Cermin

5 2 0
                                    

Rachel merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Matanya menerawang menembus langit-langit kamar, terus terbang ke angkasa dan mendarat di kejadian tak mengenakkan yang ia alami tadi. Betapa beruntungnya Rita, pikir Rachel. Tak peduli apakah Rita diam-diam juga memiliki ketertarikan yang sama dengannya terhadap Mr. Milo atau tidak. Yang jelas, Rachel merasa bahwa ialah orang yang harusnya berada di posisi Rita tadi.

Apakah ia harus menyerah saja? Mr. Milo pasti sudah menganggap ia adalah pacar William. Apa Sophia benar bahwa hubungannya dengan Mr. Milo akan tidak mungkin terjadi?

"Gue pantes nggak sih pacaran sama Mr. Milo sebenarnya?" gumamnya.

Ia bangun dari tempat tidur kemudian duduk di depan cermin. Rambutnya yang jatuh sedikit acak-acakan ia biarkan saja.

"Rita ternyata cantik. Talulah apalagi. Gue juga nggak tahu sebenarnya tipe yang disukai Mr. Milo tu kayak apa. Apa masih ada banyak murid cewek Uni-National yang diam-diam suka sama dia ya? Terus, kalau dia hari Sabtu keluar sama gue, trus Minggunya ternyata ketemu Rita, bisa jadi hari-hari lainnya dia juga ketemu sama cewek-cewek yang gue nggak tahu siapa," ujarnya lagi sendiri.

"Aduh, pusing gue. Pak, tolong dong, deketnya sama gue aja. Gue bisa cantik, kok. Gue udah seneng kemaren bisa jadi satu-satunya murid cewek yang selfie sama Bapak. Please, dong Pak," ujarnya kembali di depan cermin dengan gaya iba.

Rachel membenahi rambutnya dan meraup wajah dengan kedua telapak tangannya. "Gue lumayan, sih. Tapi beneran, Rita kok bisa cantik gitu, ya?" gumamnya. Ia berharap Rita tidak memiliki hubungan khusus dengan Mr. Milo. Cukup Talulah yang menjadi satu-satunya murid perempuan di Uni-National yang memiliki kedekatan khusus dengan gurunya itu.

Rachel menutup mata, kemudian membukanya perlahan. Mendadak raut wajahnya berubah. Dari yang semula kusut menjadi cerita. Bahkan rona merah nan segar muncul di kedua pipinya.

"Gimana sih lo, Rachel Loh? Baru gini aja udah nyerah. He's your crush. Mr. Milo itu 'kan idola lo. Ini belum ada apa-apanya. Gimana mau dapetin dia kalau lo nyerah," ujar Rachel lagi. "I know I'm good enough. Gue cantik dan menarik, kok. Kalau Mr. Milo nggak sadar, ntar gue bikin sadar," serunya bersemangat.

Entah apa yang ada di dalam pikiran Rachel saat itu. Ia sepertinya memang sudah masuk ke dalam lautan asmara. Pesona Mr. Milo benar-benar telah membuat gadis tujuhbelas tahun ini tergila-gila. Ia menolak kalah dengan siapapun yang mungkin menjadi saingannya, dan menolak kalah dengan apapun yang terjadi di hadapannya.

Maka, kenekatannya membawa Rachel meraih hapenya.

"Good afternoon, Pak," ketiknya.

Rachel sudah tidak merasakan detak jantungnya bergemuruh seperti sebelum-sebelumnya ketika menunggu balasan dari Mr. Milo.

Membutuhkan waktu sampai lima belas menit sampai Mr. Milo akhirnya membalas.

"Yes, Rachel?"

"Aku bisa minta bantuannya, nggak pak?"

Beberapa menit kemudian muncul balasan Mr. Milo.

"What is it? Soal esai atau research?"

"Honestly, ini nggak ada hubungannya dengan pelajaran sih, Pak," balas Rachel sembari memberikan emoticon malu-malu.

Rachel menunggu jawaban lagi. Beberapa menit kemudian, jawaban kembali muncul.

"Ok ..., what is it then?"

Kini Rachel yang sedikit ragu untuk melanjutkan ketikannya. Baru saja ia hendak mengetik, pesan dari Mr. Milo kembali masuk.

"Soal apa, nih? Soal cowok?" balas Mr. Milo, juga kini ia yang memasukkan emoticon. Sebuah tawa.

Deg!

Kini mendadak Rachel merasakan jantungnya berpacu kencang. Apa maksud Mr. Milo? Apa gurunya itu merujuk kejadian tadi di mall. Atau Mr. Milo hanya sedang bercanda saja?

"Kok tahu, Pak?" balas Rachel segera.

"Eh, emangnya benar soal cowok? I was joking around," balas Mr. Milo. Tanpa jeda kali ini.

"Gimana ya bilangnya, Pak."

"Ya, gimana? Kalau nggak bisa, nggak jadi aja," balas Mr. Milo. Ada emoticon tertawa.

Rachel meledak dalam tawa. Mr. Milo membalas chatnya dengan canda. Kok, kami mendadak akrab begini? Pikir Rachel. Ia langsung kembali melemparkan tubuhnya ke tempat tidur. Wajahnya kembali ceria. Ia berniat membuat Mr. Milo tahu kalau dia salah paham tentang hubungan antara dirinya dan William.

"I need your suggestion as a man, Pak."

Tidak ada respon. Mungkin menunggu apa yang hendak Rachel ketik. Maka, sembari tersenyum, Rachel melanjutkan.

"What boys think about a girl who gives him attention? Tapi sebenarnya bukan karena suka, tapi karena bersikap baik aja."

Rachel menunggu sebentar.

Mr. Milo sedang mengetik.

"Sorry, Rachel. Are we talking about William?"

Rachel tersenyum begitu lebar sampai-sampai sepasang matanya hampir hilang, tenggelam oleh pipinya yang menggelembung dan merona merah. Mr. Milo melayani pembicaraan pribadi dengannya. Itu adalah hal yang luar biasa. Ia tak yakin Mr. Milo melakukannya dengan semua murid. Talulah mungkin sekali hanya berkomunikasi mengenai masalah-masalah pelajaran, tak lebih. Ia yakin itu. Selain itu, kini ia bisa menegaskan permasalahan yang terjadi, bahwa tidak ada hubungan khusus antara dirinya dan William.

"Yes," balas Rachel singkat.

"Wait. Bukannya kamu pacaran sama Wil?"

"Eh, no lah, Pak. Tahu dari mana?"

"Lah, tadi bukannya kalian ngedate?"

Yes. Batin Rachel. Ini saatnya menjelaskan bahwa tidak ada apa-apa antara dirinya dan William.

"Nggak ah, Pak. Cuma nonton bareng."

Rachel menunggu sebentar. Mr. Milo mengetik. Ada emoticon tertawa terbahak-bahak.

"Nonton bareng kok bukan date?"

"Tuh 'kan. Makanya saya tanya sama Bapak. Kalau pergi keluar bareng udang dipikir ngedate sama cowok. Besok-besok saja tolak aja langsung. Nanti tahu-tahu dibilang jahat. Mean girl."

Rachel menambahkan emoticon ngambek.

Butuh beberapa menit bagi Rachel mendapatkan balasan.

"I see," balas Mr. Milo.

Tidak ada tambahan.

"Ih, kok I see doang, Pak. Gimana komentarnya?"

Rachel mulai gemas dengan gurunya itu.

"Gimana ya. Saya paham sih maksud kamu. Tapi saya juga paham perasaan William. Eh, tunggu. Tahu darimana William suka kamu? Siapa tahu dia memang cuma mau temenan baik aja sama kamu."

Rachel ingin berteriak sekencang-kencangnya karena begitu girangnya. Ia tak menyangka kenekatannya menghubungi Mr. Milo ternyata menghasilkan percakapan pribadi semacam ini. Ia awalnya cuma mau menginformasikan kepada Mr. Milo bahwa ia salah paham, bahwa ia tidak berpacaran dengan William. Ia merasa perlu memberitahukan Mr, Milo hal ini. Ia bahkan tidak memikirkan rencana khusus untuk bercakap-cakap dengan Mr. Milo. Semuanya terjadi secara alamiah saja.

"Makanya aku mau tahu bagaimana menurut Bapak. Aku 'kan cewek, Pak. Ada insting sih. Tapi di sisi lain, aku juga nggak mau kepedean. Masalahnya, aku nggak nyaman kalau dianggap pacaran sama William. Soalnya memang nggak. Buktinya, Bapak juga mikir aku ngedate sama Wil, 'kan?"

Rachel menghela nafas panjang. Ia penasaran Mr. Milo di seberang sana sedang apa ketika membaca dan membalas chatnya. Bagaimana raut wajahnya? Pasti menggemaskan, pikir Rachel. Ia juga sangat penasaran apa sih yang ada di dalam pikiran Mr. Milo. Sampai saat ini gurunya itu tidak menunjukkan keberatan apapun, apalagi terganggu. Padahal yang mereka bicarakan saat ini adalah hal yang sangat pribadi.

Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang