Avenue of Stars adalah sebuah tempat wisata yang konsepnya serupa dengan Walk of Fame-nya Hollywood. Avenue atau wilayah untuk pejalan kaki ini terletak di sepanjang Victoria Harbour Waterfront di daerah Tsim Sha Tsui. Tujuan dari jalan lebar ini adalah memang untuk menghormati para tokoh-tokoh industri perfilman Hong Kong. Tak heran di bagian awal avenue didirikan sebuah patung The Hong Kong Film Awards yang legendaris itu, berbentuk seorang perempuan berdiri menengadah ke angkasa dibalut pita film sebagai busananya. Di sepanjang avenue, selain pemandangan yang memukau Victoria Harbour, teluk dengan kapal-kapal tradisional seperti duckling, serta kapal boat modern, gedung-gedung tinggi pencakar langit selalu menjadi pemandangan yang mencengangkan. Di tepian avenue terdapat semacam pagar yang bagian pegangannya ditatahkan nama, wajah dan informasi mengenai para tokoh-tokoh perfilman tersebut. Baik aktor dan aktris, sampai penulis dan sutradara yang telah memberikan sumbangsih besar pada industri perfilman Hong Kong tersebut. Selain itu, tidak pernah pula terlupakan gedung-gedung besar berupa mall, restoran, hotel serta toko-toko luxurious brands seperti Gucci dan Yves Saint Laurent dibangun di tempat itu. di bagian ujung avenue, didirikan patung kehormatan Bruce Lee di samping gerai Starbucks. Bintang film dan praktisi bela diri terkenal ini menjadi legenda, kebanggaan, dan pujaan tidak hanya orang Hong Kong, melainkan juga dunia.
Mr. Milo sudah mengincar mengambil foto tokoh itu sejak mendengar bahwa field trip mereka ke Hong Kong sudah disetujui sekolah.
Rita menghela nafas lega setelah Mr. Milo menuntaskan mengambil foto duckling di sampingnya dari beragam sisi dan angle. Ini adalah kesempatan terakhirnya untuk menyadari semua dan memutuskan semuanya pula. Ia paham bahwa apa yang ia rasakah adalah sebuah ketertarikan yang luar biasa atas sosok seorang Milo Narendra. Ia menikmatinya, tetapi di saat yang sama mengerti bahwa ia tak akan terikat apapun dengan Mr. Milo. Hari ini sudah cukup baginya. Yang entah di masa depan menjadi kenangan yang indah, atau bisa saja ia melupakannya sama sekali. Setelah ini, semua akan kembali normal. Ia masih memuja Mr. Milo, tetapi yakin bahwa ia tidak akan meminta dan menuntut apa-apa lagi.
Itu sebabnya ia kembali tersenyum ketika Vivian, Dwi dan Rachel mengerubuti Mr. Milo ketika gurunya itu mulai sibuk mengambil foto patung Bruce Lee.
"Pak, coba berdiri di situ," seru Vivian kepada Mr. Milo.
"Eh, apaan sih, Vi?" protes Rachel.
"Udah. Lo 'kan nggak berani terang-terangan. Gue aja," balas Vivian.
"Paak ... cepeten berdiri di samping Bruce Lee," seru Vivian lagi.
Mr. Milo menggeleng sembari tersenyum. Tapi Dwi sudah menarik lengan dan menyeretnya tepat di samping patung tersebut. Tepat saat itu lah Vivian langsung mengarahkan hapenya dan memotret Mr. Milo yang sudah terlambat untuk menghindar.
"Fotoin gue sama Mr. Milo, Vi!" seru Dwi yang langsung menempel genit di samping Mr. Milo.
"Udah ah. Sekarang gantian, dong," protes Vivian. Ia menyerahkan hapenya itu kepada Dwi dan langsung mendekat ke arah Mr. Milo yang tidak bisa protes lagi. Lebih parah dari Dwi yang menggenitkan diri, Vivian malah merangkulkan tangannya di lengan Mr. Milo dengan manja.
"Eh, eh, eh ... what's that!" seru Rachel yang kali ini tidak bisa menahan dirinya untuk protes. Namun, Dwi sudah memotret pose itu dengan cepat. Bahkan beberapa foto lagi sebelum Rachel melesat cepat melepaskan tangan yang merangkul lengan Mr. Milo itu.
"Jangan macam-macam dengan jodoh gue, ya," ujar Rachel. Kini ia berdiri di samping Mr. Milo yang ketawa ketiwi melihat penampilannya dan Rachel yang benar-benar serupa.
"Kita kayak anak panti asuhan, seragam," ujar Mr. Milo dengan lelucon kunonya.
Rachel tertawa, kemudian menempelkan bahunya ke bahu Mr. Milo. Dwi kembali mengambil foto keduanya dengan kamera Vivian.
Rachel memang sudah nekat sejak ia memutuskan untuk mendekati bahkan memiliki Mr. Milo. Namun, ia tidak seceroboh dan sebodoh itu. Ia tidak suka bagaimana Silvia mendekati Mr. Milo dengan caranya yang menebarkan pesona, dan mungkin juga semanja Vivian. Ia tetap menunjukkan rasa sukanya dengan Mr. Milo tanpa mengubah apalagi mempermalukan diri sendiri. Vivian memang mungkin sedang menggodanya, sengaja mengambil kesempatan untuk mengambil foto bersamanya. Vivian tak memiliki beban. Beda dengan Rachel yang tak seberani itu. Sekarang saja detak jantungnya sulit terukur.
Sophia yang berdiri tak jauh dari situ bersama Jordan menghela nafas. Ia tak tahu apa yang sedang ia pikirkan. Sekali lagi, ia paham dengan perasaan Rachel, tapi ia tak bisa mendukung hubungan yang tidak mungkin terjadi itu. Pun andaikata rasa Rachel berbalas, Sophia akan lebih bingung. Ia mungkin akan menuduh Mr. Milo sebagai laki-laki dewasa yang menyukai gadis yang baru saja beranjak dewasa. Apalagi itu muridnya sendiri. Itu pun kalau Mr. Milo membalas perasaan Rachel. Masalahnya, Mr. Milo belum tentu memiliki perasaan yang sama. Maka, Sophia mewajari itu, tetapi tentu merasa kasihan dengan Rachel, sahabatnya sendiri.
"Rachel and Mr. Milo look cute together," tiba-tiba Jordan nyeletuk.
"Shut up, Jordan! Never say that. Mr. Milo is a teacher, and Rachel is his student. Are you insane?" ujar Sophia hampir menjerit. Ia tidak menyangka Jordan akan mengatakan bahwa Mr. Milo dan Rachel terlihat imut bersama.
"Wait, what? I mean, they wear identical outfits, don't they?" Jordan sendiri kaget karena didamprat Sophia. Ia tidak memikirkan hal sejauh itu. Ia hanya merujuk pada pakaian yang keduanya kenakan.
Sophia menghela nafas. Merasa bersalah karena terlalu sensitif. "I'm sorry, Jordan," ujarnya.
Jordan tersenyum dan menggenggam jemari Sophia erat. "Don't worry about that," jawab Jordan santai.
Namun, memang betul apa yang dikatakan Jordan. Kedua sosok itu terlihat menawan. Rachel berpose wajar di samping Mr. Milo, tetapi terlihat begitu manis. Keduanya juga terlihat cocok, bukan hanya karena busana yang mereka kenakan, tetapi juga dari pembawaan dan sikap mereka.
Tak lama Vivian menshare foto-foto yang mereka ambil dengan paksa bersama Mr. Milo itu di grup WhatsApp the Four Musketeers mereka. "Rachel, sori ya ... mesra banget gue sama Mr. Milo," ketik Vivian.
"Tapi Mr. Milo meringis gitu lo pepet," balas Dwi.
"Itu senyum kali," balas Vivian tak mau kalah. "Kayaknya bakal jadi saingan Rachel nih gue," lanjutnya, ditambah emoticon tertawa ngakak.
Rachel membalas dengan emoticon marah, kemudian ditambah dengan emoticon ngakak pula.
Rachel memandang baik-baik foto mesar Vivian dan Mr. Milo yang hanya bisa meringis (meski terlihat manis) ketika lengannya diganduli lengan ramping Vivian. Sialan, Vivian! Gadis itu memang cantik sekali. Bagaimana Silvia tidak merasa gadis itu mengancam. Pikir Rachel.
Ada rasa cemburu menggelitik sanubari Rachel meski tahu Vivian dan Dwi sengaja menggoda Rachel. Lagipula, mereka sama-sama mengidolakan Mr. Milo dan dulu hampir setiap hari membahas guru mereka tersebut.
Vivian di foto itu terlihat luar biasa cantik. Rambut panjangnya terurai. Wajahnya dipoles nude make up yang tipis tetapi memperjelas dan memperkuat pesona perempuan dewasanya.
Namun, tak lama, Rachel melihat fotonya sendiri dengan Mr. Milo. Berdiri berdampingan dengan outfit yang sama: lucu, unik, tetapi serasi dan manis. Seperti keduanya malu-malu di depan kamera hape Vivian. Bahu mereka bersentuhan. Kedua tangan Rachel mengatup di depan, sama persis dengan Mr. Milo. Bedanya, ia menggenggam kamera DSLR-nya. Rachel tersenyum lebar. Ia menghela nafas lega. Senang memiliki foto kedua bersama Mr. Milo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lini Masa
RomanceRachel Loh sepertinya sungguh suka dengan Mr. Milo. Bukan hanya suka, Sophia Chang, sang sahabat, mencurigai bahwa Rachel sedang jatuh cinta pada guru baru mata pelajaran history di sekolah mereka tersebut. Rachel sendiri tidak malu-malu mengakui ba...