Rita melirik ke arah Mr. Milo. Masih teringat jelas di dalam memorinya kejadian beberapa hari yang lalu, pertemuan mereka di toys shop. Ia sama sekali tidak menyangka efek luar biasa yang diakibatkan pertemuan dan percakapan singkat mereka tersebut. Mr. Milo memiliki beragam aspek yang membuat pribadinya sungguh menarik. Tidak hanya fisik, tetapi juga dari cara berbicara, caranya memandang dan merespon lawan bicara. Bahkan sekarang Rita tahu bahwa Mr. Milo memiliki ketertarikan yang tidak biasa, serupa pula dengan dirinya.
Mr. Milo memberikan waktu untuk murid-murid di kelas Rita ini untuk saling berdiskusi menjawab pertanyaan yang ia tunjukkan di white board. Rita sudah mempertimbangkan matang-matang tindakan yang akan ia lakukan hari ini. Sebelum diskusi di dalam kelas ini, ia sudah berdiskusi bahkan berdebat dengan diri sendiri tentang tindakan yang akan ia lakukan. Ia akan mengangkat tangannya dan bertanya kepada Mr. Milo.
Ini adalah hal yang jelas-jelas merupakan hal yang bertentangan dengan apa yang sudah ia lakukan dan apa yang selama ini ia pikirkan. Ia selama ini selalu berusaha menunjukkan ketidaksukaannya kepada Mr. Milo. Ia sengaja tidak mengacuhkan kehadiran Mr. Milo di kelasnya. Lucunya, memang ada beberapa anak di kelasnya ini yang melakukan hal serupa. Bedanya, tujuannya melakukan hal tersebut karena ia memiliki alasan tersendiri, yaitu karena ia enggan untuk terjebak oleh rasa tertarik dengan guru baru yang mempesona itu.
Namun, setelah pertemuan tidak sengaja di toys shop tempo hari, dunianya telah dijungkirbalikkan. Ia terpaksa terekspos dengan pesona Mr. Milo yang terlalu kuat. Selain itu, pengetahuan sang guru tentang sejarah memang tidak bisa ia sepelekan. Mr. Milo seperti memiliki pengetahuan yang tak terduga. Ia penuh dengan kejutan.
Maka, Rita memutuskan untuk membatalkan rencananya untuk tidak mengacuhkan Mr. Milo. Ia biarkan dirinya terjebak dalam rasa tertarik yang tak mungkin lagi dicegah. Hari ini, ia akan mengangkat tangannya, membuat Mr. Milo mendekat, dan menanyakan sesuatu berhubungan dengan tugas esainya kelak. Ini adalah langkah besar dan ekstrem yang bakal ia ambil.
Telapak tangan Rita berkeringat. Dadanya bergemuruh karena detak jantungnya yang berpacu secara anomali. Ia melihat sekeliling, memperhatikan teman-teman sekelasnya yang sibuk berbicara dengan rekan-rekan mereka. Entah sungguh sedang berdiskusi, entah berbicara sendiri.
"Sekarang saatnya, Rita!" jerit Rita di dalam hati.
Mendadak ia tersentak. Mr. Milo memandang lurus ke arahnya. Tak lama, guru muda itu berjalan pelan tetapi pasti ke arahnya.
Mr. Milo semakin mendekat, kemudian menunduk. Wajahnya hanya sejengkal dari wajah Rita.
"Hey, I know it's out of discussion, but I wanna tell you something about the duckling that we saw the other day," ujar Mr. Milo.
Kedatangannya yang tiba-tiba dan berbicara setengah berbisik dan begitu dekat pula, membuat jantung Rita serasa ingin copot.
"Yes, Pak. What do you want to tell?" tanya Rita. Ia berusaha untuk tidak menunjukkan emosi atau gelagat apapun. Sampai saat ini, nampaknya ia berhasil.
"By the way, did you buy the model of that ship?"
"Yes, Pak. I bought it," jawab Rita. Tentu saja ia jadi membeli model kapal-kapalan duckling itu. Bukankah ia sudah menuduh Mr. Milo yang akan membeli model kapal yang sudah lama diincarnya itu?
"Ok. So, actually, we're designing a plan, no ... actually we have submitted the proposal to the principal for our field trip next month. Do you have any idea where we're going for the field trip?" ujar Mr. Milo menjelaskan kepada Rita bahwa ia dan beberapa guru sudah memasukkan proposal ke kepala sekolah mengenai tujuan field trip bulan depan.
Rita membelalakkan mata. "Hong Kong?"
Mr. Milo tersenyum dengan jawaban Rita yang sepertinya sudah tak mampu menahan rasa semangatnya. Mr. Milo mengangguk pelan, tetapi menempatkan telunjuk jari kanannya di depan bibir. "Please don't tell anyone yet. It's still a plan and we need the principal's agreement. So, finger crossed," lanjut Mr. Milo.
Awalnya memang Mr. Milo tidak terlalu bersemangat dan juga tak berharap banyak dengan rencana field trip ini. Namun, ia memiliki beberapa pertimbangan. Untuk mendukung materi, pelajaran dan proses pengajaran di kelas, field trip ke Hong Kong dan aktifitas-aktifitas yang dihubungkan dengan sejarah pun pastilah menjadi sebuah hal yang menguntungkan.
"Really? Is it for real, Pak?" tanya Rita hampir tak percaya.
"Yes. But, again, let's hope things will go well," jawab Mr. Milo. Ia memang sekarang berharap proposal field trip ke Hong Kong dapat diterima. Apalagi demi melihat semangat Rita yang mendadak menjadi tinggi. "And, you're the first and the only student whom I tell about this."
Beberapa waktu yang lalu, Rita menjadi salah satu beban pikirannya. Murid itu, dan beberapa murid lain, tidak hanya tidak menunjukkan rasa tertarik kepada mata pelajarannya, melainkan juga terlihat memusuhi dan tidak menyukainya. Rita Lim sendiri, melihat dari hasil quiz dan aktifitas di kelas, terlihat memiliki kemampuan yang mumpuni di dalam mata pelajaran ini. Namun, sikap yang ditunjukkannya kepada Mr. Milo menunjukkan sebaliknya. Maka, adalah sebuah kemenangan bila ternyata Mr. Milo mampu membuat Rita lebih tertarik pada kelasnya ini. Apalagi Mr. Milo merasa bahwa ia sudah mendapatkan kunci untuk membuat Rita tertarik dan lebih menunjukkan effort-nya, yaitu duckling dan Hong Kong.
"So, it means I can see duckling with my own eyes?" ujar Rita setengah berbisik, masih tak percaya. Apalagi, Mr. Milo mengatakan bahwa ia adalah satu-satunya murid di sekolah ini yang tahu terlebih dahulu tentang rencana field trip ini.
Mr. Milo mengedikkan bahunya tetapi dengan wajah ceria.
Rita ingin menjerit dan memeluk Mr. Milo. Andai ia bisa lakukan itu.
Sudah bertahun-tahun lamanya Rita memohon kepada kedua orang tuanya untuk mengizinkan, atau paling tidak berangkat liburan bersama ke Hong Kong. Namun, kedua orang tuanya menolak dan malah lebih sering mengajaknya ke Singapura, Australia, Amerika, bahkan beberapa negara Skandinavia. Padahal, Hong Kong juga termasuk negara populer yang sering dikunjungi wisatawan di seluruh dunia.
"Iya, kita lihat nanti ya. Tahun depan, atau tahun depannya lagi," ujar sang ayah suatu saat. Nyatanya, setahun kemudian, satu keluarga malah sibuk menyusuri jalan-jalan di Swedia.
Kali ini, bila memang semuanya lancar, kepergian ke Hong Kong tidak akan dapat dicegah lagi.
"Pak, it's funny that I want to tell you about the similar thing as well," ujar Rita. Akhirnya ia memiliki alasan yang semakin kuat untuk mengatakan hal ini kepada Mr. Milo. "Is it possible to make an essay about Hong Kong. Well, specifically about the history of the duckling. But, I'll connect it with, I don't know, maybe the British?"
"Why not," balas Mr. Milo. Ia senang sekali karena Rita sudah memikirkan tentang penulisan esai sejarahnya. Mr. Milo merasa menang.
"And ... uhm, can you help me? Guide me in my essay composition?"
Akhirnya sudah ia utarakan. Rita meminta Mr. Milo untuk membantunya, membimbingnya dalam penulisan esai tersebut.
Tentu saja Mr. Milo mengangguk mantap. Ia tersenyum lebar.
"Oh my God. What is happening to me?" jerit Rita di dalam hati. Ia serius untuk menggarap esai sejarah tersebut. Namun, kesungguhannya bukan tanpa dasar. Mr. Milo memberikannya semangat itu. Dahulu ia ingin sekali menjauhi Mr. Milo, tetapi kini, satu-satunya hal yang ingin ia lakukan adalah terus berkomunikasi, berbincang, berdiskusi, bahkan berdebat dengan guru muda menawan yang satu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lini Masa
RomanceRachel Loh sepertinya sungguh suka dengan Mr. Milo. Bukan hanya suka, Sophia Chang, sang sahabat, mencurigai bahwa Rachel sedang jatuh cinta pada guru baru mata pelajaran history di sekolah mereka tersebut. Rachel sendiri tidak malu-malu mengakui ba...