Dress

4 2 0
                                    

Rachel kembali mendapatkan semangatnya kembali. Jawabannya ada di frasa 'prom night'. Ternyata ia sungguh mengikuti saran Dwi untuk bertemu dengan Mr. Milo membahas tentang hasil mock exam sejarahnya. Dan semua berjalan dengan baik. Vivian dan Dwi memberikan waktu yang lebih dari cukup bagi Rachel menikmati kebersamaan dengan Mr. Milo.

Tiga hari lagi, prom night sungguh diadakan. Semua peserta tentu saja adalah dari grade 12. Kurang lebih, ini adalah semacam romantisasi field trip Hong Kong dengan peserta yang sama. Sophia dan Jordan mungkin menjadi pasangan paling heboh saat ini. Mereka terlihat semakin populer di kalangan murid-murid Uni-National. Awalnya, Silvia yang sudah membayangkan bahwa ia dan Jordan kelak akan menjadi pasangan paling panas di prom night, tentu saja sebelum keduanya putus. Lucunya, setelah yakin tidak mungkin menaklukkan seorang Milo Narendra, Silvia sudah berhasil menggaet seorang murid cowok dari kelas Rachel yang memang sudah lama tergila-gila padanya. Warga negara Tunisia yang fasih berbahasa Indonesia. Tubuhnya jangkung dan lumayan memiliki tampang. Silvia memutuskan untuk menerima ajakan berpasangan di prom night kelak. Hanya di prom night, syarat yang diberikan oleh Silvia.

William kelak datang bersama Rita. Keduanya, mungkin diam-diam merasa memiliki nasib percintaan yang sama, tetapi juga telah menerima semuanya, menjadi pasangan adik-kakak yang kompak dan inspiratif. Tidak ada yang keberatan bila keduanya datang ke prom night dengan suit & tie dan dress.

"Lo nggak cemburu Mr. Milo pasangan sama Talulah, Rach?" tanya Dwi.

Rachel membuka senyumnya lebar-lebar. "Talulah bakal berangkat ke Jerman. Katanya dia malah bakal menetap di sana kalau lancar. Ada keluarga Filipino dari mamanya di Jerman. Terus, ini 'kan cuma pasangan pembaca dan pemberi award aja. Lagian, semua orang tahu kedekatan mereka berdua. Pasangan sejarah paling fenomenal di Uni-National. Kalau Mr. Rahman masih mengajar, ya pasangannya pasti Mr. Rahman. Udah bagus lho murid cewek kayak Talulah nggak keberatan buat diminta pantia dari student council untuk bacain award kayak gitu."

"Iya, iya, lo nggak cemburu. Panjang amat penjelasannya," jawab Dwi sengaja dibuat ketus.

Talulah mendatangi Mr. Milo di faculty room sehabis mock exam. Ia sengaja datang secara formal dan resmi ke ruangan itu agar Mr. Milo juga tidak merasa risih. Talulah sama sekali tidak berniat untuk meminta bertemu di luar sekolah. Ia sudah menyatakan rasa tertariknya dengan Mr. Milo, maka situasi dan kondisinya pun telah sama sekali berbeda.

"They asked me to read the award. Terus boleh saya minta Bapak bantu saya bacakan award itu. It's a simple thing, saya nggak minta aneh-aneh, kok."

"I didn't say itu aneh-aneh, Talulah. Saya nggak menuduh kamu," balas Mr. Milo sembari tersenyum hangat.

Maka, Talulah menggunakan kesempatan itu untuk menjadi 'pasangan' sehari bersama sosok yang ia sukai itu.

Tidak ada kewajiban untuk mendapatkan pasangan di acara prom night ini. Memang, sebagai sebuah sekolah internasional, wajar bila 'kebudayaan' prom night juga diadopsi menjadi bagian dari kebiasaan para murid, dengan sedikit modifikasi menyesuaikan latar belakang budaya dimana sekolah internasional itu berada tentunya.

Dwi sendiri menerima ajakan dari Josh, murid laki-laki paling menyebalkan di kelas mereka yang sudah beberapa bulan terakhir melunak serta menunjukkan sifat baiknya. Entah karena Josh menumbuhkan ketertarikan kepada Dwi, atau karena Josh memang sudah berubah saja. Dwi menerima penawawan dan ajakan Josh jelas membuat anggota gengnya geger.

"Emangnya lo aja yang bisa punya kisah asmara fenomenal, Rach," jawabnya saat itu.

Tinggallah Vivian dan Rachel yang memutuskan tidak memiliki pasangan, dan sebaliknya datang berdua-dua, saling berpasangan. Murid-murid lain pun diketahui kebanyakan tidak memiliki pasangan atau sekadar have fun di acara yang akan dilaksanakan beberapa hari lagi itu.

Vivian dan Rachel sama-sama saling bertukar ide busana. Semua itu dilakukan di dalam kamar Rachel. Vivian yang menginap di rumah Rachel, membawa tumpukan dress yang ia miliki, bahkan berencana untuk membeli lagi.

"It's insane, Vi. Your dresses are beautiful. Bagus-bagus gini," ujar Rachel terpesona melihat koleksi 'kaya' Vivian. Dress-dress tersebut sepertinya juga memang sesuai dengan bentuk tubuh Vivian yang ramping, langsing dan berkelok sempurna.

"Choose one, Rach. Ambil satu, mana aja yang lo suka. Gue jarang pakai, kok. Kesempatan prom night gini malah jadi bingung," ujar Vivian sembari menempelkan dress di depan tubuhnya dan melihat refleksi di depan cermin.

Rachel menyipitkan kedua matanya. Ia bingung. Bukan karena ia tidak memiliki dress, tetapi dibanding koleksi Vivian, miliknya bukan apa-apa. Rachel juga tidak memiliki kebiasaan mengoleksi, membeli dan mengenakan dress yang mewah seperti ini. Dalam acara-acara besar dan istimewa, ia cenderung mengenakan busana yang lembut dan sedikit lebih semi formal, selama nyaman di tubuhnya.

"Eh, kok malah bengong gitu. sini, sini. Take this and wear it," ujar Vivian. Ia meraih sebuah dress berwarna hitam. Dress itu panjang, tanpa lengan dengan belahan punggung yang lumayan lebar.

"Are you crazy? Gue pakai ginian?" protes Rachel.

"Come on, girl. Coba aja dulu. Sebenarnya gue udah bisa mengira-ngira lo bakal cocok pakai ini."

"Gue enggak selangsing dan seseksong elo, Vi."

"Who says that! Siapa yang bilang. Lo aja kebiasaan pakai celana pendek, terus kaos oversized atau lengan panjang yang kedodoran. Padahal kalau pakai dress lo sama kalik ma gue tipe badannya."

Rachel tak bisa protes lagi karena Vivian sudah menyodorkan dress itu dan memaksanya untuk mengenakannya.

Tanpa diduga, dress hitam milik Vivian yang ia kenakan itu pas di tubuhnya. Selama ini ia berpikir tubuhnya sedikit lebih gemuk dibanding ketiga sahabatnya itu. Mungkin memang benar, tetapi tetap saja ia tidak bisa dianggap gemuk. Dasar cewek, pikirnya.

Rachel kemudian berputar, menelisik setiap sudut penampilannya. Ia terlihat cukup cantik. Ia kemudian mencoba mengikat sedikit saja bagian rambutnya agar tidak terlalu polos karena biasanya ia membiarkan rambutnya tergerai begitu saja.

"So, what do you think, Vi? Is it good?"

"Oh my God, Rach. Look at you. You're stunning! Mr. Milo bakal klepek-klepek kalau lihat lo pakai gaun kayak gini, Rach."

Wajah Rachel memerah. "Apaan sih, Vi. I'm ok with this dress, gue pinjem ya. Tapi bukan berarti gue merasa secantik itu."

"Pake aja, honey. Lo emang cantik, kok. Nggak salah dress itu gue pilihin."

"How about you? Lo make apa?"

Vivian mengambil dress berwarna hitam serupa, tetapi jauh lebih mini dibanding yang dikenakan Rachel dan bergaya kemben pula.

"Damn, Vi. You're going to wear that?"

"Kenapa emangnya? Lo cantik, Vi. Tapi lo nggak boleh lebih cantik dibanding gue di prom night entar. Silvia bakal habis-habisan nanti. Biarin dia bareng the Tunisian boy, tapi kita bakal shining nanti di prom."

Rachel menganga. Dan memang, Rachel tak bisa menyangkal pesona Vivian. Dress mini itu melekat pas di lekuk tubuhnya yang lebih ramping dan lebih tinggi dibanding Rachel, tetapi memiliki lekukan indah khas seorang gadis yang beranjak dewasa.

"Jadi, harusnya Mr. Milo bakal terpana dengan lo, Rach. Atau terpaksa gue yang ambil alih," ujar Vivian dengan gaya bicara yang dibuat-buat nakal dan menggoda.

Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang