Happy Reading guys...
***
Ziovan buru-buru menuju halaman di belakang fakultas bahasa, setelah menerima pesan singkat dari Regina yang mengatakan keberadaan Reyna di sana.Dan benar saja gadisnya itu ada di sana, di pelukan Regina. Pantas saja dia tidak menemukan Reyna dimana-mana. Tempat ini begitu sepi, mungkin mahasiswa di sini pun banyak yang tidak tahu, apalagi dia yang notabennya bukan mahasiswa.
Ziovan mendekat tapi langkahnya terhenti karena menyadari punggung Reyna yang bergetar dan mendengar suara isakan gadis itu, membuatnya harus meremas dadanya menahan sakit seperti ada yang merenggut jantungnya secara paksa.
Regina yang pertama kali menyadari kehadiran Ziovan, lantas melepaskan pelukannya pada Reyna.
"Rey... gue beli air minum dulu ya buat lo, lo nggak apa-apa kan di sini sendiri?" kata Regina dan dibalas anggukan Reyna.
Regina lalu beranjak berdiri dan menghampiri Ziovan. "Bicaralah dengannya!" katanya pelan agar tidak terdengar oleh Reyna dan berlalu meninggalkan tempat itu.
Untuk beberapa saat, Ziovan masih mematung di tempat. Meyakinkan dirinya bahwa sangat penting baginya sekarang untuk bicara dengan Reyna.
Setelah mampu meyakinkan diri, Ziovan lantas menghampiri Reyna.
Meski Reyna sadar ada seseorang yang sedang melangkah mendekat tapi dia tidak mengangkat wajahnya untuk melihat siapa yang datang. Karena ia yakin, itu pasti Regina yang kembali setelah membelikannya minuman.
Baru ia sadar jika itu bukan Regina saat orang itu memanggilnya. "Rey,"
Cepat-cepat Reyna menghapus air matanya lalu mengangkat wajahnya, memastikan pendengarannya tidak salah.
"Zio...." kata Reyna saat mendapati orang itu benar-benar Ziovan.
Ziovan berlutut di depan Reyna dan menghapus sisa-sisa air mata gadis itu.
"Jangan terlalu dipikirkan apa yang dikatakan Vera tadi!" Mohon Ziovan sambil menggenggam kedua tangan Reyna.
"Tapi semua yang dia katakan benar, Zio. Aku orang munafik, yang bilang kamu bukanlah tipeku. Ta... tapi apa kenyataannya sekarang?" kata Reyna dan kembali terisak.
Ziovan bangkit dan pindah duduk di samping Reyna, guna merengkuh gadisnya itu ke dalam pelukannya.
"Ssssshhhhtt... itu semua tidak benar," kata Ziovan sambil mengelus rambut Reyna dan mencium puncak kepalanya, berusaha menenangkan gadisnya itu.
Setelah beberapa saat Reyna tidak lagi terisak tapi Ziovan masih enggan melepaskan pelukannya.
Ziovan takut jika ia melepaskan pelukannya maka gadisnya itu akan hancur berkeping-keping seperti barang rapuh. Apabila tidak sengaja terlepas dari genggamanmu maka ia akan jatuh dan hancur. Akan sangat sulit untuk memperbaikinya bahkan tidak akan pernah bisa diperbaiki lagi.
Ya, bagaimana tidak begitu, saat orang lain bahkan dirimu sendiri mulai meragukan karaktermu, siapa yang tidak akan menjadi lemah karenanya?
"Zio... aku pikir, kita harus mempertimbangkan kembali rencana pernikahan kita," kata Reyna pelan.
Deggg... Meski Reyna mengatakannya dengan pelan tapi Ziovan masih bisa mendengarnya dengan jelas, apa yang baru saja dikatakan Reyna dalam pelukannya.
Inilah yang ia takutkan, Reyna akan mengajaknya mempertimbangkan kembali rencana pernikahan mereka. Membayangkannya saja sudah membuatnya takut dan sekarang gadisnya itu benar-benar telah mengatakannya.
Sekuat tenaga dia menahan diri untuk tidak langsung melepaskan Reyna dan memprotes apa yang barusan dikatakan gadis itu.
"Rey... apa yang kamu katakan?" tanya Ziovan mencoba setenang mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny With You [Completed] TERSEDIA DI GOOGLE PLAYSTORE
RomanceSekuat apapun kamu mencoba menolak takdir maka sekuat itu juga takdir akan mendekat padamu sampai kamu mau menerimanya. "Karena ketertarikan tidak membutuhkan sebuah alasan jika takdir yang bergerak menjalankannya." [Ziovan Albert Russell] "Mimpi ya...