17. Tutor untuk Devi

121 9 0
                                    

"Sampai bertemu lagi, aku masuk dulu ya," pamit Raden begitu mereka tiba di depan ruang IGD.

Devi pun menganggukkan kepalanya seraya tersenyum lebar. Hatinya berbunga-bunga dan ia tidak henti-hentinya menyunggingkan senyum merekahnya begitu mengingat pertemuannya hari ini.

Hati Devi sungguh lega karena Raden tidak marah padanya dan malah bersikap sangat baik padanya. Itulah yang membuat Devi jatuh hati pada Raden. Devi menganggap Raden adalah malaikat tak bersayap yang dikirimkan Tuhan untuknya. Yah katakanlah Devi sedikit berlebihan, tapi memang itu yang dirasakan Devi sekarang.

Ting!

Devi pun membuka ponselnya dan menampilkan pesan Alby padanya. Alby bertanya apakah Devi sudah selesai bertemu dengan Raden atau belum karena ini sudah waktunya untuk Devi belajar.

Tanpa menunggu lama lagi, Devi pun segera bergegas ke tempat Alby berada.

Pada saat ia melewati tempat perawat berjaga di depan ruang IGD, Devi tidak sengaja mendengar beberapa diantara mereka yang sedang membicarakannya. Devi pun menghentikan langkahnya dan berniat untuk mendengarkan pembicaraan mereka.

"Kau tahu tidak kemarin adiknya dokter Alby pura-pura sakit hanya karena ingin bertemu dengan dokter koas?" tanya salah seorang perawat berperawakan sedikit gemuk dengan tahi lalat di atas bibir merahnya.

"Dokter koas? Maksutmu Raden?"

"Iya."

"Mereka berpacaran?" tanya seorang perawat yang baru saja bergabung.

"Kurasa tidak. Mungkin ini cinta bertepuk sebelah tangan. Lihat saja bagaimana cara adiknya dokter Alby berpura-pura sakit hanya untuk bertemu dengan Raden. Tidak dapat dipungkiri sih kalau Raden memang tampan, tapi bukankah perbuatan adiknya-"

"Devi namanya," sela perawat yang baru saja tiba tersebut.

"Iya-iya Devi. Bukankah perbuatan Devi benar-benar menjijikkan? Bukankah ia sama saja menganggap remeh profesi dokter? Apa Devi tidak sadar kalau kakaknya juga seorang dokter disini?"

"Jika aku jadi dokter Alby aku pasti tidak akan berani masuk kerja karena malu."

"Kenapa harus malu? Di sini yang bermasalah adalah adiknya bukan dokter Alby. Memangnya kau tidak lihat dokter Alby langsung menggendongnya dan membawanya keluar rumah sakit?"

"Kalau itu tentu saja aku melihatnya. Anak jaman sekarang kalau sudah menyangkut cinta suka lupa dengan harga diri," timpal perawat lainnya.

"Gara-gara hal itu, dokter Alby diminta direktur untuk menemuinya. Mungkin ia di marahi karena perbuatan adiknya."

"Kau benar. Tapi ngomong-ngomong tadi aku hanya melihat dokter Alby saja yang datang, Devinya tidak ada. Apa dia malu karena ketahuan berbohong?" tanya perawat bertubuh sedikit gemuk tersebut.

"Tidak. Buktinya dia ada di sini sekarang," jawab Devi yang langsung membuat perawat-perawat yang membicarakannya langsung terdiam dan sedikit terkejut.

"Saya akui saya memang salah. Saya minta maaf, tapi saya minta tolong jangan bicarakan dokter Alby yang tidak-tidak. Ini murni salah saya, dokter Alby tidak tahu apa-apa. Terimakasih, saya permisi," ujar Devi sembari membungkukkan badannya merasa bersalah.

Perawat-perawat itupun hanya terdiam dan berdiri kikuk sebelum pada akhirnya mereka memilih untuk melanjutkan pekerjaannya.

Setelahnya, Devi pun segera bergegas menemui Alby.

"Suster Mia, om Alby dimana?" tanya Devi begitu ia tiba di meja perawat yang berjaga.

"Dokter Alby baru saja ke ruangannya," jawab Mia.

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang