105. Shiela

22 3 1
                                    

Devi terdiam duduk melamun sembari menikmati keindahan malam dari balkon hotel. Apa ia benar-benar harus melakukan psikoterapi?

Terus terang saja Devi ingin mimpi buruk itu menghilang dari hidupnya namun di sisi lain Devi juga tidak ingin melakukan psikoterapi.

Jika ia menolak apakah Alby akan marah padanya?

Perlahan tangan Devi mulai terangkat menyentuh bekas luka operasinya. Lukanya sudah tidak terasa sakit namun traumanya masih tertinggal hingga saat ini.

"Bagaimana caranya menghapus semua trauma itu tanpa psikoterapi ya?" lirih Devi.

Alby yang baru saja berdiri di belakang Devi pun dapat mendengar pertanyaan yang keluar pelan dari mulut Devi.

Sepertinya Devi memang tidak ingin melakukan psikoterapi.

"Kenapa?" tanya Alby berjalan mendekat ke arah Devi yang membuat Devi terjengkit kaget.

"Om Alby mendengarnya ya?" lirih Devi takut. "Om Alby jangan memarahiku ya? Aku bukannya tidak mau melakukan psikoterapi hanya saja aku tidak punya keberanian melakukannya, aku takut om," lanjut Devi.

"Apa yang kau takutkan?"

Devi menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Aku tidak tahu tapi yang pasti aku tidak berani." Perlahan kedua mata Devi mulai berkaca-kaca.

Devi sungguh tidak ingin melakukan psikoterapi itu. Ia tahu ada yang salah dengan dirinya, bahkan perubahan emosinya yang naik turun pun Devi juga menyadarinya tapi ia benar-benar tidak ingin melakukannya.

"Kenapa menangis?" tanya Alby lembut.

"Aku takut om Alby memarahiku."

"Tidak. Aku tidak memarahimu. Kalau kau tidak mau tidak apa-apa, aku tidak memaksamu. Sudah jangan menangis lagi," ujar Alby menghapus jejak air mata di pipi Devi.

Bukannya mereda, tangis Devi malah semakin menjadi membuat Alby kelabakan sendiri. Apa ada yang salah dengan perkataannya?

Huaaaaaaa

"Ada apa? Tenang dulu, katakan padaku ada apa?"

Huaaaa......

"Kalau kau tidak mau tidak apa-apa. Kita tidak akan pergi ke psikiater, aku tidak akan memaksamu," ujar Alby menenangkan Devi. "Berhentilah menangis."

"Om Alby punya teman wanita tidak?" cicit Devi sesenggukan.

"Ada," jawab Alby sedikit bingung dengan pertanyaan tiba-tiba yang diajukan oleh Devi.

Huaaaaa....

"Eh kenapa lagi? Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?" tanya Alby lembut.

"Om Alby jika sudah lelah denganku pasti akan mencari wanita lain kan?" tanya Devi sesenggukan.

Alby menahan tawanya begitu mendengar pertanyaan Devi. Kenapa Devi bisa sampai terpikirkan hal seperti itu.

"Aku punya banyak kekurangan, punya trauma juga bahkan aku tidak seksi juga," tangis Devi sembari menatap ke arah dadanya.

Alby melebarkan matanya begitu mendengar kalimat terakhir Devi. Apa ia tidak salah dengar?

Astaga kenapa dia semenggemaskan ini?

"Dev," panggil Alby sembari mengangkat dagu Devi agar menatap ke arahnya.

"Kurasa kau belum memahami alasanku memberimu cincin dengan batu saphire merah muda."

Devi menatap Alby bingung namun detik berikutnya ia mulai mengingat perkataan Alby tentang makna batu shapire merah muda yang diberikan Alby padanya.

"Ingat?" tanya Alby. Devi menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Dokter Alby Pujaan HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang