Girang

2 1 0
                                    

Sudah tak terasa, beberapa hari lagi rombongan kelas 12 social dan science akan segera bertolak ke Hong Kong. Menurut rencana, field trip itu akan diadakan selama empat hari, lima hari termasuk perjalanan. Terlihat sekali Rian bersemangat. Namun memang ia tak sendiri. Murid-murid juga tanpa disangka memiliki semangat yang sama, meski ada beberapa dari mereka sudah pernah mengunjungi kota di negeri Tiongkok tersebut.

Kekhawatiran Milo yang cukup beralasan mengenai perilaku yang tidak begitu nyaman baginya dari beberapa murid perempuan syukurnya tidak terlihat begitu mengganggu akhir-akhir ini. Talulah memang masih seperti biasa berusaha menghubungi Milo sesering mungkin, di sekolah, maupun melalui chat ketika sudah tidak berada di sekolah. Namun, semuanya kembali kepada sebelumnya, Talulah hanya menghubungi Milo untuk hal-hal yang berhubungan dengan pelajaran dan project esai sejarahnya. Rita juga normal-normal saja. Meski sekarang ia sudah jauh lebih sering tersenyum dan tidak cuek dengan Milo lagi di dalam kelas.

Sedangkan Rachel? Gadis itu tidak berubah. Ia adalah seorang gadis ceria yang tidak segan-segan menegur Milo dengan ramah. Dengan wajah yang berseri-seri, senyum lebar dan sepasang pipi merona merah, Rachel bahkan sudah melambai dari jauh sebelum keduanya berpapasan. Tiga sahabat satu gengnya biasanya akan ikut malu-malu menanggapi sikap Rachel yang berani dan mungkin mereka anggap berlebihan itu.

Untuk hal yang satu ini kadang-kadang malah membuat hari-hari Milo terasa menyenangkan. Murid perempuannya yang satu itu selalu memberikan aura positif dan penuh dengan keseruan. Rachel sama sekali tidak menjaga imejnya ketika bertemu Milo di sekolah, baik di kelas maupun ketika bertemu muka di koridor atau kantin. Beberapa hari yang lalu Rachel juga sudah selesai membaca novel Circe yang ia pinjam. Ia bahkan juga mengatakan bahwa sebentar lagi akan pula menyelesaikan 1984-nya George Orwell. Tanpa basa-basi Rachel juga ingin meminjam novel lain yang menurut Milo bagus.

Berbeda dengan sikap Talulah, Rachel tidak membuat Milo merasa terganggu. Walaupun ia berusaha sebisa mungkin tetep menjaga profesionalisme sebagai guru. Ini karena bukan sekadar cantik dan menarik, Rachel selalu menjadi diri sendiri ketika bertemu Milo. Juga tidak seperti pertemuan Milo dengan Rita di pameran museum bahari di mall tempo hari, Milo seperti tak merasa menyesal bila bertemu Rachel di luar sekolah. Dengan Rita, Milo sedikit menyesal atas tindakannya yang seperti gegabah dan sembrono.

Lagi-lagi Milo bingung dengan hal ini.

"Lah, melamun Bapak."

Suara yang sangat Milo kenal terdengar di sampingnya. Ia mendongak dan melihat senyum Rachel mengembang disana.

Milo sedang duduk di satu pojok bangunan, tepat di depan library alias perpustakaan. Tidak heran tempat ini adalah salah satu spot favorit Milo di sekolah. Ia sedang tidak ada jadwal kelas dan memutuskan untuk menulis lesson plan alias rencana pembelajaran yang merupakan tanggung jawab administratifnya sebagai seorang guru selain mengajar. Dan ya, ia memang kebetulan sedang melamun.

"Rachel, kamu mau kemana? Bukannya sedang ada kelas?" ujar Milo sedikit terkejut.

Rachel tersenyum lebar. "Cuma lewat, Pak. Mau ke perpustakaan. Ada buku yang perlu dipinjam," ujar Rachel.

Milo mengangguk dengan janggal.

"So, have you decided which novel should I borrow again? Saya pinjam novel Bapak yang mana lagi, nih Pak?"

"Oiya, sori, saya belum sempat cari-cari. Besok deh ya. I'll bring the book tomorrow."

"Janji ya, Pak?"

"Iya, iya. Sudah sana. Jangan lama-lama keluar kelas. Cuma diminta ambil buku ke perpus 'kan?"

"Siap, bos!" seru Rachel sembari menirukan gaya menghormat ke komandan. "Bye, Pak. Tapi jangan kebanyakan melamun mikirin aku ya. Kalau ketemu tinggal bilang aku aja sih, Pak. Di Hong Kong nanti kita juga sering ketemu kok. Lima hari (Rachel menunjukkan kelima jarinya dengan suara yang direndahkan dengan cara dramatis). Jangan sedih gitu," lanjut Rachel. Ia tertawa kecil sembari berlalu setelah melambaikan tangannya dengan gaya genit yang dibuat-buat.

Milo menggeleng-geleng tak percaya. Ia bahkan tidak sempat memprotes ucapan Rachel tersebut. Namun, tetap saja ada sunggingan senyum di bibir Milo akibat perilaku anak muridnya yang nekat sekaligus nakal itu. Milo tidak marah, jengkel, atau tersinggung dengan sikap Rachel. Ia bahkan tidak merasa terganggu. Ini jelas berbeda bila mendadak Talulah yang bertindak semacam itu. Namun, sampai saat ini Milo mungkin masih belum menyadari tentang perbedaan ini. Ia hanya tahu bahwa Rachel memang adalah jenis siswa yang penuh dengan semangat dan hampir selalu terlihat girang.

Rachel juga kembali melambaikan tangannya ceria ketika ia keluar dari perpustakaan dan berjalan cepat masuk menuju ke kelasnya sembari membawa satu tumpukan buku pelajaran yang dipinjamnya.

Kalau boleh jujur, Milo ingin menjawab pertanyaan Laoshi Stephanie sebelumnya mengenai siapa yang paling cantik dan menarik di sekolah ini: Rachel. Milo kembali tersenyum-senyum sendiri.

Panjang umur. Orang yang dipikirkan mendadak muncul.

Tak lama Laoshi Stephanie datang entah dari mana. Ia membawa satu beberapa lembar halaman dokumen berisi tentang detil timeline dan schedule serta list siswa-siswa yang akan ikut field trip mereka ke Hong Kong.

"Kok senyum-senyum sendiri, Pak? Lagi berkhayal ya?" tanya Laoshi Stephanie yang menangkap basah Milo sedang tersenyum sendiri.

"Eh, Laoshi Stephanie. Ini, sedang baca novel. Ada hal yang lucu aja di ceritanya," jawab Milo berbohong.

Laoshi Stephanie melihat ke sekeliling, baru kemudian duduk di samping Milo. "Ah, jadi di sini tempat favorit Bapak nongkrong, ya? Sudah dapat diduga sih. Banyak murid bilang Bapak suka sekali baca buku," ujar Laoshi Stephanie.

"Sekalian nunggu waktu break, laoshi. Lagian, siapa yang bilang saya suka baca?" tanya Milo penasaran.

"Banyak, Pak. Saya denger-denger dari mereka. Lah, Bapak 'kan populer bagi beberapa murid."

Milo tidak mengacuhkan kata-kata Laoshi Stephanie. Ia hanya tersenyum kecut lalu melihat ke arah kertas-kertas yang Laoshi Stephanie letakkan di atas meja. Milo kemudian meraih tumpukan kertas tersebut. "Jadi, ini daftar anak-anak yang ikut kelompok kita?" tanya Milo. Ia langsung memperhatikan dan melihat nama Talulah serta Rachel ada di sana.

Milo tidak memperhatikan terlalu detil, tetapi nama Silvia dan Rita ada di kelompok lain.

"Yep, Pak. Jadi kita bertanggung jawab atas anak-anak ini. Ya kalau dilihat-lihat cuma gengnya Vivi, Rachel, Dwi dan Sophia yang paling berisik diantara yang lain. Tapi mereka anak baik semua sih, cuma selalu ceria aja. Kita juga menggabungkan kelas social sama science. Lagipula, susah kalau harus memisah anak-anak di kelompok-kelompok baru dengan mereka yang tidak terlalu akrab. Nanti malah mereka menolak dan memutuskan untuk tidak ikut field trip sama sekali."

Milo mengangguk setuju.

Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang