Serius

7 2 0
                                    

"Jadi, gue harus mulai dari mana?" tanya Rachel memelas.

"Mulai dari gimana lo bisa sampai contact Mr. Milo diluar sekolah?" ujar Vivian bergaya detektif.

Rachel bagaikan seekor kelinci yang terpojok di sudut kandang di tengah kepungan serigala.
Rachel menggaruk-garuk kepalanya. Pandangan meminta bantuan kepada Sophia pun tidak diindahkan oleh yang dituju.

"Gue beneran nggak sengaja ketemu Mr. Milo di taman minggu lalu. Kebetulan gue nganterin Mama ke salon. Gue mang dari dulu pengen banget nongkrong di taman deket situ. Eh, gak taunya ada Mr. Milo duduk di bangku sambil baca buku. Mana keren banget lagi gayanya. Dan gue merasa sebagai cewek paling kumuh dan dekil sedunia. Soalnya beneran gue cuma sikat gigi, kagak mandi."

"Dan lo gak bilang sama kita-kita?" seru Vivian, ditemani sorotan tajam mata Dwi.

"Eh, 'kan gue bilang ke Sofi."

Kini Sophia yang menjadi sasaran pandangan mata tajam Vivian dan Dwi.

"Kenapa ke Sofi doang, Rach? Lo 'kan tahu Sofi anti banget sama Mr. Milo. Three of us are the ones who make Mr. Milo the favorite dish," ujar Dwi yang menjelaskan bahwa hanya tiga dari mereka berempat yang sungguh memfavoritkan Mr. Milo.

"Yeah, I know. That's why I told Sofi only. She was sceptical, but at the same time was very neutral and objective," balas Rachel menjelaskan bahwa hanya Sophia yang meskipun tidak suka akan favoritisme mereka akan Mr. Milo, adalah yang paling obyektif.

"Maksud objektif gimana sih, Rach?" kalau lo ceritain ke kita, 'kan kita bisa ikutan," ujar Dwi kali ini.

"Makanya gue nggak mau cerita sama kalian."

"Wait, what?" seru Vivian tak percaya.

"Kalian itu selalu heboh kalau kita bahas Mr. Milo."

"Memangnya lo nggak? Memangnya siapa yang gak heboh kalau balas Mr. Milo? Kalau kita sama-sama ke taman waktu itu, tadi pagi kita pasti seru-seruan lagi sama Mr. Milo. Foto selfienya gak bakalan cuma ada di story lo, tapi seluruh sekolah bakal tahu kalau kita foto-foto sama Mr. Milo," ujar Vivian yang masuk akal. Karena Vivian memiliki pengikut media sosial yang luar biasa banyak.

"Gue sengaja menghindari itu, tauk. Gue cuma mau berdua doang sama Mr. Milo. Gimana, sih?" balas Rachel dengan wajah merengut.

"Eh, enak aja, Mr. Milo itu milik kita bersama lo, Rach," tukas Dwi.

Rachel tidak menjawab. Ia menghela nafas, kemudian menggeleng keras.

Dwi hendak merespon keras, tetapi Sophia menyentuh bahunya pelan. Dwi berpaling ke arah Sophia yang memandangnya dengan tatapan serius. Vivian yang melihat cara Sophia memandang ke arah Dwi ini mendadak sadar akan sesuatu. Sepasang matanya melebar, dan ia menutup mulutnya yang menganga.

"Rach? Is it true? You're in love with Mr. Milo, kayak yang dibilangin Sofi dulu itu?" ujar Vivian.

Dwi yang sadar bereaksi sama persis dengan Vivian. "Oh my God! Seriusan lo Rach?"

Rachel menatap ketiga sahabatnya, kemudian menunduk.

"Ya ampun, Rach. Gue beneran nggak nyangka. I pikir we just play around. Suka sama Mr. Milo karena ngefans doang. I nggak sampai mikir you suka beneran sama dia," ujar Dwi.

"Lo sadar kalau Mr. Milo guru kita 'kan Rach? It's very impossible ...."

"Kita udah bahas itu, Vi," ujar Sophia yang dari tadi lebih banyak diam. "Makanya Rachel cerita ke gue dibanding kalian. Reaksi gue serius karena Rachel ternyata juga serius sama Mr. Milo, bukan sekadar senang-senang. Jadi, ya mana rela dia ngabisin waktu berempat dengan Mr. Milo dan kalian. Dia mau menikmati berdua doang."

"Gue nggak tahu ini cinta apa bukan, guys. Sorry to Dwi and Vivi karena nggak bilang-bilang ke kalian. Tapi mang bener perasaan gue ini sepertinya bukan perasaan biasa. Gue masih gak paham, tapi di saat yang sama gue menikmatinya. Jadi, gimanapun resikonya, gue berani ambil. Gue nggak aneh-aneh kok mintanya, cuma sebisa mungkin, sesering mungkin, selama mungkin bisa sedekat mungkin dengan Mr. Milo. Ntar juga kalau kita udah lulus, gue juga bakal udahan. Jadi ya gue nikmati aja sekarang," jelas Rachel.

Dwi kini yang menghela nafas. Ia mengangguk-angguk. "Gue paham, Rach. Kalau gue jatuh cinta, gue juga bakal melakukan hal yang sama, gak peduli siapa cowok yang gue sukai. Bahkan kalau om-om juga," ujarnya sembari meringis. Ucapan setengah bercandanya ini direspon dengan pandangan tajam dari Vivian dan Sophia.

"Tapi kalau boleh kasih pendapat, Rach. Gue pikir lo bakal menuntut nanti-nantinya. Kalau cuma suka atau ngefans doang sih, lihat dari jauh udah seneng, kayak gue atau Vivi. Tapi, lo punya perasaan lebih. Gue sadar itu. Gini-gini kita udah sahabatan lama. Perilaku lo nggak biasa, Rach. Nah, kalau udah jatuh cinta, atau perasaan dalam apapun yang lo rasakan sekarang ini, lo pasti butuh lebih terus-terusan. Perasaan pengin bareng, pengin ngobrol atau ketemuan itu akan nambah, Rach. Kayak pake narkoba, awalnya suka-suka, lama-lama lo nggak bisa kalau nggak sama Mr. Milo. Kalau gak kesampaian bakal sakit," ujar Dwi panjang lebar.

Vivian mengangguk setuju. "Sekarang, lo cukup seneng kalau bisa sampai foto bareng. Tapi sebentar lagi, lo bakal pengen memiliki Mr. Milo. Dan itu, lo tahu 'kan, bakal sulit. Mengingat dia guru kita, lebih tua dari kita."

"'Kan bisa ntar gue lulus baru pacaran," tukas Rachel.

"Tuh kaaan ... Beneran udah sedeng nih anak. Udah beneran berharap sama Mr. Milo," seru Dwi panik.

"You didn't say anything about that before, Rach?" kali ini Sophia yang ikutan protes karena sebelumnya pembicaraan mereka sama sekali tidak membahas hal ini. Rachel sebelumnya, bahkan tadi, mengaku hanya ingin sebisa mungkin menikmati waktu dan perasaan ini, paling tidak sampai kelak ia tak bisa bertemu Mr. Milo lagi. Kini ia malah berharap lebih.

"Gue sadar habis ngobrol-ngobrol sama Mr. Milo, kemudian selfie, kayaknya gue cocok sama Mr. Milo deh. Seriusan. Kalian nggak perhatikan wajah kita di foto story gue? Mr. Milo beneran cakep, sumpah. Dan gue, kayaknya nggak jelek deh, biar gak secantik lo, Vi."

Vivian memukul jidatnya sendiri. "Ampun, Rach. Lo makin ngelantur. Lo gila ya. Ntar kalau patah hati gimana, Rach?"

"'Kan ada kalian, sahabat-sahabat gue. Kayak lupa aja kalau dulu Dwi juga pernah nangis pas gebetannya di kompleks ternyata udah punya pacar," jawab Rachel santai.

Setelah itu semua anggota the Four Musketeers terdiam. Mereka sadar bahwa kasus Dwi dan Rachel sungguh berbeda. Rachel tidak pernah terlihat seniat dan sebersemangat ini ketika tertarik dengan seorang cowok. Lagipula, semua tahu, ketika Rachel sudah menginginkan atau meniatkan sesuatu, tidak ada siapa atau apapun yang bisa mencegahnya. Rachel adalah batu.

Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang