Sebelumnya aku minta maaf karena sedikit ngaret up-nya hhhhh... seharusnya sih semalam tapi berhubung belum rampung ya aku tahan dulu.
Dan maaf lagi, aku nggak sempet kasih persembahan chapter ini satu" untuk kalian yang kemarin coret-coret dikarenakan hal yang sama dan takut kalian nungguin jg sih. Tapi apapun itu, aku berterima kasih banget untuk kalian yang udah mau coret". Itu berarti banget....
Happy reading guys...
***
"Udahlah Jas! Gue mau balik ke Reyna. Dia udah panggil gue lagi," kata Ziovan dengan suara yang terdengar lemah."Tapi, Van-" Tanpa mendengarkan apa yang akan dikatakan Jason, Ziovan langsung memutuskan sambungan.
Ziovan menoleh ke arah Reyna dan memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Menarik napas dalam-dalam dan menghelanya sebelum berbalik dan berjalan ke tempat Reyna dengan bersikap seolah semuanya baik-baik saja.
"Siapa yang telpon?"
"Jason," jawab Ziovan lalu ikut berjongkok di depan Reyna.
"Ada apa kakak menelponmu?"
"Tidak ada," jawab Ziovan sambil menggaruk dahinya yang tidak gatal, tak tahu harus menjawab apa di saat dia sendiri tidak ingat apa saja yang dibicarakannya dengan Jason tadi akibat pembahasan terakhir mereka yang membuat pikirannya ngeblank parah.
Mendapati reaksi Ziovan tak seperti biasanya, Reyna mengernyitkan dahinya heran sekaligus bingung.
Sebenarnya apa yang mereka bicarakan hingga membuatnya seperti ini? Seperti dia enggan bahkan tidak bisa mengatakannya padaku?
Menyingkirkan tangan dari kepalanya, Ziovan mendapati Reyna melihatnya dengan mengernyitkan dahi. Pasti gadis itu menyadari keanehan sikapnya.
Ziovan berusaha mengingat apa saja yang dia bicarakan dengan Jason yang bisa ia gunakan sebagai jawaban. "Ee... hanya Sandra yang ingin membelikanmu gaun dan mereka ingin kita ke sana agar kau bisa mencobanya,"
Kernyitan di dahi Reyna mulai menghilang setelah mendengar jawabannya, tapi gadis itu masih melihatnya seolah belum puas.
"Kalo begitu, kenapa kau kesulitan mengatakannya tadi?" selidik Reyna.
"Ahh... itu karena... ya, kau tahu lah, kita tidak mungkin ke sana untuk kau mencoba gaun itu. Jadi kupikir, mereka bisa membelinya saja dan menjadikannya sebagai kejutan untukmu," jawab Ziovan mencari alasan.
"Itu sebabnya aku kesulitan mengatakannya. Dan sekarang, itu bukan lagi kejutan karena kau sudah mengetahuinya." Lanjut Ziovan dengan ekspresi menyesal.
Bukan pura-pura, Ziovan memang menyesal karena tak bisa mengatakan yang sebenarnya pada Reyna hingga harus mengatakan itu.
Terdapat kepuasan dan kelegaan tersendiri di wajah Reyna setelah mendengar penuturan Ziovan. "Oh astaga, Zio... kau sudah membuatku berpikir keras tentang apa yang sedang kau sembunyikan dariku, dan ternyata...."
"Maaf!" Aku tidak mengatakan yang sebenarnya. Lanjut Ziovan dalam hati.
"Tidak apa."
"Jadi sekarang, mulailah!" kata Reyna dengan memberikan sekop kecil pada Ziovan agar pria itu mulai menggalih.
Ziovan memalingkan wajahnya dan menghela napas berat. "Ternyata masih?"
Reyna tersenyum kecil mendapati reaksi Ziovan. "Kau sudah terlanjur bilang akan melakukannya. Jadi, kau tidak bisa menghindarinya sekarang!" tegasnya dengan seringaian.
Ckkkk... kenapa juga aku tidak tahan dan selalu saja luluh saat dia memasang wajah memelasnya itu? Reynaaa... apa yang kau lakukan padaku? Keluh batin Ziovan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny With You [Completed] TERSEDIA DI GOOGLE PLAYSTORE
RomanceSekuat apapun kamu mencoba menolak takdir maka sekuat itu juga takdir akan mendekat padamu sampai kamu mau menerimanya. "Karena ketertarikan tidak membutuhkan sebuah alasan jika takdir yang bergerak menjalankannya." [Ziovan Albert Russell] "Mimpi ya...