William tersentak dari tempat duduknya di kantin. Rachel sudah berada di depannya. Gadis cantik itu tersenyum tipis tetapi manis ke arahnya. "Will, I'm really sorry. Jangan Sabtu ya. Aku beneran harus antar Mom ke salon ternyata. How about Sunday? Jamnya terserah kamu deh. Nanti kamu hubungin aku ya. Just let me know what time and where."
William mengangguk, agak kaku. Ia terkejut karena Rachel sang pujaan hati datang ke hadapannya dan jelas-jelas menyatakan bahwa ia setuju dengan ajakan menontonnya.
Sebelumnya memang Rachel juga sudah mengatakan bahwa kemungkinan besar hari Sabtu akan sulit untuk mendapatkan jadwal yang pas, dan memang hari Minggu adalah yang paling tepat. Hanya saja William tak menyangka Rachel yang langsung datang kepadanya tanpa perlu menunggu chat.
Rachel kembali tersenyum. "Ok, see ya then," ujar sang gadis sembari berlalu.
Rita yang duduk di samping saudara kembarnya itu hampir saja tak bisa menahan keterkejutannya. Ia menyikut lengan William. "Will it be a date, Will? Kalian bakal kencan?" bisiknya seperti tak percaya.
William tersadar, agak risih dengan ucapan Rita. "Apaan sih? Nggak lah. We're just going to watch something. That's all."
Senyuman Rita mengembang meski samar. "So, it's a date then. Luar biasa kemajuannya. I pikir you nggak bakal berani ngajak Rachel keluar. Kalau berani pun belum tentu berhasil."
"Oh, come on. Let me at peace. Jangan ngejek terus. Kami cuma nonton kok," balas William.
Rita malah semakin bersemgat untuk menggoda saudaranya itu ketika mendadak ia teringat sesuatu.
"Eh, Will. It's this Sunday, right?"
"Iya. Kenapa memangnya? Mau tahu aja urusan orang."
"Jadi, rencana mau nonton dimana?"
"Apaan sih. Mau tahu aja."
"Ah, Will. I'm being serious. Soalnya Sunday I juga rencana mau lihat pameran bahari di mall, itu deket Gia's Toys Shop. Kalian nonton disana aja gimana? I nebeng."
"Ya ampun, ganggu urusan orang aja. It's going to be awkward kalau you ikutan."
"Gini aja deh. You antar I ke mall dulu sebentar, baru jemput Rachel. I 'kan gak bisa drive. Males kalau pakai ojek online. Ya Will, ya, please.
Rita sama sekali tidak ingin mengganggu William. Ia cukup lega ketika akhirnya William berhasil pergi keluar bersama Rachel. Meski William mengatakan bahwa acara mereka ini bukanlah sebuah kencan, tetap saja ia bisa merasakan bahwa William begitu senang. Ia ikut bahagia untuk William. Hanya saja, Rita tidak mau sendirian berangkat ke mall untuk menyaksikan pameran bahari. Jelas-jelas ia ingin bertemu Mr. Milo. Ia juga menganggap pertemuan ini sebagai sebuah kencan, meski ia sadar bahwa Mr. Milo tidak demikian. Jadi ia tidak mau terlihat sekali terlalu bersemangat. Dengan diantar William, ia jadi punya alasan bahwa ia berangkat dengan saudara kembarnya yang tidak mau diganggu karena sedang berkencan. Ia mungkin akan bisa berlama-lama bersama Mr. Milo, atau kalau nasih mengizinkan, mana tahu Mr. Milo berinisiatif mengantarkannya pulang.
Khayalan yang luar biasa.
Rita mendesak William dengan begitu keras. Sampai-sampai William tak memiliki cara lagi untuk menolaknya. Lagipula, ia sudah mendapatkan apa yang ia mau, yaitu pergi berdua dengan Rachel. Ia tidak mau mengganggu kesempatan ini dengan alasan sepele.
Maka William pun mengalah. Ia akan mengantar Rita dahulu ke mall sebelum menjemput Rachel. Ia yang akan menyesuaikan dengan jadwal bisokop karena toh Rachel yang mengatakan bahwa ia akan ikut dengan rencana William.
Maka, ketika William akhirnya menyanggupinya, sesampainya di rumah, Rita sudah tak tahan lagi untuk tidak mempersiapkan diri. Pertama-tama ia langsung mencari informasi di internet mengenai pameran bahari yang tadi disampaikan oleh Mr. Milo. Ia memperhatikan dengan detil dan memang bersemangat. Pameran bahari yang diselenggarakan oleh museum bahari nasional itu ternyata bekerja sama dengan museum bahari Asia Timur dan Asia Tenggara. Maka, sudah dipastikan, acara pameran ini akan menjadi pameran yang cukup besar. Melihat koleksinya saja Rita merinding karena saking senangnya. Ia benar-benar berharap semangat membaranya ini mendapatkan tempat yang tepat bersama Mr. Milo yang sepertinya merupakan orang yang tepat berbagi semangat yang sama dengannya.
Setelah hampir satu jam memeriksa, mengecek, membaca dan meneliti tentang pameran tersebut, sudah saatnya bagi Rita untuk melakukan persiapan kedua, yaitu busana.
Ia ingin menjadi yang terbaik bagi dirinya sendiri hari Minggu nanti. Ia ingin menjadi sosok yang cantik dan menarik. Mungkin bukan untuk Mr. Milo, karena toh ia tak yakin gurunya itu memiliki perasaan khusus kepadanya selain sebagai seorang guru. Dan, memang ia juga tak akan mungkin dapat memikat Mr. Milo sampai kapanpun. Namun, ini jelas bukan tujuan utamanya.
Rita hanya ingin berbusana dan berpenampilan semenarik mungkin dan menjadi versi terbaik dirinya sendiri. Ia ingin semaksimal mungkin berada di hadapan Mr. Milo.
Meski bukan tipe gadis yang terlalu fashionable atau suka berdandan, Rita yang cantik ini tetap paham bagaimana untuk memaksimalkan penampilannya dengan busana yang nyaman. Ia merasa harus menjadi diri sendiri, tetapi tidak berlebihan. Ia beberapa hari lagi hendak pergi ke sebuah pameran di mall, bukannya ikut prom night, apalagi menghadiri gala atau penghargaan bergengsi seperti seorang selebritas. Maka, tak mungkin ia mengenakan sebuah gaun yang mewah.
Maka, tak memerlukan waktu terlalu lama untuk Rita merasa puas dengan rencana dan pilihan busananya.
Rita membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Ia belum pernah jatuh cinta. Mungkin sekali dua naksir dengan sosok cowok, entah itu cowok di dunia nyata, maupun selebritas belaka. Oleh sebab itu perasaan yang meledak-ledak di dalam dadanya ini tak berani ia definisikan. Kalau memang cinta, ia tak keberatan. Kalau cuma naksir semata, atau mungkin tergila-gila, Rita juga tak mau memungkiri. Yang jelas, ia belum pernah memiliki semangat sebesar ini untuk melihat, bercakap-cakap, berinteraksi dan merespon seorang laki-laki yang begitu membuatnya terpesona dan nyaman.
Rita menghela nafas dan mendesah. Ia sadar, mungkin saja ia sedang mengalami fase cinta monyet. Perasaan yang luar biasa indah tetapi hanya sementara. Mungkin tak lama lagi ia akan patah hati, sedih secara berlebihan sama seperti ia merasa senang, kemudian mulai membenci hidupnya, lalu taraf terakhir adalah tertawa karena kekonyolannya pernah menyukai seorang guru.
Tak apalah, pikirnya. Bila memang ini yang harus terjadi, terjadilah. Ia tak mau mencoba mati-matian lagi untuk menolak rasa tersebut, dan berpura-pura tak suka dengan Mr. Milo. Ia sudah memutuskan untuk akan jalani saja dan lihat seperti apa kelak. Yang jelas, ia sedang bahagia sekarang. Mengapa harus ia hindari?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lini Masa
RomanceRachel Loh sepertinya sungguh suka dengan Mr. Milo. Bukan hanya suka, Sophia Chang, sang sahabat, mencurigai bahwa Rachel sedang jatuh cinta pada guru baru mata pelajaran history di sekolah mereka tersebut. Rachel sendiri tidak malu-malu mengakui ba...