Tim modelling dan fotografi serta tim museum dilanda kehebohan. Kehebohan pertama terjadi pada kelompok Dananjaya, termasuk anggota administratif maupun lapangannya, terutama kaum laki-laki, karena rombongan model cewek-cewek Asia yang memenuhi beragam sudut museum selama beberapa hari itu tidak mungkin tidak menarik perhatian.
"I swear, those girls are fire," ujar Mark melihat ke kerumunan gadis-gadis model Asia, baik dari Indonesia, Thailand, Filipina, Jepang, Korea, sampai Tiongkok. Semua model tersebut jelas mengundang perhatian siapapun. Mereka terlihat sangat menonjol, cantik dan mempesona.
Dananjaya dan beberapa rekan lainnya tertawa-tawa saja melihat reaksi Mark terhadap para gadis-gadis model tersebut. Iapun setuju sebenarnya. Kedatangan para model perempuan memberikan hiburan tambahan kepada timnya.
"Udah lihat model-model itu, Mil?" tanya Dananjaya kepada Milo yang dibalas dengan senyuman kecil dan anggukan Milo.
"Terus? Kok responnya biasa aja. Cakep-cakep gila, tahu. Nggak ada niat cari tahu soal model-model kelas atas itu? Kamu udah kelamaan jomblo, Mil," lanjut Dananjaya sembari melaksanakan pekerjaannya, meniliti setiap dokumen.
Milo bergaya melongokkan kepalanya ke arah luar, kemudian mengedikkan bahu.
"Apaan, sih, kamu, Mil," ujar Dananjaya sembari tertawa.
Joyce yang melihat gelagat Milo yang bercanda itu ikut tertawa. "Sebenarnya aku mau bilang kalau mau cari cewek cantik nggak usah jauh-jauh, ada aku di deket kamu. Cuma, ya emang beneran model-model itu cantik-cantik luar biasa," ujarnya.
Milo menghela nafas panjang. Ia maklum dengan adanya kehebohan ini. Ia juga sempat melihat para gadis-gadis yang sedang warm up, alias pemanasan tadi di depan. Mereka semua sungguh cantik. Mengenakan mini dress hitam dan berpose khas model. Namun, selain itu, Milo tidak menaruh minat yang berlebihan atau ikut kehebohan para timnya.
Lucunya, kehebohan terjadi di kelompok para model. Beberapa hari ini para tim museum dan tim modelling serta fotografi bersinggungan berkali-kali. Itu sebabnya Mark dan Dananjaya, serta para anggota tim yang laki-laki, sungguh menikmatinya. Namun, tidak ada yang menyangka bahwa para model perempuan itu juga secara tidak sengaja memperhatikan para tim yang kebanyakan adalah laki-laki. Salah satu yang paling banyak diperbincangkan adalah seorang laki-laki muda, berkulit gelap, hampir selalu mengenakan beanie ketika sedang bekerja. Menurut para model Asia tersebut, sosok laki-laki yang terlihat berasal dari Asia juga tersebut cukup tampan dan menarik, tetapi lumayan cuek sehingga membuat penasaran. Tidak seperti para anggota tim museum lain yang terlihat sekali memperhatikan mereka. Maka, tak membutuhkan waktu lama bagi para model untuk menggosipi sosok laki-laki tampan itu.
Milo, sama sekali tidak mengerti bahwa ia juga sedang dibicarakan. Andai Mark, Dananjaya, Joyce dan para tim tahu, maka kehebohan ini akan meledak tanpa bisa ditahan lagi.
Akan tetapi, siapa yang berpikiran sejauh itu? Kedua tim ini hanya kebetulan memiliki spot yang sama dengan tema yang serupa pula untuk saling mendukung. Diluar itu, mereka beda 'kelas', pikir Danan. Para model, jelas adalah sosok-sosok indah gemerlap popularitas dan kecantikan tiada tara. Sedangkan mereka, adalah para pria yang sibuk dengan pekerjaannya, laki-laki biasa. Tidak peduli dengan Mark yang memiliki tampang bule sekalipun. Para gadis tidak akan melirik mereka.
Tentu saja pikiran ini salah. Milo, ternyata memiliki pesona aneh yang membuat dirinya menjadi magnet atas sekitarnya. Sialnya, ia tidak sadar, tidak pernah sadar, dan juga tidak perduli dengan hal-hal semacam ini.
"Ada beberapa cowok Indo di museum, lho, Vi," ujar salah satu model yang sama-sama berasal dari negara yang sama dengan Vivian.
Vivian tersenyum lebar. Ia merasa lucu karena mendadak kelompok model-model beken Asia ini malah mendadak memperhatikan hal seperti itu. "Oiya? Ada yang ganteng?" tanya Vivian balik, hanya sekadar untuk merespon topik percakapan yang sudah mengheboh sejak hari pertama itu.
"Bukan ada yang cakep atau nggak, tapi karena ada satu orang pegawai museum dari Indonesia yang memang cakep banget. Tu anak-anak dari Filipina sama Thailand pada sibuk ngomongin dia. Cowok itu sibuk terus, agak cuek. Tapi itu yang bikin penasaran," ujar sang model.
Mana mungkin hal sesederhana ini kelak akan membuat jalan cerita hidupnya berbeda. Vivian hanya menanggapi perkataan rekan modelnya itu dengan santai. Ia sama sekali tidak berpikir bahwa sosok yang dibicarakan dengan cukup heboh oleh rekan-rekan modelnya itu adalah Milo Narendra. Sama halnya dengan Milo yang tidak ambil pusing dengan kehebohan rekan-rekan museumnya mengenai gadis-gadis model tersebut. Model tentu menarik, cantik dan mempesona. Itu adalah syarat pertama dan utama dari seorang model.
Ia sendiri memang masih tidak memiliki pemikiran apa-apa mengenai hal-hal yang sedang ramai dibicarakan tersebut. Ia masih fokus mengerjakan pekerjaannya dan begitu menghayati serta menikmatinya.
Di akhir hari itu, pukul 5 sore waktu Amsterdam, empat sekawan anggota tim proyek pengembalian benda-benda bersejarah Indonesia itu: Milo, Joyce, Danan, Mark, serta beberapa anggota lain dari Indonesia, usai bekerja, sama-sama meninggalkan museum untuk pergi minum kopi di coffeeshop atau dikenal dengan 'Koffie Huis' dalam bahasa Belanda. Sejak di Belanda, Milo seperti mendapatkan surganya. Ia bertemu dengan para pecinta kopi di negara kincir angin ini. Bahkan faktanya adalah bahwa Belanda adalah negara dengan jumlah konsumsi kopi per hari terbanyak di dunia.
Budaya ini tentu saja membawa Milo, Mark, Dananjaya dan Joyce ikut-ikutan berburu kopi di setiap jadwal yang memungkinkan mereka untuk berhenti sejenak dari pekerjaan, terutama di sore hari semacam ini sebelum nanti makan malam.
Koffie Huis di belanda, uniknya, merupakan bagian dari cannabis retail outlet: outlet yang menjual ganja atau mariyuana secara legal untuk keperluan rekreasi.
"Ini masuk akal. Karena kopi juga 'kan sebenarnya digunakan untuk rekreasi, penghilang stres dan ketegangan. Sifatnya pun adiktif, alias bikin kecanduan. Nggak heran, di beberapa Koffie Huis yang memiliki izin, dijual cannabis, alias ganja secara legal pula," ujar Joyce suatu hari.
"Iya, tapi bukan berarti kita kesini untuk merokok cannabis, lho ya," ujar Milo.
"Iya, iya. Lagian kamu, Mil. Boro-boro menghisap cannabis, merokok aja nggak," balas Joyce sembari tertawa.
Milo ikut tertawa.
Memang sebenarnya peraturan tahun 2012 dari negara Belanda, tidak mudah bagi orang asing untuk masuk ke cannabis coffeeshop. Bahkan Undang-Undang menyatakan bahwa orang asing dilarang untuk masuk dan mengkonsumsi cannabis dengan mudah di coffeeshop. Hanya saja, di Amsterdam, dan mayoritas kota-kota besar Belanda, aturan tersebut tidak terlalu berlaku. Orang asing tidak terlalu sulit untuk mendapatkan dan merokok cannabis.
Sore itu, keempatnya, beserta beberapa anggota tim tambahan dari Indonesia, seperti biasa, mampir di Bulldog's Bong Coffeeshop, tidak jauh dari Tropenmuseum.
Baru saja duduk di bangku, tak lama pintu coffeeshop terbuka. Pemandangan yang menarik perhatian muncul dengan kedatangan para model perempuan berwajah Asia yang luar biasa cantik dan memukau tersebut. Suara tawa mereka yang ceria dan renyah membuat Danan dan Mark membuka mata lebar-lebar. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Sudah berhari-hari para anggota tim museum membicarakan tentang betapa cantik model-model yang beberapa diantaranya dari Indonesia itu, mendadak, mereka hadir di hadapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lini Masa
RomanceRachel Loh sepertinya sungguh suka dengan Mr. Milo. Bukan hanya suka, Sophia Chang, sang sahabat, mencurigai bahwa Rachel sedang jatuh cinta pada guru baru mata pelajaran history di sekolah mereka tersebut. Rachel sendiri tidak malu-malu mengakui ba...