William tak henti melirik ke arah Rachel yang berada di sampingnya, baik sewaktu di mobil di dalam perjalanan tadi, ataupun ketika sudah sampai mall. Syukurnya di dalam mobil, keduanya sungguh bercakap-cakap sehingga William memiliki banyak sekali kesempatan untuk menatap langsung ke arah wajah rupawan Rachel.
William yang semula menyangka keadaan ini bakal menjadi awkward atau kaku terkejut juga dengan dirinya sendiri. Percakapan mengalir dengan baik dan apa adanya. Ia curiga ini karena usaha Rachel sendiri, atau memang gadis itu sedang berada di dalam mood yang baik. Rachel ternyata memiliki sifat yang luar biasa menyenangkan. Gadis itu juga ceria dan lucu. William tak tahu Rachel juga pandai melucu dan bercanda seperti itu. Apakah lucu adalah sifat aslinya yang tidak diketahui William, atau sebenarnya Rachel baru-baru ini mengembangkan karakter tersebut?
"Gue nggak banyak nonton film sih, Wil. Ntar lo tolong kasih tahu ke gue kalau gue rada oon, atau kelewatan. I mean, I'm not a good receiver in the term of movie," ujar Rachel kepala William. Ia mengakui bahwa ia bukanlah seorang penonton yang baik, sehingga ia meminta William untuk sabar menjelaskan hal-hal yang nanti mungkin tak ia ketahui.
William agak kaget awalnya dengan cara Rachel berbicara yang lumyan lugas tetapi santai itu.
"No problem, Rach. I juga bukan moviegoer kok. Tapi I pasti kasih tahu you kalau you perlu bantuan," balas William.
Rachel memandang lurus ke arah William, kemudian menyipitkan kedua matanya yang sudah sipit itu. Tak lama sebuah senyuman yang sangat tipis muncul di wajahnya, menjadikan raut wajah Rachel terkesan licik dan nakal. William kikuk dan kebingungan dengan reaksi Rachel tersebut.
"Eh, Wil. Coba deh mulai sekarang kalau ngobrol sama gue jangan pakai I you gitu."
"Eh, maksud you apa, Rach?"
"Udah, jangan pakai I atau you. Coba deh bilang gue sama lo. Coba deh Will," ujar Rachel. Kali ini ia bahkan mengubah posisi duduknya condong ke arah Will, kemudian menyentuh bahunya serta menggoyang-goyangkannya pelan. "Ayo, cepet Wil. Bilang gue lo, gitu."
"Eh, how? Why?"
"Ih, jangan protes aja. Tinggal bilang gue sama lo," ujar Rachel. Wajahnya yang menunjukkan raut memohon sekaligus memaksa dengan sedikit manja di saat yang sama itu membuat William gemas saking manis dan imutnya. William tergagap. "Eh, guwe, loh, gitu?"
"Bikin kalimat coba," paksa Rachel lagi.
"Guweh mau nonton sama eloh," ujar William.
Rachel tak mampu lagi menahan tawanya melihat cara William mengucapkan kalimat tersebut.
William yang melihat Rachel tertawa langsung tertular dan ikut tertawa. "What's wrong, Rach? You asked me, right? Memangnya harus gimana?"
Rachel berusaha memberhentikan tawanya. Wajahnya sampai memerah. Malah semakin membuat ia tampak menarik di depan William.
"Nggak cocok, Wil. Bukan gitu cara ngucapinnya. But, honestly, gue lama-lama juga nggak suka dengan kita yang suka pakai I dan you. Nggak tahu kenapa. Atau coba deh pakai aku dan kamu. Jadi gue juga pakai aku dan kamu, deh. Sama aja kita," ujar Rachel.
William mengernyit, bingung dengan mau dan maksud Rachel.
"Jadi mulai sekarang I pakai aku, gitu?"
"Nah, lebih enak didengar," ujar Rachel sembari cekikikan.
She's so random, pikir William. Namun, tetap saja ia berusaha memenuhi keinginan Rachel. Ia senang dengan topik pembicaraan mereka yang aneh bin ajaib ini, karena seru dan lucu.
"Memangnya kenapa I, eh, aku nggak boleh pakai I, Rach?"
Rachel tersenyum geli. "Nggak ada alasan khusus kok, I promise. Cuma mendadak sadar kalau I dan you tu kadang nggak enak didenger nggak sih? Tunggu, maksud gue, eh, aku, kadang-kadang aja lho ya. Kalau kamu memang mau pakai I dan you juga aku nggak ada masalah. Serius. Cuma ternyata, lebih enak denger kamu pakai aku kamu dibanding I dan you."
William tersenyum. Ia tak peduli alasan dibalik permintaan Rachel. Ia mau saja mengikutinya. Pembicaraan ini ternyata seru.
Begitu juga sesampainya di mall dan berjalan menuju ke bioskop, Rachel terlihat begitu ceria, talkative dan lucu. Perjalanan singkat ke bioskop itu saja suasana begitu hangat dan menyenangkan. William tak berani menyimpulkan apapun dari kejadian ini, apalagi sampai berpikir bahwa Rachel mungkin memiliki perasaan yang sama dengan dirinya.
Ini menjadi masalah sebenarnya. William enggan merusak kenyamaan kebersamaan mereka ini. Ia pun tak memiliki rencana menyatakan perasaan kepada Rachel. Sedangkan, Rachel masih terbawa atmosfir kebersamaannya dengan Mr. Milo kemarin. Ia menjadi diri sendiri yang memang sudah ceria sekaligus hangat. Pertemuannya dengan Mr. Milo membawa semangat baru pada dirinya. Ia semakin merasa pas dengan Mr. Milo yang dalam interaksi pribadi kemarin terlihat sekali sifatnya yang menyenangkan. Rachel seakan merasa bahwa ketertarikannya kepada Mr. Milo bukan sekadar terbawa suasana, atau karena melihat fisik semata. Melainkan lebih dari itu. Ia merasa cocok dengan guru laki-lakinya itu. Bahkan para anggota the Four Musketeers saja sudah angkat tangan tak berani mendebat atau melarang perasaannya yang semakin sungguh-sungguh terhadap Mr. Milo itu, meskipun memberikan peringatan bahwa kemungkinan besar ia patah hati pasti besar.
Namun, Rachel masih melayang-layang hari ini. Itu juga menjadi salah satu kesalahan terbesarnya. William semakin suka kepadanya.
William membelikan mereka berdua satu kotak besar popcorn untuk dimakan bersama berdua serta dua minuman soda. Mereka masih menunggu sepuluh menit sebelum studio dibuka.
"Kamu suka apa, Rach?"
"Nah, kalau pakai kamu gitu kan enakan didenger," ujar Rachel. "Eh, maksudnya suka apa gimana?"
William merasa aneh sendiri mendengar dirinya menggunakan kata ganti aku dan memanggil Rachel dengan kamu. Tak lama ia juga sadar bahwa ia belum benar-benar menjelaskan pertanyaannya dengan detil. "Maksud aku, kamu punya interest apa? What's your hobby?"
"Ah, I like reading you know. Tapi baru-baru ini aja sih. Ada yang kasih pengaruh," ujar Rachel sembari membayangkan Mr. Milo sebagai sosok yang mempengaruhinya tersebut.
"Rita juga suka baca tuh," jawab William singkat.
Rachel mengangguk paham dan tersenyum. "Suka baca novel juga dia?"
"I don't know exactly. Soalnya nggak pernah tanya. Tapi setahu I, eh, aku, dia punya banyak koleksi buku di kamarnya. Kapan-kapan main aja ke rumah, mana tahu kalian cocok," ujar William. Ia tidak bercanda, meski Rachel hanya mengangguk dan tersenyum.
Tak heran bagi Rachel bahwa saudari kembar William itu suka membaca. Gayanya yang introver sedikit mirip dengan Sophia pikir Rachel. Namun, kini diam-diam ia sudah bisa merasakan bagaimana serunya menjadi seorang pecinta buku. Semua gara-gara Mr. Milo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lini Masa
RomanceRachel Loh sepertinya sungguh suka dengan Mr. Milo. Bukan hanya suka, Sophia Chang, sang sahabat, mencurigai bahwa Rachel sedang jatuh cinta pada guru baru mata pelajaran history di sekolah mereka tersebut. Rachel sendiri tidak malu-malu mengakui ba...