Ballroom hampir-hampir meledak ketika Mr. Milo dan Talulah muncul di atas panggung. Mr. Milo yang memang terlihat pas mengenakan setelan jas itu didampingi sosok Talulah yang tinggi menjulang serta sangat menonjol. Talulah yang selama ini dikenal sebagai seorang siswi berprestasi tetapi cenderung serius dan fokus di dalam pendidikannya, introver pula, itu, nyatanya dapat tampil sebagai sosok yang memesona. Suaranya dan Mr. Milo lantang dan kompak ketika membacakan beragam nominasi dan pemenang award prom night tahun ini.
Tidak ada yang heran, bakan bertepuk tangan dengan riuh, ketika nama Silvia Johnson dan Joel Hakeem, sang Tunisian Boy, disebutkan sebagai pemenang Princess and Prince of the Prom. Pasangan ini tentu saja mengalahkan pasangan Sophia dan Jordan, Dwi dan Josh, serta pasangan-pasangan lain. Tidak ada yang sirik. Bahkan Vivian, meski ia tidak menyukai Silvia, tidak ada alasan untuk memprotes hasil tersebut.
"But, you guys, are still the best couples for us," ujar Vivian kepada pasangan Sophia serta Dwi.
Sophia dan Dwi sama-sama langsung menggeleng. Keduanya memiliki pendapat bahwa award ini bukanlah sesuatu yang mereka sukai, apalagi harapkan. "Cuma seru-seruan aja, kok, Vi," ujar Dwi.
Di belakang panggung, Talulah tertawa riang. "Saya belum pernah mau naik ke panggung seperti ini, Pak."
"Really? Selama sekolah?"
"Iya. Karena saya tahu Bapak bersedia menjadi partner saya, makanya saya mau. Lumayan seru ternyata."
Mr. Milo membalas tawa Talulah. "Good for you."
Keduanya keluar dari belakang panggung untuk kembali menyaksikan runtutan acara, serta menikmati malam. Namun, diam-diam Talulah sudah memperhatikan Mr. Milo dari awal. Sebenarnya malah Talulah sudah curiga sejak lama akan hal ini, tetapi malam ini menjadi momen yang utama untuk memperkuat dugaannya.
Sejak Rachel Loh hadir di dalam ruangan ini, Mr. Milo seakan tak mampu melepaskan pandangan dari gadis itu. Rachel datang dengan pesonanya yang luar biasa. Talulah mengakuinya. Mr. Milo sendiri cenderung menjaga pandangannya dan selalu berlaku normal serta sopan. Tidak ada adegan genit nan menggoda, apalagi terlalu menonjol. Akan tetapi, cara Mr. Milo memandang Rachel - dan sebaliknya - menunjukkan rasa yang penuh. Talulah tahu itu karena begitulah caranya melihat sosok Mr. Milo.
Talulah menghela nafas. Ia mengaku kalah. Rachel yang cantik nan cerita itu berhasil merebut perhatian Mr. Milo darinya secara utuh, tanpa harus bersikap berlebihan, apalagi ambisius seperti dirinya. Sebaliknya, ia juga menaruh hormat kepada Mr. Milo karena sama sekali tidak menggunakan kesempatan yang ada untuk mencoba mendekati Rachel. Semuanya normal dan wajar. Mr. Milo tahu dan sadar posisinya. Ia memegang teguh profesionalismenya.
Entah bagaimana kelak setelah kelulusan mereka ini. Apakah ia sendiri masih akan memiliki rasa suka kepada Mr. Milo dan melakukan daya upaya untuk menaklukkan hati sang guru, meskipun ia akan berangkat ke Jerman? Ataukah rasa yang jelas ada diantara Rachel dan Mr. Milo akan subur serta menghasilkan hubungan? Talulah tak tahu lagi. Ia hanya bersyukur bahwa ia telah menyatakan perasaan kepada Mr. Milo, laki-laki pertama di dalam hidupnya yang dapat mengguncangkan jiwanya sehebat ini.
Musik kembali diputar keras-keras oleh sang DJ.
Kali ini, semua murid, baik panitia dan peserta, termasuk guru, semua berbaur. Bukan mengapa, lagu yang diputarkan terlalu familiar dan sepopuler itu bagi mereka.
Koor seragam semua pengunjung prom night ketika musik diputarkan dan mereka menyanyikan ini:
"Wo, wo, wo, wo ... Aa, ya, ya, ya, ya ... Wo, wo, wo, wo, ... Aa, ya, ya, ya, ya ya ...."
Nada yang begitu mengena dan mudah dinyanyikan.
"Bukan aku tak tertarik, dengan kata rayuanmu. Saat matamu melirik, aku jadi suka padamu."
Vivian, Dwi, bahkan Sophia menarik dan mendorong Rachel cepat. Tahu-tahu mereka sudah ada di depan Mr. Milo.
"She's all yours, tonight, Pak," ujar Sophia. Ia memandang teman-teman lainnya, kemudian memberikan kecupan di udara kepada Rachel yang sudah memerah wajahnya. Setelah itu, Sophia langsung menggenggam tangan Jordan, mengajaknya melantai dengan lagu itu, diikuti Dwi, Vivian dan Sophia.
" ... tiap kali kau bermanja, gemetar rasa di dada. Ingin kubisikkan cinta, tapi hati ini malu jadinya ...."
Rachel masih berdiri terdiam di depan Mr. Milo. Ia sedikit menunduk dan melirik ke arah Mr. Milo yang menatap tajam ke arah dirinya.
"Engkau masih anak sekolah, satu SMA. Belum tepat waktu 'tuk begini, begitu. Anak sekolah, datang kembali. Satu atau dua tahun lagi ...."
Rachel menengadahkan kepala. Menirukan lirik, "wo, wo, wo, wo .... Aa, ya, ya, ya, ya ....," tanpa ekspresi. Membuat Mr. Milo tertawa.
Respon Mr. Milo membuat Rachel semakin berani. Ia mulai kembali ke sifat aslinya.
"Bukan aku tak tertarik, dengan kata rayuanmu. Saat matamu melirik, aku jadi suka padamu."
Ia menyanyikan lirik itu, sembari berjoget-joget dan menunjuk-nunjuk ke arah Mr. Milo yang masih tertawa lepas. Rachel sendiri masih tetap dengan wajahnya yang tanpa mimik itu.
" ... tiap kali kau bermanja, gemetar rasa di dada. Ingin kubisikkan cinta, tapi hati ini malu jadinya ...," Rachel masih menggoyang-goyangkan tubuhnya sembari menggoda Mr. Milo.
Tanpa disangka, Mr. Milo mendadak diam. Sedetik kemudian ia membalas tatapan nakal dan menggoda Rachel, kemudian menyanyikan reffrain lagu itu keras-keras, "Engkau masih anak sekolah, satu SMA. Belum tepat waktu 'tuk begini, begitu. Anak sekolah, datang kembali. Satu atau dua tahun lagi ...."
Rachel melebarkan kedua matanya, kemudian tertawa terbahak-bahak.
Mr. Milo semakin menjadi. Ia kembali menyanyikan lirik demi lirik, bait demi baik lagu yang sangat populer di setiap generasi itu, hanya saja dengan gaya yang dilebih-lebihkan. Ini membuat Rachel kali ini harus mengaku kalah. Ia memegang perutnya sembari terus tertawa terbahak-bahak, hampir tak terkontrol.
Mr. Milo seakan memperkuat belasan atas godaan Rachel dengan menyanyikan lirik yang relatable itu dengan begitu bersemangat.
"Paak ... Paakk, ampuun ...," seru Rachel ditengah-tengah musik yang membakar semangat para murid itu. Bagaimana tidak, Mr. Milo mendadak mampu melakukan tindakan lucu dan konyol seperti itu. Sederhana, but kills.
"Engkau masih anak sekolah ...," seru Mr. Milo masih menyanyikan reffrain lagu tersebut.
"Pak ... aku sudah tujuh belas loh ya. And in few more months, I will graduate. Aku bukan anak sekolah lagi."
"Tapi masih belum mahasiswi, 'kan? Masih anak sekolah, dong," seru Mr. Milo lagi.
Rachel tertawa lebar. Ia tak peduli. Mungkin ia memang kalah, mungkin ia memang masih anak sekolah, mungkin ia tak akan mendapatkan kesempatan bersama laki-laki yang satu ini. " .... Wo, wo, wo, wo .... Aa, ya, ya, ya, yaa, yaaa ...," seru Rachel. Ia ikut menyanyikan lagu itu. Bahkan lebih kencang. Ia menari-nari, melepaskan semua beban yang ada di dalam pikirannya. Musik yang menghentak, dan momen kebersamaan bersama Mr. Milo ini.
Mr. Milo tersenyum lebar, menatap pada setiap gerakan dan tingkah lucu, konyol, tetapi ceria dan menyenangkan Rachel. Ia menikmati setiap detik momen itu. Ia sadar, ia akan sangat merindukan senyum, tawa, canda, dan goda gadis itu kelak di hari-harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lini Masa
RomanceRachel Loh sepertinya sungguh suka dengan Mr. Milo. Bukan hanya suka, Sophia Chang, sang sahabat, mencurigai bahwa Rachel sedang jatuh cinta pada guru baru mata pelajaran history di sekolah mereka tersebut. Rachel sendiri tidak malu-malu mengakui ba...