Toys Shop

10 2 0
                                    

Rita bertemu dengan Mr. Milo tanpa sengaja. Dan kejadian tersebut bukan sekadar berpapasan dengan Mr. Milo di sekolah. Rita sedang berada di sebuah toys shop, toko mainan.

Sebagai pasangan saudara dan saudari kembar, William dan Rita memang berbagi beberapa kesamaan selain fisik. Salah satunya adalah hobi. Baik William maupun Rita sama-sama menyukai toys, alias mainan. Mainan yang dimaksud bukan sekadar mainan-mainan yang kerap dikoleksi orang dewasa seperti action figure superhero dan tokoh-tokoh komik atau film lain, LEGO model, atau die-cast toys seperti koleksi mobil-mobilan. Keduanya juga sangat suka memainkan semua jenis mainan yang klasik maupun kekinian. Dari spinner, rubik's cube, sampai water dan bubble gun.

Hari ini, William dan Rita sedang mengunjungi Gia's Toys and Models. William sudah langsung tersesat di tumpukan action figure di sudut toko yang super besar itu, sedangkan Rita berdiri termangu terpesona dengan mainan model kapal-kapalan.

Pada saat pandangannya terpaku dan terpesona dengan sebuah model kapal, suara yang akrab terdengar di sampingnya. "You know that the word junk is originally from old Javanese word djong, right? Mungkin juga berasal dari bahasa China yang memang merujuk pada kapal China itu sendiri. Dan sekarang, kamu sepertinya sedang terpesona dengan jung Hong Kong yang sangat ikonik itu."

Rita tersentak. Ia tahu pasti itu suara Mr. Milo. Ia berpaling dan melihat jelas wajah orang yang ia kenal dengan baik itu. Mr. Milo hampir menempelkan wajahnya di lemari kaca toko. Sinar lampu dari etalase itu menyinari raut wajahnya yang juga sama seriusnya menatap ke arah sebuah mainan model kapal klasik dengan warna mayoritas merah marun yang mencolok. Benar kata Mr.Milo bahwa model kapal itu meniru kapal kayu atau jung Hong Kong dengan tiga layar terkembang. Informasi yang tertulis mengenai model kapal itu adalah skala 1:50, panjang 410 mm, tinggi 330 mm, dan lebar 130 mm.

"Ada diskon sih. Dari dari $158 ke $99. Hmm ... itu berarti sekitar satu juta setengah rupiah. Lumayan juga. Hemat tiga puluhan persen." Sepertinya Mr. Milo berbicara sendiri.

Rita mengernyit. "You know that there's a big possibility that I might buy this ship model, don't you? Dan sekarang Bapak berpikir untuk membelinya?"

Mr. Milo berpaling menatap ke arah Rita. Ia hampir saja tertawa sebelum Rita melanjutkan protesnya. "Selain itu, model yang Bapak lihat ini bukan sekadar jung China. Ikonik memang, tapi lebih dari itu: legendary!" Rita menunjuk ke arah model kapal tersebut. "Dalam bahasa Kanton, kapal ini disebut Ap ling ho yang berarti bebek suci, atau the holy duck. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kapal ini dikenal sebagai duckling. Kapal ini terkenal berlayar di perairan Hong Kong, termasuk hilir mudik di Victoria Harbour. Duckling awalnya dibuat pada tahun ...,"

"Nineteen fifty five. Sembilan belas limapuluh lima. Kapal ini menjadi ikon Hong Kong sejak pertama kalinya dilihat oleh orang-orang Barat ketika berlayar di Pearl River Delta. Uniknya, para nelayan dan pelaut yang menggunakan kapal ini memiliki dialek yang unik dan berbeda dengan dialek Kanton warga Hong Kong daratan. Mereka disebut dengan boat people, alias orang-orang kapal. Saya rasa ini bisa dimaklumi karena warga mula-mula yang mendiami Hong Kong berasal dari warga darat yang dikenal dengan Hakka dan warga laut yang tinggal di kapal-kapal: mereka dikenal dengan orang-orang Tanka. Dan maaf, sepertinya kita salah paham. Saya tidak berniat membeli model jung duckling ini, kok. Tapi sekarang saya tahu, kamu sebenarnya punya ketertarikan dengan sejarah."

Mr. Milo tersenyum lebar ke arah Rita.

Mendadak Rita merasa tubuhnya seperti tersengat aliran listrik. Ini membuatnya sontak memalingkan wajahnya. Satu-satunya tindakan yang mungkin adalah kembali menatap model kapal jung duckling di depannya. Namun, ia tak bisa menahan untuk tidak tersenyum, meski tipis.

"Saya lega Bapak tidak membeli kapal ini. Soalnya saya sudah incar lama. Dan, saya juga minta maaf karena menuduh Bapak." Rita masih menatap ke arah etalase.

Mr. Milo tertawa pelan dan renyah. Kali ini Rita merasakan keinginan untuk menatap lawan bicaranya. Serangan listrik itu kembali menyerang.

"Saya benar-benar baru tahu kalau kamu memiliki kemampuan sejarah yang keren. Dan kamu suka dengan toys. What a great fact! Soalnya kamu pendiam sekali di kelas. Ya, memang sih, nilai quiz kamu nggak ada yang jelek. Tapi, mulai sekarang saya harus sadar untuk tidak melihat kemampuan dan pengetahuan murid dari keaktifitasannya dalam berbicara."

"Bapak sedang refleksi dan evaluasi guru, ya? Jangan disini, deh." Ujar Rita. Entah mengapa mendadak nada bicaranya seperti ini. Lebih ramah. Rita sendiri heran. "Jadi, ternyata Bapak juga suka toys?"

"Saya suka buku. Tadi dari toko buku. Nih, beli buku ini," balas Mr. Milo sembari mengangkat kantong plastik dengan sebuah buku tersegel di dalamnya. "Terus iseng ke toko mainan ini. Dari dulu suka, cuma uang habis di buku. Jadi sayang kalau harus beli mainan. Padahal saya juga suka action figure dan model kapal atau bangunan gitu. Susah kalau punya banyak hobi. Boros." Mr. Milo tertawa kembali. Kali ini, Rita juga ikut terpancing untuk membuka bibirnya, tersenyum. Cukup lebar malahan.

"Action figure, ya? Sama seperti William dong. Tuh, dia sedang di rak action figure. Kami bisa berjam-jam di tempat ini untuk melihat-lihat dan paling beli satu barang saja."

Mr. Milo mengangguk-angguk. Rita ingin tertawa geli melihat mimik wajah serius guru sejarahnya itu.

"Ok deh kalo gitu. Sampai ketemu lagi ya besok di kelas. Perhaps we'll talk more about the history of ships." Kembali Mr. Milo tersenyum, mengangguk ke arah Rita, melambai dan berlalu.

Rita membalas semuanya, sama persis. Ia melihat punggung Mr. Milo menjauh sampai menghilang keluar dari Gia's Toys and Models.

Rita menghela nafas dengan keras. Hal yang dari awal hendak ia hindari nyata-nyata datang menghampiri. Ia menolak untuk tertarik dengan sosok guru yang satu itu. Dari awal kemunculannya, dimana para murid perempuan bersorak karena kemudaan dan ketampanannya, Rita melawan dengan segenap tenaga. Ia sesungguhnya tidak menampik pesona Mr. Milo yang membuatnya begitu populer di hari-hari awal sekolah itu.

Sekarang, popularitas Mr. Milo sedikit mereda. Bukan karena ketampanannya hilang, tetapi lebih karena Talulah selalu menempel di sisi Mr. Milo. Semuanya sepertinya paham bahwa Mr. Milo sekarang 'dimiliki' Talulah. Hampir tidak ada kesempatan untuk menggoda Mr. Milo karena Talulah, sang mahluk sejarah itu, selalu menyita waktu Mr. Milo untuk membahas semua hal yang berhubungan dengan materi pelajaran mereka.

Rita seharusnya sudah cukup lega karena sosok Mr. Milo tidak terlalu terekspos lagi. Murid-murid perempuan tidak melulu membicarakan Mr. Milo dimanapun mereka berada. Dengan begitu usaha Rita untuk menghindari Mr. Milo menjadi tidak terlalu berat.

Namun, semuanya buyar hari ini. Segala usahanya hancur total gara-gara sapa dan tawa menawan Mr. Milo beberapa menit yang lalu.

Rita terpesona dengan Mr. Milo. Mungkin sama seperti banyak murid-murid perempuan lain seperti geng cewek-cewek Rachel Loh, atau mungkin Talulah sendiri, pikir Rita. Ia tak suka dengan hal ini. Ia tak suka terpesona dengan Mr. Milo, karena memang ia sungguh suka. Masalahnya, ia tak mau seperti saudara kembarnya yang tergila-gila dengan Rachel tetapi tak mendapatkan perasaan yang sama. Rachel mungkin adalah seorang gadis yang baik, tidak seperti Silvia yang populer tetapi angkuh. Rachel terlihat berusaha untuk selalu memberikan perhatian yang secukupnya. Akan tetapi, jelas sekali bahwa Rachel tak memiliki perasaan yang sama, sedangkan William terus-terusan mengejarnya, memberikannya perhatian yang berlebihan.

Rita tak sanggup melihat William kelak patah hati dan menderita. Keadaan William inilah yang membuat Rita menghindari Mr. Milo. Ia tak mau patah hati dan menyukai gurunya sendiri secara gila-gilaan. Cara satu-satunya adalah dengan bertindak dan berperilaku yang berkebalikan. Di dalam kelas, Rita jarang menjadi diri sendiri yang sebenarnya cukup periang dan suka sekali mengobrol. Ia juga cukup menyukai sejarah. Usahanya untuk menghindari Mr. Milo dibuat berat karena cara penyampaian materi dan metode pengajaran Mr. Milo sungguh menarik dan mudah dipahami. Terlihat sekali Mr. Milo memiliki passion terhadap sejarah.

Maka, hari ini Rita terpaksa mengakui kekalahannya. Ia tak mungkin lupa dengan senyum manis sang guru, lekuk wajahnya dari dekat, serta ekspresi lucu dan menggemaskan Mr. Milo. Ia mau mati saja rasanya karena diguyur pesona yang mendadak datang tanpa direncana tersebut.

Lini MasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang