Hijrah

4 2 0
                                    

Rachel malah merasa lega ketika Vivian tidak setiap hari menghubunginya. Kini, mungkin dua atau tiga hari sekali Vivian menyempatkan diri untuk video call atau sekadar chat, berbagi informasi dan kabar kepadanya. Itu berarti Vivian sudah mulai sibuk. Ia sungguh ikut bahagia dengan semangat baru Vivian tersebut. Urusan modelling memang menjadi bagian tak terlepas dari gadis itu, pikir Rachel.

Vivian sendiri memang tengah mempersiapkan segala sesuatu untuk hijrah ke Amsterdam. Semenjak ia menghubungi saudaranya, sepupunya itu tak putus-putus memintanya untuk segera berangkat. Vivian membutuhkan waktu hampir tiga minggu untuk meminta izin cuti di kampusnya, mempersiapkan dokumen imigrasi dan lain sebagainya. Ia bahkan tidak memberitahukan kedua orangtuanya atas rencananya ini tersebut.

"Gue juga bakal menghasilkan duit entar, Rach. Jadi, mereka nggak perlu merasa rugi menghabiskan dana ratusan juta buat kuliah gue," ujar Vivian kepada Rachel yang hanya bisa menghela nafas, prihatin tetapi paham atas hubungan Vivian dan orang tuanya.

Sophia dan Dwi yang diberitahu kemudian sama-sama memberikan dukungan, meski Sophia masih menyarankan agar Vivian kelak tetap dapat melanjutkan dan menyelesaikan kuliahnya.

"Hi, guys. Aman ya. Touch down, Amsterdam!" pesan Vivian di group chat the Four Musketeers mereka, melaporkan bahwa ia telah sampai dengan selamat di Amsterdam, Belanda.

Setelah itu, dua bulan penuh, Vivian sudah langsung sibuk dengan pekerjaannya. Rupa-rupanya, sang sepupu sungguh-sungguh menginginkan agar Vivian terlibat di bidang ini. Vivian mungkin adalah model alami yang dengan mudahnya mempesona di lensa kamera sang sepupu. Tim fotografi yang dibangun saudaranya di Amsterdam itu selalu kebanjiran project, sehingga kehadiran Vivian memberikan nuansa yang baru. Sebentar saja, walau masih terbilang amatir, Vivian melompat menjadi figur penting di scene modelling Amsterdam. Dalam dua bulan, ia sudah bisa bekerjasama dan hang out dengan influencer asal Belanda, Juultje Tieleman serta Dominique Canbido yang terlibat di dalam beberapa sesi pemotretan mereka.

Follower Vivian di tanah air melonjak naik, ditambah para followers baru internasional, terutama di Belanda sana.

"I really need to see Silvia's face when she knows about this. Gue bener-bener pengin lihat gimana tampangnya setelah tahu project lo bareng Juultje dan Dominique," seru Dwi berkobar-kobar di sesi video call mereka.

"Hush, udah ah, Silvia mulu di bawa-bawa. Move on dong, guys. Dia bukan level Vivian lagi," ujar Sophia yang langsung diikuti oleh tawa anggota-anggota lainnya.

Popularitas Vivian dalam dua bulan ia tinggal di Amsterdam sepertinya tidak membuat Rachel, Dwi maupun Sophia terkejut. Vivian yang tinggi, cantik, fashionable, dan seksi itu tinggal menunggu waktu untuk diekspos ke publik saja.

Vivian makin super sibuk. Tingkat kesibukannya mengalahkan yang lain, termasuk melebihi Dwi yang sudah sibuk bepergian untuk penelitian linguistiknya.

Maka, bulan ketiga Vivian tinggal di Amsterdam, tepat setahun mereka bertolak ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikan, Vivian hampir tidak pernah menghubungi para anggota the Four Musketeers lagi. Namun begitu, Dwi, Sophia dan Rachel masih kerap memberikan like dan komentar pada setiap foto di akun Instagram Vivian yang jumlah follower-nya sudah meroket tinggi.

"Aw, my hot Vivi. Luv u so," komentar Dwi pada foto Vivian di sebuah jembatan di atas sungai yang menjadi salah satu ciri khas kota Amsterdam.

"Kiss, kiss, kiss and more kisses to my beloved Dwi," jawab Vivian.

Sophia memberikan emoticon cinta bertubi-tubi dan Rachel mengaku terpesona dengan pose sahabatnya yang terlihat sekali telah dewasa dengan mini dress, pose serta aura wajahnya tersebut.

"I know you are the goddess, but I can't believe the goddess is my best friend," komentar Rachel yang langsung dijawab Vivian dengan, "You too, my dear. You're the angel. Luv u."

Foto-foto lainnya, seperti Vivian yang mengenakan dress hitam dengan belahan dada yang lebar serta make up dewasa yang hampir membuat sahabat-sahabatnya pangling saking cantik dan berbedanya Vivian. Andai semua berkumpul saat itu, entah apa jadinya Vivian. Dwi, Sophia dan Rachel akan memeluki dan menciumi sahabat mereka yang begitu cantik dan mempersona tersebut.

"Kelas, sis!" komentar Dwi.

Padahal baru setahun saja mereka semua melepaskan diri dari dunia sekolah, kedewasaan telah langsung mengamnbil alih hidup mereka. Vivian yang sudah langsing dari sananya, semakin menonjol dengan kerampingan dan tubuhnya yang tinggi. Wajahnya sudah semakin dewasa, serupa dengan Rachel yang meski masih memiliki pipi yang chubby dan kemerah-merahan, telah sedikit lebih dewasa. Wajah Rachel yang cantik itu sedikit lebih tirus. Aura keremajaannya mendadak berubah menjadi lebih 'megah dan mewah,' tidak sekadar manis atau ceria. Sama seperti Dwi dan Sophia yang sudah semakin matang pula.

Kesibukan sekaligus popularitas Vivian membawa angin segar kepada Rachel, Dwi dan Sophia yang sungguh-sungguh mendukungnya. Dengan kegiatan Vivian yang membuat hidup sahabat mereka itu menjadi semakin hidup, membuat Rachel memiliki alasan yang bagus untuk terus bersemangat menyelesaikan pendidikan serta melanjutkan hidup setelah sebelumnya berada di atas awang-awang, gamang, dan seperti berada di alam mimpi karena tak tahu harus bagaimana.

Tabik, Vivian!

Tidak membual, Vivian menikmati setiap momen pekerjaannya. Ia merasakan bagaimana sesi pemotretan membuatnya merasa kembali hidup. Masih ada kekosongan disana, tetapi kesibukan atas dasar passion-nya sementara berhasil menyelamatkannya dari ketersesatan perasaan.

Jansen, sang sepupu, duduk di sofa apartemen dimana Vivian tinggal. "See, pekerjaan yang gue tawarin ke elo seru, 'kan? Coba dari tahun lalu lo langsung terima tawaran gue, Vi."

"Iya, iya. Thanks bangen, Jan. Tapi nggak juga bisa tahun lalu, kalik. Gue lagi bingung urusim kuliah, lo malah ajak jadi model. Ya pasti gue tetep mikir-mikir lah," balas Vivian.

"Eh, ngomong-ngomong, lo punya seminggu buat break ya Vi. Minggu depan gue ada project lumayan gede. Ada banyak wajah-wajah Asia, termasuk dari negara kita, berpartisipasi di sesi pemotretan kita lagi."

"Oiya? Bakal seru nih. Emangnya bakal pemotretan dimana?"

"Di museum-museum. Gongnya entar di Tropenmuseum yang ikonik itu. Temanya memang sejarah. Makanya, diversity alias keberagaman itu jadi tema utamanya. Kebetulan pemerintah Belanda sedang bekerjasama dengan pemerintah kita dalam project besar mengembalikan banyak benda-benda bersejarah yang ada di Belanda. Nah, jadi pas sekali temanya. Campaign hubungan sejarah pemerintah Belanda dan negara kita ini kemudian disandingkan dengan tema project kita juga. Lo bakal seneng ketemu model-model satu negara, selain negara-negara Asia yang lain," Jelas Jansen dengan bersemangat.

"Wow, it's going to be very interesting," respon Vivian sama bersemangatnya. Ia sudah bisa membayangkan berkumpul dan bekerjasama dengan model-model dari latar belakang budaya dan bahasa yang sama dengannya. Kangen juga berbicara bahasa Indonesia selain dengan Jansen di Belanda. Mungkin tidak akan bermasalah bagi Dwi yang memiliki kemampuan multilinguis yang mumpuni sehingga akan mudah baginya mempelajari bahasa Belanda dengan cepat. Namun, syukurlah, orang-orang Belanda merupakan pengguna bahasa Inggris yang aktif dan lancar.

Vivian sudah membayangkan dirinya berfoto dengan latar belakang bangunan museum Tropemuseum yang ikonis tersebut. Vivian tersenyum.

Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang