40. H-1 ke Singapura

131 13 0
                                    

"Aku tidak bisa memberimu ijin selama itu," ujar direktur menolak permohonan ijin Alby.

Alby menghela nafasnya berat. Ia sebetulnya sudah tahu jika cuti lebih dari dua minggu tidak akan diijinkan namun Alby ingin mencobanya, siapa tahu saja direktur memberinya ijin tapi ternyata jawaban direktur memang tidak mengijinkannya untuk mengambil cuti.

"Jika kau cuti bagaimana dengan pasien-pasienmu? Bukannya kau harus tetap mengawasi pasien yang kau operasi kemarin? Bukannya aku tidak memberimu ijin cuti hanya saja dua puluh tiga hari itu adalah waktu yang sangat lama," jelas direktur.

"Baiklah saya mengerti direktur. Saya mohon undur diri, maaf telah mengganggu waktu anda," pamit Alby keluar dari ruangan direktur.

Begitu keluar dari ruangan direktur, Alby cukup terkejut mendapati Laudya yang sudah berdiri di depan pintu sembari menatap kearahnya.

"Sejak kapan kau berdiri disini?" tanya Alby.

"Aku baru saja tiba. Ada apa? Apa ayahku mengancammu atau berbicara buruk padamu?" tanya Laudya curiga.

"Tidak," jawab Alby sembari tersenyum.

"Lalu?"

Alby terdiam sembari berfikir sejenak. Ia tidak mendapatkan ijin cuti dan ia juga tidak mungkin membiarkan Devi pergi ke Singapura sendirian. Devi tidak bisa bahasa Inggris, selain itu ini adalah kali pertamanya naik pesawat dan berpergian sejauh itu. Alby merasa khawatir jika membiarkannya pergi sendirian.

Alby menaikkan pandangannya menatap kearah Laudya. Tiba-tiba terlintas sebuah ide di kepalanya.

"Bisa kita berbicara berdua? Ada hal yang ingin kusampaikan padamu," ujar Alby.

*****

Kini Alby dan Laudya berada di rooftop rumah sakit untuk membicarakan sesuatu hal yang penting.

"Ada apa?" tanya Laudya.

"Laudya kau pernah belajar di Singapura kan?" tanya Alby serius.

"Iya pernah. Memangnya kenapa?" tanya Laudya bingung dengan pertanyaan Alby.

"Bisa aku minta tolong padamu?"

"Minta tolong apa?"

"Bisa kau temani Devi pergi ke Singapura selama lebih dari dua minggu? Aku akan mengganti kerugianmu karena tidak bekerja selama itu," ujar Alby serius.

"Tunggu dulu By. Ini bukan masalah uang, tolong jelaskan dulu apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Devi harus pergi ke Singapura?"

Alby menghela nafasnya pelan sembari menatap kearah gedung-gedung yang berjajar rapi di hadapannya.

"Kakaknya Devi yang bernama Sean sedang sakit. Dokter memvonis ruptur tumor spontan kemarin malam dan perkiraan usia Sean hanya tinggal dua puluh tiga hari saja. Devi ingin menemani kakaknya sampai saat-saat terakhirnya tiba tapi aku tidak bisa menemaninya. Aku tidak bisa mendapatkan ijin cuti selama itu dan Devi tidak bisa bahasa Inggris. Aku tidak tega membiarkannya pergi ke Singapura sendirian," jelas Alby yang membuat Laudya semakin tidak mengerti.

"Sean? Siapa Sean? Bukannya kakaknya Devi itu kau Alby?"

"Bukan," jawab Alby sembari menggelengkan kepalanya. "Aku anak tunggal. Sean menitipkannya padaku karena ia sedang menjalani perawatan di Singapura. Aku sengaja mengakuinya sebagai seorang adik di depan kalian semua agar tidak ada yang berpikiran aneh-aneh karena aku tinggal bersama gadis SMA," lanjut Alby.

Laudya mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.

"Tapi kenapa tidak orangtuanya saja yang mengantarnya ke Singapura By? Apa kedua orangtuanya sudah berangkat kesana duluan?" tanya Laudya.

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang