Devi menatap nanar ke arah ruang operasi tempat Alby berjuang antara hidup dan mati. Devi masih ingat jelas bagaimana Bima menembak dua kali pada kaki dan dada Alby, bahkan kejadian saat Raden menembak Bima juga masih melekat kuat di ingatannya.
Devi menundukkan kepalanya dalam sembari menatap kedua tangannya yang masih terdapat noda darah Alby. Devi mengusapnya pelan namun darah Alby yang sudah mengering menjadikannya sangat sulit untuk dibersihkan.
Devi mendesah pelan. Hanya ada dirinya sendiri di ruang tunggu ruang operasi. Raka entah pergi ke mana, mungkin ia harus memberikan keterangan kepada polisi atau malah ikut melakukan operasi Alby. Devi tidak terlalu memperhatikan Raka ketika dokter seusia Alby itu menyelamatkannya. Yang ia tahu hanyalah Raka datang menyelamatkan dirinya dan Alby bersama polisi saja setelah itu mereka berpencar dengan Raka yang menaiki mobil ambulance bersama Alby sedangkan Devi berada di dalam mobil milik Alby yang dikendarai oleh salah seorang polisi.
Devi terdiam cukup lama. Tidak ada ekspresi khusus yang ia tampilkan bahkan air matanya sudah mengering menangisi semua yang terjadi.
Lama berdiam diri, Devi pun akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar mandi untuk membersihkan noda darah Alby di tangannya.
Begitu selesai membasuh tangannya, Devi pun berniat kembali. Saat itu ia melihat Abimanyu tengah memeluk Ishwari yang menangis tersedu-sedu. Devi tahu Ishwari pasti sangat mengkhawatirkan keadaan Alby.
Devi mengurungkan niatnya untuk kembali ke ruang tunggu operasi, ia memutuskan pergi ke rooftop untuk menenangkan diri sejenak. Selain itu Devi juga belum berani bertemu kedua orang tua Alby secara langsung.
*****
Begitu tiba di rooftop, Devi berjalan pelan ke arah pagar rooftop. Devi menatap matahari yang mulai terbenam dan menampilkan senja di sore hari.
Angin dingin mulai berhembus dan menusuk kulitnya. Seragamnya kotor bercampur dengan lumpur saat ia pingsan dan dibawa ke bangunan tua itu tapi Devi tidak perduli dengan penampilannya yang berantakan.
Devi mendesah pelan. Ia tidak percaya dalam satu hari ini ia berhasil membuat kekacauan yang sangat besar. Tunggu dulu! Sebetulnya kekacauan ini berasal dari mana?
Tes!
Air matanya yang tadi mengering kini mulai mengalir kembali menuruni pipinya.
Bukankah sejak awal ini adalah salah ayahnya? Kenapa ayahnya melakukan hal keji itu pada ibunya Raden? Andai saja hal itu tidak terjadi Devi yakin semuanya akan baik-baik saja dan dendam itu juga tidak akan tercipta.
"Kenapa harus aku yang menanggungnya padahal itu kesalahan ayah?!" teriak Devi sembari menangis.
"Bagaimana? Apa ayah lihat bagaimana menderitanya aku akibat perbuatan ayah di masa lalu?!!" lanjut Devi dengan menengadahkan kepalanya menatap langit seolah ayahnya tengah mengawasinya dari atas sana.
"Keluarga Anggara ingin membunuhku dan sekarang teman-temanku terluka! Om Alby juga! Om Alby hampir meninggal yah!! Apa ayah puas?!!"
"Kalian sangat jahat padaku! Kenapa kalian meninggalkanku sendirian di sini?! Apa aku hidup hanya untuk menanggung kesalahan ayah?!! Ibu dan kakak juga! Kenapa lebih memilih ikut bersama ayah alih-alih menemaniku di sini?!" Tubuh Devi luruh ke lantai. Ia menangis tersedu-sedu sembari menekuk kedua lututnya dan menyembunyikan wajahnya diantara lipatan lengannya. "Aku takut," lirih Devi.
"Aku takut sendirian. Aku takut om Alby, Arin dan Gara meninggalkanku. Aku juga takut om Abi dan tante Ishy membenciku karena menyebabkan putranya terluka, kenapa ayah tidak mengerti aku? Kenapa ayah meninggalkan dendam seperti ini padaku?" isak Devi menumpahkan semua kesedihannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter Alby Pujaan Hati
RandomAlby yang seorang dokter bedah digestif pun harus menjadi orangtua asuh sementara untuk Devi yang seorang gadis SMA manja berjiwa balita atas permintaan sahabatnya yang tengah sakit Angiosarcoma hati. Tidak hanya berhadapan dengan kenakalan dan kera...