Observation Wheel

7 2 0
                                    

Mr. Milo menggeleng pelan dan menghela nafas. "You must be kidding, right, Talulah? Please don't make things this complicated," keluh Mr. Milo.

Talulah tersenyum kecut. Ia kini yang menggeleng. "I'm being serious, Pak."

Talulah sungguh cantik, sangat cantik malahan. Wajah dan fisiknya adalah adonan percampuran yang sangat sukses menghasilkan keindahan semacam Talulah ini. Namun, Talulah tidak diberkati dengan keceriaan. Secara sosial pun Talulah lebih cenderung menarik diri, introvert. Kecantikannya menjadi seakan tersembunyi dari radar dunia. Dan, semua itu tidak berpengaruh pada Mr. Milo. Gurunya itu ternyata tidak memiliki perasaan apa-apa sama sekali dengan Talulah. Bukan berarti Mr. Milo tidak pernah membatin bahwa Talulah memang menarik. Toh, di Uni-National, tidak sedikit siswi yang memang memiliki kerupawanan.

Mr. Milo mengurut keningnya, kemudian mengurut pangkal hidungnya. "Apa salahku sebenarnya sih?" keluh Mr. Milo dalam hati.

Talulah menyelipkan helaian rambut di belakang telinganya ketika angin membuyarkan tatanannya. Seakan mampu mendengar ucapan batin Mr. Milo, Talulah menjawab, "Bukan salah Bapak. Saya tahu semuanya terasa salah. Everything seems wrong. But, again, it's not your fault. It's just a fact. I really like you, Pak."

"Why, Talulah?" tanya Mr. Milo singkat. Ia merasa lemas tak bertenaga. Enggan sekali mengalami apalagi mencari solusi terhadap masalah yang ia rasa tak perlu ini.

"Should I tell you the reasons? Beneren perlu saya jelaskan alasannya, Pak?"

Mr. Milo tak bereaksi. Ia tak siap dengan jawaban murid perempuannya itu.

"You are good looking and cool. That's the first. Secondly, Bapak perhatian, telaten, sabar. Kalau komunikasi, kayaknya kita bakal cocok."

Para guru melewati Mr. Milo dan Talulah. Tak ada yang curiga sama sekali dengan hubungan yang terjadi di antara mereka berdua. Pemandangan sepasang guru-murid ini sudah biasa bahkan sejak hari pertama Mr. Milo menjadi guru di Uni-National. Lagipula, Talulah selalu dekat dengan guru sejarah sedari dulu.

"Let's go, Pak Milo. Kita ke observation wheel sebelum gelap," ajak Laoshi Stephanie.

Mr. Milo tersenyum, kemudian ikut berjalan bersama para guru. Talulah juga langsung berjalan di samping Mr. Milo. Semua terlihat alamiah belaka. Bahkan Mr. Milo dan Talulah kembali berbicara normal bersama Laoshi Stephanie atau guru dan murid-murid lain yang sama-sama berjalan menuju ke observation wheel raksasa untuk melihat kota Hong Kong dari ketinggian.

"Pak, will you consider it? Bapak mau pertimbangkan apa yang saya katakan tadi?" ujar Talulah, tak terdengar oleh Laoshi Stephanie dan yang lainnya. Kalaupun terdengar, tak ada yang sungguh mengerti konteks apa yang mereka bicarakan. Paling-paling mengenai materi sejarah lagi.

"Talulah. Saya sudah paham dan mengerti perasaan kamu. Thanks sudah mau mengutarakan. There's nothing to consider. We are teacher and student. That's what it is. Saya guru dan kamu muridnya, Talulah."

Talulah tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Wajahnya datar, tetapi seperti berusaha memaksa senyum tipis yang hampir-hampir tak terlihat.

Tak lama mereka sampai di observation wheel. Para murid mengantri untuk membeli tiket seharga HKD 20, atau sekitar Rp.40.000. Antrian dipenuhi oleh murid dan guru Uni-National. Jalur antrian berkelok-kelok, tetapi rapi dan tertata. Sembari mengantri untuk giliran naik ke bianglala raksasa setelah mendapatkan tiket, Mr. Milo berbicara asik dengan Rian di depannya. Sedangkan Talulah masih terlihat menempel di belakang Mr. Milo.

Tak sengaja pandangan Mr. Milo berserobok dengan Rachel yang berada di dua baris antrian di belakang mereka. Gadis itu dengan ceria melambai dan tersenyum kepada Mr. Milo yang membalasnya dengan senyum tipis dan lambaian pelan. Talulah mulai merasakan bahwa sesungguhnya saingannya bukanlah Silvia yang super cantik dan menarik, melainkan Rachel yang ceria, ramah dan cenderung apa adanya.

Ketika Mr. Milo mendapatkan gilirannya, satu ruangan observation wheel dapat menampung sampai enam pengunjung. Di dalam ruangan itu, Mr. Milo bersama Rian, Laoshi Stephanie, Cindy, Talulah dan satu murid laki-laki warga negara Australia bernama Liam.

Sore sudah mulai memuncak sehingga mereka masih beruntung bisa melihat wajah Hong Kong di sore hari. Observation wheel berputar pelan untuk memberikan kesempatan bagi para pengunjung menikmati Hong Kong dari atas. Lautan dan gedung-gedung terekspos dengan jelas dan lantang di atas sana selama sekitar 20 menit untuk setiap ruangan.

Liam dan Talulah sedang mengobrol, begitu juga guru-guru lain di dalam ruangan yang sama. Talulah melirik Mr. Milo yang sepertinya sama sekali tidak berusaha untuk meresponnya. Talulah sudah merasa tidak nyaman, dan ia tahu resiko ini. Ia tidak menyesal telah mengutarakan perasaannya. Ia mau ia yang pertama, sebelum mungkin Silvia yang selama ini sudah mendekati dan menggoda Mr. Milo akan nekat mengutarakan perasaannya juga. Atau tahu-tahu, Rachel, si cantik itu yang malah semakin dekat dengan Mr. Milo. Entah apa yang bakal terjadi dengan hubungan mereka kelak bila ia tidak segera mengambil langkah drastis ini.

Mr. Milo terlihat sekali berusaha tetap profesional. Ia berbicara dengan semua orang yang ada di ruangan bianglala raksasa tersebut, termasuk Talulah yang tak henti memandangnya. Ia tidak lagi melirik, tetapi benar-benar masih memberikan perhatian yang maksimal.

Sekitar dua jam kemudian, semua siswa dan guru telah mendapatkan gilirannya naik ke bianglala. Beberapa yang sudah selesai terlebih dahulu, menikmati beragam hal yang ada di sekitar Tamar Park dan Star Ferry Pier atau pelabuhan Star Ferry. Disana mereka dapat menikmati pemandangan laut dengan kesibukan kapal penumpang dan nelayan di tengah kota, serta menaiki tur keliling kota Hong Kong dengan menaiki Big Bus Open Top Hop-On Hop-Off, sebuah bus double-decker alias dua tingkat dengan atap terbuka berwarna merah khas. Harga untuk menaiki bus itu adalah HKD 60.58 atau sekitar Rp. 121.000 untuk perjalanan penuh satu jam lima belas menit, atau satu jam tiga puluh menit. Namun, untuk hal ini, para murid terpaksa harus mengikuti aturan ketat. Jumlah guru yang harus menjaga mereka, pergi bersama di dalam satu bus sangatlah terbatas. Begitu pula waktu yang cukup panjang untuk berkeliling kota Hong Kong juga cukup lama. Maka, hanya ada beberapa murid dan guru yang bisa menikmati tur Big Bus Open Top tersebut.

Lampu-lampu gedung bersinar terang, mengubah secara drastis dan radikal atmosfir Tamar Park. Kemegahan luar biasa langsung menubruk tempat itu. beberapa orang bahkan mungkin menganggap Tamar Park berubah menjadi tempat yang romantis. Namun, ini tentu tidak berlaku bagi Mr. Milo.

Mulutnya tak menggerutu, tetapi hatinya mengomel tiada henti. Ia tidak menghindari Talulah karena itu bukan keputusan yang bijak, malah terkesan kekanak-kanakan. Bagaimanapun ia adalah seorang guru. Di sisi lain, sama sekali tidak mungkin untuk bersikap biasa. Seorang murid perempuan baru saja menembaknya, literally proposed her love to him.

Ia tak berencana membahas hal itu sama sekali. Ia bahkan tak tahu apa yang harus ia lakukan. Yang jelas, sekarang, ia harus membawa murid-murid untuk meninggalkan Tamar Park, kembali menaiki MTR menuju ke tempat makan malam sebelum melanjutkan ke jadwal selanjutnya.

Bahu Mr. Milo disenggol Rachel di dalam kereta MTR. Gadis itu tersenyum lebar sampai sepasang matanya hampir hilang dan pipi serta bibirnya memerah terang. "So, was it cool enough? Lumayan keren Tamar Park, ya Pak?"

Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang