7. Alby Marah

207 8 0
                                    

Devi diam menunduk sembari memainkan kedua tangannya sedangkan Alby menatap Devi tajam sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Setelah kejadian tadi, Alby sungguh marah besar. Apartemennya menjadi kotor dan berantakan. Tumpahan dan pecahan mangkuk berisi bubur sudah berserakan di mana-mana, belum lagi di meja ruang tamu penuh dengan berbagai macam snack dan minuman. Alby yang gila kebersihan itu sangat membenci apartemennya berantakan dan kotor seperti ini. Dan satu-satunya tersangka dalam kasus ini adalah Devi Kusuma Wardhani yang mengajak teman-temannya ke apartemen milik Alby tanpa ijin darinya.

Alby yang niatnya ingin pulang untuk mengambil data laporannya yang tertinggal pun malah harus merasakan sakit kepala begitu melihat kekacauan yang terjadi.

"Maaf om," lirih Devi tanpa berani melihat raut wajah Alby.

"Kenapa teman-temanmu datang kemari?" tanya Alby. "Apa aku memberimu ijin?" lanjut Alby sebelum Devi sempat menjawab.

"Tidak," jawab Devi.

"Lalu kenapa kau mengundangnya kemari? Bukankah kau tahu aku sangat benci kotor? Lihatlah bagaimana kondisi apartemenku sekarang! Sangat kotor dan berantakan!!" marah Alby.
"Ini bukan apartemenmu jadi jangan bersikap seenaknya!" lanjut Alby.

"Aku minta maaf," ujar Devi lagi.

"Jika maafmu dapat membereskan semua kekacauan ini untuk apa aku marah padamu," ujar Alby.

"Aku janji akan membersihkan semuanya," cicit Devi.

"Memangnya kau bisa?" tanya Alby yang membuat Devi mendongakkan kepalanya tersinggung.

"Om meremehkanku?" tanya Devi dengan nada tersinggung. "Aku memang gadis manja tapi jika hanya membersihkan kekacauan kecil seperti ini aku bisa! Lagipula ini bukan sepenuhnya salahku. Salah sendiri om tidak memberitahuku apa saja larangan yang tidak boleh kulanggar selama tinggal di apartemenmu yang sangat bersih ini," lanjut Devi berani.

Alby menatap mata merah itu. Mata yang mencoba menahan air mata. Alby tahu ia sungguh keterlaluan pada Devi dan ia juga menyadari kesalahannya karena tidak memberitahu larangan tersebut pada Devi.

"Jika om memberitahuku tidak boleh membawa temanku kemari, maka aku tidak akan membawa mereka kemari. Hari ini aku bosan tidak ada teman. Mau sarapan tapi aku tidak suka bubur hiks. Mereka datang membawakanku makanan dan aku memakannya karena aku tahu hiks, aku tahu aku baru saja sakit dan om Alby memerintahkanku agar aku sarapan dan meminum obat tepat waktu. Dan aku hiks juga tahu om Alby pasti akan marah jika aku tidak memakan buburnya makanya aku memberikan buburnya kepada Gara agar om Alby berpikir aku yang memakannya, ta...tapi Arin merebutnya dan tidak sengaja bubur itu jatuh huaaaa," jelas Devi sebelum pada akhirnya ia menangis tersedu-sedu.

Alby yang melihat Devi menangis tersedu-sedu pun menjadi trenyuh dan mengingatkannya pada seseorang. Cara bicara dan tangisnya sama seperti seseorang di masa lalunya. Dengan cepat, Alby pun segera menghilangkan pikiran tersebut dan segera bangkit dari tempat duduknya. Entahlah, tiba-tiba saja ia merasa bersalah.

"Cepat minum obatmu sekarang lalu pergi istirahat. Aku sudah memanggil petugas kebersihan untuk membersihkan ini semua. Aku kembali ke rumah sakit terlebih dahulu dan kita bicarakan peraturannya nanti malam," pamit Alby.

Devi pun mengusap air matanya dengan kedua tangannya dan menatap punggung Alby yang memasuki ruang kerjanya untuk mengambil laporan kerjanya. Devi tahu ia salah karena mengundang Arin dan Gara tanpa ijin dari Alby, tapi mendengar Alby meremehkannya tiba-tiba saja ia menjadi emosional.

Ting tung!

Devi menghapus air matanya dan menatap kearah pintu.

"Tolong bukakan pintunya. Dia bibi Tari, pembantu disini," pinta Alby sembari menyiapkan beberapa berkas yang akan ia bawa ke rumah sakit dari ruang kerjanya.

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang