelum kafenya tutup," ajak Gara sembari menarik tangan Arin agar mengikuti langkahnya.

"Garaaaa aku tidak mau...." rengek Arin yang sama sekali tidak digubris oleh Gara.

*****

"Halo, ini Alby."

"Oh dokter Alby ya?"

"Aku mau tanya apakah hasil pemeriksaan biopsi patologi pasien kamar tiga sudah keluar?" tanya Alby dari sambungan teleponnya.

"Mohon ditunggu ya dok, saya periksa dulu."

Alby menjentik-jentikkan jarinya sembari menunggu hasil dari pemeriksaan biopsi patologi dari pasien kamar tiga. Sebenarnya itu bukan tugas Alby karena itu adalah tugas Renata yang seorang dokter onkologi. Karena resign Renata yang mendadak, direktur meminta Alby membantu menangani kondisi pasien tersebut untuk sementara waktu meskipun sudah ada dokter spesialis onkologi yang menggantikan Renata namun direktur masih belum bisa membiarkan dokter baru tersebut mengatasinya sendirian. Bagus! Kini tugas Alby semakin bertambah saja.

Ceklek!

Alby menatap kedatangan Devi dengan sedikit bingung. Bukankah gadis itu bilang sepulang sekolah ia ingin langsung pulang ke rumah untuk belajar? Lalu kenapa sekarang ia berada di ruang kerjanya?

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang