Lorong

2 1 0
                                    

Anak-anak murid kelas 12 itu berkeliaran di lorong hotel yang semua ruangannya sudah dibooking untuk satu sekolah. Guru-guru akhirnya merasakan juga kekacauan yang terjadi. Murid-murid sepertinya masih memiliki tenaga yang entah didapatkan dari mana. Siswa laki-laki masih bercanda dan berkejar-kejaran, sedangkan yang perempuan datang-mendatangi kamar teman-teman mereka yang lain.

Kamar Talulah, Rita dan dua orang murid perempuan lain berada di lantai atas yang sedikit lebih sepi dibanding yang lainnya. Di lantai itu juga ada beberapa kamar murid lain yang tidak seberisik lantai di bawah mereka. geng Silvia juga memutuskan untuk memilih lantai atas tersebut yang berkesan lebih sepi dan tenang. Mereka sudah tahu bahwa anak-anak kelas 12 Uni-National lainnya bakal tidak akan bisa diam dan langsung tidur begitu saja.

Setelah selesai mengurus para siswa di lantai bawah - 'mengurus' berarti maksudnya mengusir para siswa untuk segera masuk ke dalam kamar mereka untuk beristirahat, karena esok paginya mereka mulai dengan kegiatan lainnya - Mr. Milo diminta untuk mengecek lantai atas. Di lantai atas, hanya ada tiga kamar yang ditempati para murid Uni-National. Murid-murid ini dianggap adalah 'anak baik' yang tidak terlalu repot untuk diberitahu atau dinasehati. Itu sebabnya tidak ada kamar guru yang ditempatkan di atas.

Awalnya, Cindy, Laoshi Stephani dan Mr. Milo yang akan naik. Namun, Cindy dan Laoshi Stephanie sudah kelelahan mengusir para murid untuk kembali ke kamarnya, serta mengecek setiap kamar yang menjadi tanggung jawab mereka. Guru-guru lain juga masih sibuk dengan murid-murid mereka sendiri. Mr. Milo sudah diyakinkan oleh Rachel dan gengnya yang juga turut membantu memerintahkan teman-teman mereka untuk tidak lagi berkeliaran. Jadi, Mr, Milo pun tak mau repot-repot meminta bantuan guru yang lain. Ia masuk ke dalam lift sendirian untuk membawanya naik satu lantai.

Ada satu lorong yang berkelok di setiap lantai, dari ketika pintu lift dibuka menuju ke arah masing-masing kamar. Selain itu ada satu sudut lorong yang terbuka tanpa kamar. Disana ada sebuah jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan gedung-gedung Hong Kong di malam hari yang bersinar terang oleh lampu-lampu, diselingi perbukitan. Mr. Milo hanya berjalan santai dan memastikan tidak ada murid yang masih di luar kamar. Ia tak heran melihat daftar kamar beserta murid-murid di dalamnya. Silvia dan gengnya, bukan jenis yang ribut dan mencari perhatian, meski sangat populer. Talulah apalagi. Tak aneh bila kamar mereka semua sudah tertutup rapat tanpa terdengar suara apapun, apalagi sosok-sosok yang masih berada di luar kamar.

Mr. Milo hendak kembali ke lift ketika pandangan matanya bersirobok dengan satu sosok tinggi semampai yang berdiri di depan jendela kaca besar itu.

"Talulah?" panggil Mr. Milo.

Sosok itu membalikkan badan dengan cepat. Ia terkejut, tetapi kemudian tersenyum lebar melihat siapa yang memanggilnya.

"Kamu masih di luar? Ayok cepet masuk. The others had come into their rooms," ujar Mr. Milo.

Sinar temaram lorong menutupi detil sosok Talulah, meski Mr. Milo masih bisa mengenali murid perempuannya itu dengan baik. Namun, ketika Talulah mendekat ke arah Mr. Milo, barulah Mr. Milo sadar bahwa ia telah melakukan sebuah kesalahan besar untuk memutuskan naik ke lantai ini.

Dengan cepat dan gugup Mr. Milo memperhatikan daftar murid yang meninggali kamar hotel di lantai ini melalui hapenya dan melihat semua murid adalah perempuan. Ia merasa konyol dan cukup kesal karena tidak ditemani Cindy atau Laoshi Stephanie.

Talulah yang berutubuh langsing dan tinggi semampai itu mengenakan pakaian tidur yang super minim. Baju atasannya tak berlengan dan celananya begitu pendek, benar-benar mengekspos kakinya yang jenjang itu. Mr. Milo menunduk sejadi-jadinya ketika Talulah mendekat.

"I'm sorry, Talulah. Please go into your room now. I'm going to leave you," ujar Mr. Milo masih sembari menunduk. Ia meminta Talulah untuk segera masuk ke dalam kamar dan ia sendiri akan segera meninggalkan tempat ini.

"Pak. Saya yang harusnya minta maaf. Soal tadi sore, harusnya tidak perlu terjadi. You don't have to do anything. Bapak sudah tahu perasaan saya saja itu sudah cukup. Mungkin saya keterlaluan, tapi saya tidak mau membuat Bapak tidak enakan dengan saya, apalagi menghindari saya. Tidak boleh ada seorang murid pun yang lancang kepada gurunya, apalagi seorang murid perempuan yang menggoda guru laki-lakinya. Hubungan guru murid adalah salah dan tidak boleh terjadi. Saya tidak mau Bapak dianggap tidak profesional. Nama Bapak akan hancur kalau sampai memiliki hubungan dengan murid perempuannya."

Nafas Mr. Milo semakin menggebu dan menderu. Ia ingin sekali lari dari tempat ini, tetapi Talulah terus mendekat ke arahnya. Aroma tubuh Talulah yang manis menerpa cuping hidungnya, membuat Mr. Milo semakin blingsatan.

"Pak, sekali lagi saya minta maaf. Saya sama sekali tidak ada maksud selain mengutarakan perasaan yang saya rasakan terhadap Bapak."

Talulah menjulurkan tangannya. Mau tidak mau Mr. Milo menengadah untuk melihat Talulah. Ia bagaimanapun harus merespon ini.

Sial! Pikir Mr. Milo. Talulah berjarak begitu dekat dengan dirinya. Gadis itu tersenyum ramah, sangat manis. Lengannya yang panjang dan ramping itu masih terjulur. Mr. Milo merasa bodoh karena bisa lupa bahwa gadis-gadis SMA seperti Talulah secara fisik sudah sangat dewasa dan matang. Kehadirannya di lantai ini sama saja bunuh diri dan mengundang marabahaya.

"That's fine, Talulah," ujar Mr. Milo pendek, berusaha untuk terdengar wajar. Ia meraih tangan Talulah, dan menjabatnya semantap mungkin. "Forget it. You still have a great life in the future. Just focus on your education," lanjut Mr. Milo. Ia melepaskan jabatan tangannya dan hendak berbalik, ketika Talulah menahannya.

"Setelah ini, semuanya akan berbeda. I know you will have different treatment toward me. Saya akan kehilangan kesempatan untuk meminta Bapak merasakan hal yang sama dengan saya. Untuk pertama dan terakhir kalinya, saya ...," Talulah tidak menuntaskan kata-katanya. Ia menghambur memeluk Mr. Milo yang tegang bagai sebatang pohon.

Mr. Milo tidak sengaja membiarkan Talulah memeluknya erat dan rapat. Ia hanya bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.

"Bye, Pak," ujar Talulah setelah melepas pelukannya. Ia kemudian berjalan melewati Mr. Milo dan masuk ke dalam kamarnya.

Mr. Milo yang tubuhnya langsung kembali dapat bergerak seakan sebelumnya terkena jerat, langsung berbalik arah menuju ke dalam lift, meninggalkan lantai itu secepat yang ia bisa. Ia ingin masuk ke dalam kamarnya, mandi untuk membersihkan diri, serta mengganti pakaiannya.

Bukan karena ia jijik dengan kejadian ini, tetapi aroma tubuh Talulah yang manis serta lekukan tubuh anak muridnya itu yang menempel di tubuhnya, menjadi dosa besar baginya. Guru macam apa yang membiarkan ini terjadi pada seorang murid perempuan yang baru saja beranjak dewasa. Barely legal! God damnit! What's wrong with me?

Mr. Milo bersumpah serapah, bercaci maki serta menggerutu sejadi-jadinya di dalam lift. Ia sendiri bahkan heran dengan kosakata kata-kata makian yang belum pernah ia gunakan sama sekali, terlontar begitu saja di dalam lift itu.

Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang