20. Pelajaran Dari Kolong Jembatan

135 8 4
                                    

Devi sudah berada di kafe tempat janjiannya dengan Raden. Ia sudah menunggu lebih dari setengah jam yang lalu, namun belum ada tanda-tanda kedatangan dari Raden. Devi sudah mencoba menghubunginya namun tidak ada jawaban dari Raden. Bahkan Devi juga mengiriminya pesan namun tidak ada satu pesan pun yang dibalas oleh Raden.

Bahkan selama menunggu kedatangan Raden, Devi sudah menghabiskan tiga porsi es krim coklatnya dan lagi-lagi Raden belum menampakkan batang hidungnya.

Ting!

Devi segera membuka ponselnya untuk melihat siapa yang mengiriminya pesan.

Gara : Jangan lupa belajar! Aku tidak mau memberimu contekan besok!

Devi memberenggut kesal begitu membaca pesan dari Gara. Gara sama saja seperti om Alby yang selalu menyuruhnya untuk belajar.

Ting!

Dengan malas, Devi pun kembali membuka ponselnya dan ia sedikit bersemangat begitu nama Raden muncul di layar notifikasinya.

Raden : Maaf aku tidak bisa menemuimu. Ada pasien darurat dan dokter Novi memintaku untuk mengawasinya. Kita bertemu lain kali saja ya;)

Devi menghela nafasnya kecewa dengan isi pesan Raden, namun meskipun demikian ia tetap berusaha memaklumi Raden karena yang terpenting adalah nyawa pasiennya bukan dirinya.

Devi : Tidak masalah kak. Lain kali saja. Fighting!!

Setelah mengirim pesan kepada Raden, Devi pun segera bangkit meninggalkan kafe dan berniat untuk pulang. Dalam hatinya ia menyesali perbuatannya yang tiba-tiba saja kabur dari mobil Alby dan memilih pergi menemui Raden.

Sepanjang perjalanan, Devi tidak henti-hentinya menguatkan mental dan dirinya kalau-kalau begitu ia menginjakkan kakinya di rumah Alby, Alby sudah ancang-ancang memarahinya. Yah setidaknya Devi sudah tahu resikonya jika tidak mengindahkan larangan Alby.

"Mau kemana neng?" tanya sopir taksi yang dipesan Devi begitu Devi masuk ke dalam mobil taksi tersebut.

"Apartemen Xaviero building pak," ujar Devi lesu.

Di sisi lain, Alby menatap buku tebal pemberian Renata yang ada di hadapannya. Alby membukanya dan mencari poin penting yang menjadi permasalahannya kini, karena Alby menganggap jika mengatasi Devi dengan emosi yang meledak-ledak itu bukan suatu penyelesaian. Lihat saja contohnya kemarin dan kemarinnya lagi. Sudah berapa kali Alby memarahinya namun Devi tetap saja keras kepala dan mengulanginya.

Setelah mendapatkan petunjuk yang ia cari, Alby pun segera pergi ke ruang tamu untuk menunggu kedatangan Devi. Alby tahu Devi mungkin akan pergi lama mengingat ia pergi bersama orang yang disukainya namun entah kenapa feeling Alby mengatakan jika Devi akan cepat pulang. Daripada menunggu saja tanpa melakukan hal apapun, Alby pun memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaannya sembari menunggu Devi di ruang tamu.

Setelah lebih dari satu jam menunggu hingga pekerjaannya selesai, Devi masih juga belum pulang. Alby melirik kearah jam tangannya dan jam menunjukkan pukul sebelas siang.

Ceklek!

Devi berjalan memasuki apartemen dengan takut-takut. Begitu ia masuk, ia sudah dapat melihat Alby yang duduk di sofa dengan tangan bersedekap dada. Alby pasti sangat marah padanya.

Cepat-cepat Devi langsung merendahkan tubuhnya sedikit membungkuk dengan kedua tangannya yang ia rapatkan ke depan wajahnya sembari meminta maaf sebelum Alby mengeluarkan kata-kata mutiaranya.

"Om maafkan aku, aku sungguh-sungguh minta maaf. Aku janji tidak akan mengulanginya om, aku minta maaf. Kau jangan memarahiku ya om? Aku benar-benar menyesal," ujar Devi.

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang