Happy reading guys....
***
"Kau bisa tenang, aku tidak akan melakukannya jika kau tidak ingin."Bagaikan hujan di musim kemarau, oasis di padang gurun, angin segar di pantai. Reyna merasa sangat lega mendengarnya.
Tapi apa dia sungguh-sungguh dengan itu?
Reyna berbalik menghadap Ziovan. Pria itu duduk bersandar dengan tenang di sampingnya.
"Kau tidak sedang mengelabuiku kan, Zio?" tanya Reyna penuh selidik.
"Kapan aku pernah melakukannya?"
"Jadi, kau sungguh-sungguh?"
Ziovan mengangguk pelan dan Reyna bernapas lega.
Tunggu! Dia tidak akan melakukannya jika aku tidak ingin, kan? Tapi tadi dia hampir saja melakukannya?
"Tapi tadi kau... hampir melakukannya."
Ziovan tersenyum geli. Reyna mengernyitkan dahi melihatnya dan refleks beringsut menjauhi Ziovan. Kenapa dia senyum gitu? Apa maksudnya?
"Baru hampir kan dan aku belum melakukannya?"
Benar juga. Tapi gimana kalo ponselnya nggak bunyi, apa dia akan tetap berhenti?
Reyna beranjak bangun dan menatap Ziovan penuh selidik. "Lalu bagaimana jika tadi ponselmu tidak berbunyi? Apa kau akan melanjutkannya?"
Ziovan tersenyum miring, menegakkan badan dan bergerak mendekati Reyna. Jantung Reyna seketika berhenti, napasnya tertahan, kegugupannya datang lagi. Reyna kesulitan menelan saliva nya sendiri saat wajah Ziovan hanya beberapa senti di depannya, menatapnya intens.
"Dengan kegugupanmu yang berlebihan seperti ini... menurutmu, bagaimana bisa aku melanjutkannya?" kata Ziovan lalu menjauhkan wajahnya dari Reyna sambil menyeringai. Reyna tertegun dan hanya bisa melihatnya seperti orang bodoh.
Sampai beberapa saat, Reyna baru bisa menguasai diri. Mencerna kata-kata Ziovan dan menyadari kebenarannya. Ya, mana mungkin Ziovan melakukannya dengan kegugupannya yang berlebihan itu.
Entah Reyna harus bersyukur karena kegugupannya telah menyelamatkannya atau mengeluh karena kegugupan itu benar-benar tidak nyaman dan membuatnya malu setengah mati.
Namun yang tak dimengerti Reyna adalah alasan Ziovan hingga berniat melakukannya jika pada akhirnya pria itu mengurungkannya. Reyna masih ingat bagaimana Ziovan langsung menyingkir dari atas tubuhnya setelah ponselnya berbunyi dan melepasnya begitu saja.
Mencoba meredam rasa panas di pipinya, Reyna berdehem beberapa kali. Melihat itu, Ziovan menahan senyum.
"Jadi, kenapa kau berniat melakukannya tadi?" selidik Reyna dengan memicingkan matanya pada Ziovan.
"Sederhana," jawab Ziovan sesantai dan sesingkat itu, tanpa ada tanda-tanda jika dalam waktu dekat dia akan melanjutkan.
Reyna mengernyitkan dahi karena itu bukan jawaban pertanyaannya. Tatapannya tak lepas dari Ziovan, masih menunggu kelanjutan ucapan pria itu.
Ziovan balas menatap Reyna, tersenyum penuh rahasia. Menikmati wajah gadis itu yang terlihat tak sabar mendengar jawabannya.
"Karena aku menginginkanmu." Dan jawaban itu keluar begitu saja dari mulut Ziovan membuat jantung Reyna berhenti seketika dengan nafas tertahan, mematung di tempat.
Reyna sangat tahu apa yang dimaksud Ziovan dengan menginginkannya, hingga rasa panas yang belum bisa ia redam dari pipinya kini semakin menjadi.
Reyna menunduk, bukan hanya karena ingin menyembunyikan rona merah yang sudah pasti merajai pipinya. Tapi juga karena rasa bersalahnya yang belum bisa memenuhi kewajibannya dan memberikan apa yang diinginkan Ziovan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny With You [Completed] TERSEDIA DI GOOGLE PLAYSTORE
RomanceSekuat apapun kamu mencoba menolak takdir maka sekuat itu juga takdir akan mendekat padamu sampai kamu mau menerimanya. "Karena ketertarikan tidak membutuhkan sebuah alasan jika takdir yang bergerak menjalankannya." [Ziovan Albert Russell] "Mimpi ya...