Eskalator

5 2 0
                                    

William tak pernah jengah dan bosan memandangi wajah cantik Rachel. Kegelapan di dalam studio bioskop tidak membuatnya berhenti mencuri pandang ke arah gadis itu, terutama ketika kebetulan sinar terang dari layar menyenteri mereka. Bahkan dilihat dari samping dan dalam pencahayaan temaram pun, Rachel begitu terlihat cantik dan mempesona.

William dapat melihat setiap perubahan emosi Rachel ketika menonton satu adegan ke adegan lainnya. Sepasang pipinya menyembul membulat dan memerah, begitu juga dengan bibirnya yang bahkan lebih merah dibanding gincu. Rambutnya yang tidak diikat sama sekali tidak mengganggu baik Rachel sendiri ataupun William. Seakan helai-helai rambutnya memang secara alami ditujukan untuk dipamerkan kepada lawan jenis. William tak henti-hentinya berdecak kagum.

Menurut William Rachel berbohong dengan mengatakan bahwa ia bukan seorang penonton yang baik. Sebaliknya, selama menonton, Rachel adalah rekan yang menyenangkan. Komentarnya sama sekali tidak tipikal. Ia tahu kapan harus berkomentar, memberikan pendapat, atau diam saja menikmati setiap adegan di dalam film. Bahkan, William terkejut bahwasanya Rachel tidak pernah bertanya kepada diri, berbeda dengan Rita saudari kembarnya yang walau di sekolah terkesan pendiam, di dalam bioskop ia bisa menjadi sangat mengganggu. Rita selalu saja bertanya tentang adegan yang tidak ia pahami, atau jalan cerita yang membingungkan, padahal mereka sama-sama menonton film tersebut untuk pertama kalinya.

Ternyata, Rachel di satu sisi memang benar-benar terbenam di dalam kenikmatan menonton film tersebut. Ia tak menyangka bahwa ia sangat menikmatinya. Sampai-sampai ia hilang semangat bahkan lupa untuk mengambil keputusan mengenai hubungannya dengan William yang menggantung ini. Ia lupa bahwa ia harus melakukan sesuatu agar William tidak terus berharap padanya, dan ia juga tidak memberikan harapan lebih besar kepada William.

Sialnya, entah karena William mengajak Rachel menonton film yang tepat sehingga Rachel pun menikmatinya, atau memang Rachel yang sedang menikmati setiap hari-harinya karena kejadian sederhana kemarin bersama Mr. Milo, yang jelas tidak akan ada lagi kesimpulan mengenai hubungan mereka hari ini.

Kebahagiaan juga dirasakan Rita di sisi lain dari mall yang sama dengan Rachel tanpa keduanya sadari. Rita tak menyangka bahwa Mr. Milo tak sedang tergesa-gesa. Akibatnya, keduanya sepertinya sungguh menikmati kebersamaan mereka di ruang pameran bahari tersebut. Mr. Milo bagai sebuah oase bagi hausnya Rita akan beragam hal, termasuk informasi dan pengetahuan luar biasa yang terus-menerus dibagikan kepadanya tentang sejarah. Tidak hanya membaca informasi yang tertulis di depan model-model beragam jenis kapal di depan mereka, Rita berhasil mendapatkan perspektif yang berbeda, mendalam dan menyeluruh tentang beragam aspek sejarah dari kapal-kapal tersebut.

"Are you sure William won't be looking for you?" tanya Mr. Milo meyakinkan bahwa William tidak akan mencarinya.

"He's still watching, I guess. Lagian, film kan bisa dua jaman, Pak.'

Mr. Milo tertawa. "Seru banget ya kita disini sampai kamu nggak sadar kalau kita sudah menghabiskan lebih dari dua jam juga."

Rita terhenyak. Ia melihat ke arah jam tangan mungil yang membalut pergelangan tangan kirinya. "Seriously? Beneran ya Pak, udah dua jam."

"Kamu ada acara? Nggak hubungi William aja dulu atau gimana?"

"No!" tanpa sadar Rita berseru, menolak menyia-nyiakan waktunya bersama Mr. Milo. Ia hanya terkejut bahwa waktu berputar secepat itu ketika bersama orang yang spesial. "Saya nggak ada acara, kok Pak. Atau, ehm ... Bapak yang ada keperluan?" tanyanya ragu, khawatir akan jawabannya.

"Saya sih, free. Santai aja. Cuma nanti gimana pulangnya kamu?"

"Saya sih bisa pakai ojek online aja, Pak."

Sekitar lima belas menit kemudian Rita merasakan hape di dalam tas kecilnya bergetar. Ada pesan yang masuk.

"Rit. U done? Still in the exhibit?" pesan dari William yang menanyakan apakah ia sudah selesai dari menonton pameran bahari.

"I guess," balas Rita.

"U take online taxi, right?"

"Yes, no worries," balas Rita lagi.

"Eh, Pak, dari William. Kayaknya di udah selesai nonton deh."

"Oh, ya udah. Jadi gimana? Mau pesn ojek online? Saya temani sampai dijemput nanti, gimana?"

Rita mengangguk. Ia merasa sepertinya sudah cukup hari ini bersama Mr. Milo. William saja sudah selesai berkencan dengan Rachel, pikirnya.

Rita berjalan disamping Mr. Milo yang mengantarkannya ke lobi mall. Rita sendiri memutuskan untuk memesan taksi online nanti ketika sudah sampai di lobi agar tidak terlalu tergesa-gesa.

Aneh rasanya berjalan berdua dengan guru laki-laki yang sempat ia hindari habis-habisan itu. Apalagi keduanya kini berada di dalam mall, tempat publik yang bukan merupakan sekolah. Tidak biasanya Rita memedulikan apa yang dipikirkan orang-orang. Namun, hari ini ia ingin tahu apa yang ada di dalam otak orang-orang asing yang melihat mereka berdua. Apakah ada diantara mereka menduga bahwa ia dan Mr. Milo adalah pasangan kekasih?

Ah, Rita sungguh malu dengan pikirannya sendiri. Baru saja tadi ia tak mau berpikir berlebihan, mengapa sekarang ia berkhayal sejauh itu?

Rachel dan William berencana akan nongkrong sebentar di sebuah coffeeshop, mungkin sekalian makan siang yang sudah agak kesorean. Keduanya masih tertawa-tawa seru membahas film yang sudah mereka tonton tadi sembari turun ke lobi.

"So, Rita juga ada di mall ini. Dia nonton pameran bahari, katanya."

"Oiya? Jadi, dia udah selesai? Nggak kita ajak barengan aja?"

William menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak mau dia. Mungkin ada acara sendiri," ujar William. Lagipula, jelas William tidak akan bersedia membawa Rita bersama mereka. Hari ini adalah hari yang sempurna bagi dirinya dan Rachel.

Rachel mengangguk pelan, paham bahwasanya mungkin memang bukan merupakan ide yang brilian bila Rita ikut di dalam satu mobil dengan mereka berdua. Rita memang gadis yang manis dan baik menurut Rachel. Masalahnya, ia tak tahu cara berkomunikasi dengan gadis pendiam itu. ia khawatir pula bila sampai mereka satu mobil, ia akan kehabisan cara dan bahan pembicaraan.

Eskalator berjalan turun perlahan dan secara dramatis, secara tidak sengaja, Rachel melihat di susut matanya sosok yang sepertinya sangat ia kenal. Otomatis ia melihat ke arah tersebut dan tersentak mendapati Mr. Milo yang sedang berjalan ke arah pintu depan mall.

Rachel yakin seyakin-yakinnya dengan sosok tersebut. Bahkan dari jauh ia bisa merasakan pesona dari seorang Mr. Milo dan perawakannya yang seakan bersinar dari jauh tersebut. Jantung Rachel berdetak begitu liar. Baru saja ia bertemu gurunya itu kemarin, kini dengan tidak sengaja ia bertemu Mr. Milo lagi tanpa sengaja. Pipi dan bibirnya memerah, mengembang seakan menutupi hidungnya yang mungil. Ia tidak siap dengan pertemuan ini. Akan tetapi eskalator tidak bisa dihentikan, membawa tubuhnya turun ke lobi mall, tepat ke arah Mr. Milo yang juga berjalan ke arah yang sama.

Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang