46. Feeling Blue

170 16 4
                                    

Devi menatap gundukan tanah di hadapannya dengan air mata yang terus menuruni kedua pipinya. Hatinya belum ikhlas jika harus melepas kepergian kakak satu-satunya yang ia miliki sekarang. Kenapa Tuhan mengambil semua orang yang ia punya? Dulu ayah dan ibunya lalu kenapa sekarang Tuhan ikut mengambil kakaknya? Kenapa Tuhan setega ini padanya? Apa Devi tidak berhak bahagia?

Satu-persatu pelayat mulai berjalan meninggalkan makam. Kini hanya ada Devi, Alby, Renata, Gara, Arin dan juga Laudya yang masih tinggal.

Perlahan tangan Devi terulur untuk menyentuh batu nisan Sean. Devi masih tidak percaya jika kakaknya telah tiada. Isakan kecil mulai terdengar lagi dari Devi membuat Alby berjongkok dan memegang bahu Devi pelan untuk menenangkannya.

"Dev tidak boleh menangis disini ya, air matamu tidak boleh jatuh mengenai makam Sean. Kasihan kakakmu nanti," tegur Alby lembut.

Devi pun mulai mencoba menghentikan tangisnya dan menatap kearah Alby dengan mata sembabnya.

"Aku masih ingin menangis om," cicit Devi.

Alby pun memeluk tubuh Devi dan menenggelamkannya dalam dekapan hangatnya.

"Kalau begitu menangislah di pelukanku," bisik Alby yang membuat Devi langsung menangis dengan keras.

"Tolong ikhlaskan kakakmu Dev. Biarkan Sean pergi dengan tenang," lirih Alby.

"Kakakmu sudah tidak merasakan sakit lagi, Sean sudah bahagia disana. Kasihan Sean jika harus tetap merasakan sakit. Kau tidak ingin Sean merasakan sakit kan?" tanya Alby yang dibalas gelengan kepala oleh Devi.

"Mungkin Tuhan lebih menyayangi Sean dan tidak ingin Sean merasakan sakit untuk waktu yang lebih lama lagi. Sekarang tugasmu adalah mendoakan kakakmu, karena hanya itu yang ditunggu-tunggu oleh kakakmu," pesan Alby.

Tidak jauh berbeda dari Devi, Renata juga merasakan hal yang sama dengan Devi. Hatinya sakit sekali jika harus berpisah dengan orang yang dicintainya untuk selama-lamanya. Laudya yang berada di samping Renata pun mencoba menenangkan Renata dan memberinya pelukan dari samping.

"Yang sabar ya Ta. Kau harus ikhlas dengan kepergian Sean. Kasian Sean disana jika kau terus bersedih, Sean pasti juga ikut sedih," ujar Laudya.

Renata hanya diam tanpa membalas perkataan Laudya.

"Ayo kita pulang, sebentar lagi hujan," ajak Alby.

Renata pun menganggukkan kepalanya menyetujui Alby karena langit memang sudah mengabu dan angin dingin mulai berhembus menerpa tubuh merekaq. Laudya pun menuntun Renata meninggalkan pemakaman begitu juga dengan Arin dan Gara yang turut pergi meninggalkan Alby dan Devi sendirian.

"Kita pulang ya?" ajak Alby lembut pada Devi.

"Nanti kakak sendirian," ujar Devi melepaskan pelukan Alby dan menoleh ke arah makam Sean.

"Tidak. Kakakmu kan sudah bersama ayah dan ibumu. Kakakmu tidak sendirian. Kita pulang sekarang ya? Sebentar lagi hujan."

"Om Alby benar, bukan kakak yang sendirian tapi aku. Aku sendirian sekarang, aku tidak memiliki siapa-siapa."

"Kau kan punya aku. Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian sampai kapanpun. Aku janji," ujar Alby sembari mengacungkan jari kelingkingnya.

Devi kembali meneteskan air matanya dengan tangan kanannya yang mulai menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Alby.

"Om Alby jangan ingkar janji seperti kakak."

*****

Setelah menemani Devi sampai tertidur di kamarnya, Alby pun bangkit dari ranjang Devi berniat untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sudah menumpuk karena ia cuti beberapa hari untuk mengurus semua prosesi kematian Sean.

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang