Happy reading guys...
***
Hari ini adalah salah satu hari yang membosankan bagi Reyna. Bagaimana tidak, selain harus mengikuti kelas dosen yang sangat tidak ia suka ditambah absennya Regina, membuatnya ingin cepat-cepat keluar kelas.Entah kemana perginya sahabatnya itu. Beberapa kali Reyna telah menghubunginya tapi tidak ada satupun panggilannya yang dijawab, pesan pun sama saja.
Reyna melangkah keluar dengan wajah tidak bersemangat. Beberapa saat dia hanya mematung di depan kelas, bingung harus kemana setelah ini.
Pulang? Di rumah pasti sepi karena Sofia sedang pergi arisan dan yang jelas belum pulang sekarang. James masih di luar kota, besok baru pulang. Dan Jason, jangan ditanya, pasti sedang sibuk di kantor.
Tetap di kampus? Memangnya mau ngapain, ngitung mahasiswa yang baru datang dan yang mau pulang? Gilaaa... yang benar saja?
Tiba-tiba perutnya berbunyi nyaring, refleks Reyna memegang perutnya. Pasti cacing-cacing di perutnya mulai menuntut haknya yang sejak pagi belum dia isi dengan apapun.
Tanpa pikir panjang, Reyna melangkah menuju kantin. Saat melewati koridor, tidak sengaja dia melihat seseorang yang sangat ia kenal berdiri di depan mobilnya di parkiran.
Reyna mengurungkan niatnya pergi ke kantin dan pilih menghampiri orang itu. "Ngapain ke sini?"
"Jemput kamu," jawabnya enteng.
"Ngapain jemput aku? Aku bawa mobil, bisa pulang sendiri. Dan bukannya tadi pagi aku udah bilang, kamu harus istirahat dan jangan kemana mana? Kamu denger nggak sih apa yang aku bil-" kata Reyna terhenti karena sebuah telunjuk berada tepat di depan mulutnya.
"Udah, selesai marah-marahnya?"
Reyna lantas menyingkirkan telunjuk Ziovan dari bibirnya. "Belum."
"Kamu nggak mau nurutin apa yang aku bilang kan? Yaudah, kalau gitu mulai sekarang jangan pernah temui aku lagi!!" kesal Reyna dan berlalu menuju mobilnya.
Baru saja ia membuka pintu kemudi tapi dengan cepat ditutup lagi oleh Ziovan.
"Apa lagi???" geram Reyna sambil berbalik.
Oh... oh... posisinya sekarang sangatlah tidak menguntungkan karena dia sudah terperangkap di antara mobil dan Ziovan yang satu tangannya masih di pintu mobil.
Tidak ada jalan lagi selain pergi melalui celah yang tersisa. Baru saja Reyna akan kabur melewati celah itu tapi kalah cepat dari Ziovan yang meletakkan tangannya di pintu mobil bagian belakang.
"Mau kemana? Kita belum selesai bicara!" tegas Ziovan.
"Apa lagi yang mau dibicarakan? Kamu nggak mau ikutin apa yang kukatakan, bukan? Jadi yaudah, lebih baik kita nggak usah ketemu lagi."
"Lalu apa bedanya denganmu? Kamu juga sering nggak mau ikutin apa yang kukatakan."
"Kau tahu pasti, itu hal yang berbeda."
"Apa bedanya?" sergah Ziovan, menatap Reyna dengan intens.
"Jelas saja berbeda, aku menyuruhmu istirahat untuk kebaikanmu sedangkan kamu__"
"Aku juga melakukannya untuk kebaikanmu."
"Bukan. Jika itu memang untuk kebaikanku, mana mungkin sekarang aku merasa terkekang dengan semua itu?!" sergah Reyna.
"Benarkah? Jadi itu sebabnya kamu bohong tadi pagi dengan bilang akan pergi sama Jason?" sergah Ziovan membuat Reyna terdiam sesaat.
"Aku tidak bohong, emang bener aku akan pergi sama kakak. Tapi saat aku turun tadi pagi, dia sudah pulang dan di rumah pun juga nggak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny With You [Completed] TERSEDIA DI GOOGLE PLAYSTORE
RomanceSekuat apapun kamu mencoba menolak takdir maka sekuat itu juga takdir akan mendekat padamu sampai kamu mau menerimanya. "Karena ketertarikan tidak membutuhkan sebuah alasan jika takdir yang bergerak menjalankannya." [Ziovan Albert Russell] "Mimpi ya...