14. Mimpi Buruk

175 10 0
                                    

Tok! Tok!

"Hai, kau sudah mau pulang?" tanya Renata yang baru saja masuk ke dalam ruangan Alby dan duduk di kursi yang berada di depan meja Alby.

"Hm," gumam Alby sembari memasukkan beberapa barangnya kedalam tas dan bersiap untuk pulang.

"Devi salah paham padaku," ujar Renata sembari terkekeh kecil begitu mengingat ucapan Devi yang ia ucapkan padanya.

"Tentang?"

"Dia berpikir aku pacarmu," ujar Renata sembari tertawa. "Kau tahu, dia berjanji akan menjadikanku wanita satu-satunya untukmu. Itu konyol sekali haha," lanjut Renata.

"Kau yang membuatnya berfikir seperti itu. Jika dia tahu kelakuan aslimu, dia pasti menyesal berjanji seperti itu padamu," ujar Alby.

"Memangnya seperti apa kelakuan asliku? Aku ini selalu berperilaku baik tahu!"

"Tapi kau yang melaporkan rencana Devi dan dua temannya padaku. Jika dia tahu dia pasti kecewa padamu apalagi kau baru saja berpura-pura membelanya," cibir Alby.

"Aku tidak berpura-pura! Aku tulus membelanya, lagipula kenapa perkataanmu kasar sekali pada seorang gadis SMA sepertinya! Kau tidak boleh berkata seperti itu padanya, kau harus mendidiknya dengan sedikit lebih lembut. Gadis kecil seperti dia tidak boleh dikasari apalagi hatinya mudah sekali terluka. Untuk masalah aku memberitahumu tentang rencana mereka, aku hanya ingin kau menasehatinya dengan baik saja bukan dengan marah-marah dan berbicara kasar seperti tadi. Kau ini bagaimana, sudah diberi Sean amanah untuk menjaga dan mendidik adiknya malah kau bentak-bentak dia! Aku sebagai calon kakak iparnya tentu saja tidak terima!"

"Kau yakin Sean akan kembali padamu?" tanya Alby serius.

"Tentu saja! Aku sudah mengajukan pengunduran diriku kemarin dan besok lusa aku akan langsung berangkat ke Singapura untuk merawatnya. Dia pasti kesepian dan tidak ada yang menemaninya apalagi merawatnya," ujar Renata yang tidak membuat Alby terkejut mengetahuinya karena Alby tahu seperti apa Renata. Jika ia jadi Renata, Alby pasti juga akan memilih resign dan menemani Sean melawan penyakitnya.

"Direktur menyetujuinya?" tanya Alby.

"Tentu saja! Bahkan tidak kurang dari tiga jam setelah aku mengajukan surat pengunduran diriku, dia sudah menyetujuinya. Direktur pasti senang karena penghambat putrinya akan pergi sekarang. Oh iya! Kau jangan sampai bersama si Laudya! Kau cari saja yang lebih baik darinya mengerti?"

"Dari awal aku memang tidak menyukainya. Kami hanya berteman saja," ujar Alby acuh.

"Justru pertemananmu itu yang membuatnya berharap padamu. Sudahlah, aku hanya ingin memberitahumu itu saja. Kau harus segera pulang, kasian Devi menunggumu di mobil. Kau juga harus minta maaf padanya. Oh iya ini ada buku untukmu, semoga kau bisa menjadi orang tua yang baik ya," ejek Renata sembari tertawa.

Alby menatap buku berjudul 'Cara Mendidik Anak dengan Baik dan Benar' dengan sedikit malas.

"Buku macam apa ini?"

"Tentu saja ini buku panduan untuk mengasuh Devi! Kau ini bagaimana! Sudahlah aku harus pergi, lusa kau harus mengantarku pergi ke bandara," perintah Devi sembari bangkit dari duduknya.

"Kenapa tidak naik taksi saja? Aku malas bolak-balik dari sekolah Devi ke bandara mengantarmu," tolak Alby.

"Kau ini tidak pengertian sekali pada sahabat baikmu yang akan pergi sebentar lagi! Lagi pula besok hari minggu sekolah libur!! Sudahlah, aku pergi sekarang. Besok aku sudah tidak masuk kerja jadi jangan merindukanku oke. Dadah muach!" Pamit Renata sembari melayangkan fliying kissnya pada Alby.

Alby menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Renata yang tidak ada bedanya dengan Devi, sama-sama masih anak-anak. Ngomong-ngomong soal Devi, Alby pun segera memasukkan buku pemberian Renata kedalam ranselnya dan segera menggendongnya di punggung lalu bergegas pulang.

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang