Faculty Room

7 2 0
                                    

Talulah berjalan di samping Mr. Milo. Keduanya memiliki tinggi yang sama, bahkan Talulah mungkin masih memiliki kesempatan untuk bertumbuh lebih tinggi. Tubuhnya memang tegak dan ramping, membuat dadanya membusung dan bentuk bokongnya membulat, membuat banyak siswi sirik gatal untuk berkomentar.

"Genit amat sih jadi cewek. Coba lihat cara dia pake seragam, deh. Mana roknya pendek gitu," cibir Dwi.

Rachel menatap tajam ke arah sahabatnya. Ia tahu sifat Dwi yang kadang-kadang suka berbicara langsung apa yang ada di pikirannya tanpa rem dan filter. "Apaan sih, Dwi. Jangan sirik gitu deh. Biarin aja napa sih. Kayak nggak ngerti aja kalo anak itu memang tinggi kok. Jangan bilang lo sebel karena dia kayaknya nempel terus sama Mr. Milo?"

Dwi diam. Nampak sedang menahan kekesalan.

Memang tidak bisa dipungkiri kedekatan Talulah dengan Mr. Milo. Namun, menurut Rachel, semua orang sepertinya mahfum dengan hal ini. Sebelumnya, Talulah juga begitu dengan dengan guru sejarah yang lama, Mr. Rahman. Tidak akan ada yang sampai menyangka bahwa Talulah memiliki niat tertentu, apalagi seperti ucapan Dwi, genit menggoda Mr. Milo.

Talulah memang murid perempuan yang menarik. Wajah ayunya tenang dan adem. Ia jarang tersenyum seingat Rachel, tapi sudut-sudut wajahnya seperti menunjukkan bahwa ia selalu sumringah. Talulah juga merupakan seorang siswi perempuan yang misterius. Ia tak banyak teman dan tak terlalu sering bersosialisasi. Sepertinya ia menghabiskan waktu untuk berfokus pada mata pelajaran yang ia gemari. Makanya, Talulah dikenal sebagai siswi berprestasi di bidang ini sejak lama.

Hanya gara-gara guru sejarah baru di Uni-National adalah Mr. Milo, yang muda dan menarik, sama sekali tidak berarti Talulah tertarik pula dengannya dan menggunakan kesempatan mendekati Mr. Milo untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri.

Rachel memandang prihatin ke arah Dwi. Ia tak mendukung pola pikir sahabatnya itu. Meski ia juga sejatinya iri dengan Talulah yang memiliki kemampuan dan kesempatan tersebut. Bila ia adalah Talulah, entah bagaimana senangnya ia. Ia akan habis-habisan memerhatikan Mr. Milo, menonton wajahnya yang indah bagai sebuah pertunjukan teater yang megah.

Rachel tersenyum-senyum sendiri. Wajahnya memanas dan mulai perlahan merona kemerahan.

"Idih, napa juga ni anak ketawa-ketawa sendiri?" ujar Dwi bingung dengan perilaku Rachel yang mendadak berubah. Rachel sendiri tak acuh. Ia sudah terlanjur terserap ke dalam imajinasi dan khayalannya sendiri.

Diluar pemikiran Rachel, sebenarnya Dwi tidak begitu salah. Meski kalimat yang ia ucapkan mungkin tidak pantas diucapkan dan didengar, tetapi kenyataannya memang Talulah habis-habisan memanfaatkan waktu dan kesempatannya untuk mendekatkan diri dengan idolanya itu, sang guru sejarah baru itu.

Talulah tidak main-main. Tidak ada yang paham benar niatnya yang satu itu, seberapa besar keinginannya untuk tetap bersama Mr. Milo. Keinginan ini bukan rasa ketertarikan anak remaja terhadap guru mudanya saja, bukan pula cinta monyet. Talulah belum pernah merasakan ledakan perasaan yang sebegitu besar dalam hidupnya.

Ia sungguh yakin, ia jatuh cinta dengan Mr. Milo. Ia menginginkan laki-laki itu untuk menjadi kekasihnya.

Sementara ini, ia masih bisa menunjukkan dengan meyakinkan kepada baik Mr. Milo maupun seluruh sekolah, bahwa urusannya hanya berhubungan dengan mata pelajaran belaka. Namun, Talulah mungkin tak bisa tahan lagi terlalu lama. Ia ingin Mr. Milo sadar bahwa ia memiliki perasaan khusus terhadap dirinya.

Kini, ia masih leluasa berjalan berdampingan dengan Mr. Milo, menghubunginya hampir setiap saat, dan sungguh-sungguh menikmati memandang wajah gurunya itu di dalam kelas. Namun, tentu ia ingin lebih. Ia menginginkan hal yang lebih jauh daripada ini.

Mr. Milo bagi Talulah, bukan sekadar menawan. Wajah tampannya yang memang tak bisa hilang dalam semesta Talulah itu diimbangi dengan caranya berbicara dan memperlakukan Talulah. Mr. Milo sangat informatif dan membantu Talulah dengan baik. Namun, yang membuat Talulah makin terpesona adalah sifat gurunya itu. Padahal belum genap dua bulan ia mengenal Mr. Milo, tapi Talulah sudah memutuskan bahwa ia akan memiliki laki-laki itu.

Bagi Talulah, Mr. Milo begitu ramah, lucu, dan begitu memperhatikan lawan bicaranya. Ia tidak pernah berhenti menunjukkan kepeduliannya kepada Talulah. Tak salah apa yang dikatakan Dwi. Talulah akhir-akhir ini mulai sering memerhatikan dirinya sendiri di depan cermin, bergaya, dan sungguh memerhatikan penampilannya. Tidak peduli bila ia hanya mengenakan seragam saja. Bahkan, Talulah nekat untuk sesekali mencoba menggoda Mr. Milo.

Hari ini misalnya. Ia sengaja mengenakan rok seragam lamanya yang memang sudah pendek. Ini untuk membuat penampilannya sedikit menggoda. Apalagi ia sepertinya masih bertumbuh tinggi. Sepasang kakinya jadi terlihat semakin jenjang. Bagaimana Dwi tidak terpancing untuk menjadi sirik dan berkomentar negatif. Talulah memang sudah dewasa dan matang.

Talulah tak tahu apakah ini adalah hal yang benar untuk dilakukan. Ia toh tak begitu peduli lagi. Ia hanya ingin bereksperimen dan mencoba berbagai macam cara untuk mendapatkan balasan perhatian yang lebih dari Mr. Milo.

Masih ada tujuh menit sebelum waktu istirahat usai. Talulah duduk di samping Mr. Milo. Kini keduanya berada di ruang guru. Ada beberapa orang guru juga di ruangan yang disebut juga faculty room itu.

Mr. Milo sedang menjelaskan beberapa poin pada Talulah dalam materi yang telah ia ajarkan. Namun, Talulah meminta Mr. Milo untuk memberikan sedikit penjelasan lagi untuk beberapa poin proyek esai yang sedang ia kerjakan. Talulah sungguh bertanya dan memerlukan informasi bagi tulisannya. Mr. Milo mampu menyediakan serta menyampaikan dengan baik. Di saat yang sama, tentu saja ia ingin berada dekat dengan Mr. Milo.

Untung Talulah memiliki kemampuan multitasking. Fokusnya pun tak terpecah ketika sedang mendengarkan Mr. Milo, maupun menikmati pemandangan di sampingnya tersebut.

Seluk-beluk tulang wajah Mr. Milo yang tegas tetapi lembut di saat yang sama, makin membuat Talulah tahan berlama-lama di samping guru muda itu. Bahkan Talulah suka aroma Mr. Milo yang manis, tetapi samar-samar. Tidak seperti sedang memakai pewangi. Parfum apa sebenarnya yang ia gunakan? Pikir Talulah.

Sewaktu akhirnya bel bernada tanda waktu masuk kembali ke kelas telah berbunyi, Talulah keluar dari faculty room dengan tersenyum lebar. Hatinya penuh sukacita. Ia merasa seperti telah terisi penuh hari ini. Hatinya berbunga-bunga seperti berada di dalam sebuah taman.

Ia berpapasan dengan Rachel. Karena hatinya sedang begitu bahagia, Talulah spontan tersenyum ke arah Rachel. Rachel juga dengan otomatis membalasnya. Kedua murid perempuan jurusan sosial berbeda kelas itu saling bertukar sapa pula.

Di dalam hati, Rachel semakin menyesalkan kata-kata Dwi karena terbukti, walau tidak akrab dengan Talulah, Rachel yakin gadis cantik dan tinggi itu adalah seseorang yang baik. Tidak adil berprasangka buruk padanya hanya karena Talulah dekat dengan Mr. Milo.

Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang